YOGYAKARTA — Pandemi Covid-19 sampai tahun kedua ini menyebabkan penurunan pendapatan sampai pada angka 69,5 persen. Hasil survei Lazismu itu meningkat dibanding tahun sebelumnya (2020). Tahun 2020 pendapatan menurun 66 persen karena pandemi ini.
Dampak tersebut paling banyak dirasakan oleh kelompok rentan yang diwakili kaum perempuan (76,3%), individu dengan pendapatan di bawah Rp 3 juta per bulan (78,7%), individu yang kehilangan pekerjaan (88,9%), pelaku UMKM (88,2%), pekerja harian atau pekerja lepas (87,2%), petani/peternak (84,4%), dan individu memiliki tanggungan 4-6 jiwa dalam keluarga (84,4%).
“Sebagian besar responden, selain mengalami penurunan pendapatan peningkatan pengeluaran untuk pangan, papan, dan kesehatan,” ujar Sita Rahmi, Ketua Tim Peneliti Survei Lazismu, dalam webinar “Public Expose Hasil Survei Dampak Sosial Ekonomi Covid-19 terhadap Perilaku Berderma Masyarakat (Tahap 2), Kamis (1/7).
Survei juga menemukan tetap semangatnya masyarakat dalam berderma dan membantu sesama meskipun kondisi ekonomi menurun. Hampir 8 dari 10 responden mengaku rutin berderma. Sebanyak 76,5% individu yang mengalami penurunan pendapatan setelah 1 tahun lebih pandemi juga mengaku tetap rutin berderma.
“Derma ini macam-macam. Ada yang ngasih uang di jalan, ini juga berderma, membantu. Jangan-jangan tidak ada hubungannya antara punya duit atau enggak dengan kemauan berderma. Intensi untuk membayar zakat fitrah dan zakat mal cukup tinggi,” imbuhnya seperti dikutip mediamu.com dari laman Lazismu.
Bahkan, setelah masyarakat membayar zakat, mereka tetap ingin berdonasi untuk penanganan pandemi. Presentase intensi berderma tidak menurun, justru lebih tinggi dari survei tahun lalu ketika pandemi Covid-19 baru berumur dua bulan di Indonesia. Sita menyebut, pandemi meningkatkan sisi kemanusiaan masyarakat di semua level ekonomi
Masyarakat yang terdampak pandemi, melakukan berbagai strategi untuk menghadapi dampak Covid-19.
Pertama, mencari pekerjaan atau penghasilan tambahan (38,9% responden).
Kedua, menggunakan tabungan cadangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (40,7%).
Ketiga, menjual asset atau barang pribadi (52,2%).
Keempat, meminjam uang kepada pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan keluarga (54,9%).
Kelima, menerima bantuan dari pemerintah atau lembaga sosial/zakat (62,3%).
Hasil lain survei, meskipun sudah satu tahun pendapatan menurun, mayoritas tidak memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan tambahan. Sebanyak 57,6% responden tidak memiliki sumber pendapatan lain. Di antara yang memiliki pekerjaan sampingan tersebut memilih berdagang dan berjualan online, terutama ibu-ibu.
Untuk strategi coping kedua, pada kelompok yang pendapatannya turun, hanya 32,5% yang memiliki cadangan tabungan. Itupun hanya cukup untuk berjaga-jaga memenuhi kebutuhan harian kurang dari 1 (satu) bulan. Hal ini kembali menegaskan bahwa dampak pandemi paling dirasakan kelompok rentan.
Hal yang sama juga terjadi pada strategi coping ketiga. Kelompok perempuan (61,2%) lebih banyak pernah menjual asset dibandingkan laki-laki (43,1%). Presentase yang pernah menjual asset paling besar terjadi pada kelompok yang memiliki tanggungan lebih dari 7 jiwa (64,3%). Banyak terjadi pada kelompok pendapatan di bawah Rp 3 juta/bulan (60,2%).
“Temuan ketiga, ternyata strategi coping laki-laki dan perempuan berbeda. Laki-laki lebih banyak yang memiliki cadangan tabungan dibandingkan perempuan. Kebanyakan perempuan mencari pekerjaan/penghasilan tambahan untuk perempuan yang sudah berkeluarga, juga menjual asset, meminjam uang, dan mendapatkan bantuan,” ujar Sita. (*)
Wartawan dan Editor: Heru Prasetya
Comment