News

News

MediaMU.COM

May 3, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking
Kembali Rebut 3 Poin di Liga 3, PSHW UMY Pertahankan Ritme Permainan Timnas U-23 Gagal Kalahkan Irak, Haedar Nashir: Masih Ada Asa Suara Muhammadiyah Buka SM Farm, Ratusan Ekor Sapi Langsung Ludes Dipesan Ratusan Baliho Ketua PWPM DIY Penuhi Titik Strategis Gunungkidul, Isyarat Maju Pilkada Luar Biasa! 926 Guru PAUD/TK ABA Hadir di Silaturahim Keluarga Besar IGABA Sleman Demam Timnas, 200 Titik Pimpinan dan Amal Usaha Muhammadiyah Gelar Nobar PCIM Tiongkok Gelar Kajian Syawal Bersama Din Syamsuddin, Kuatkan Dakwah Melalui Diaspora Timnas Indonesia Kalah Atas Uzbekistan, Haedar Nashir Beri Semangat: Kalian Pahlawan Bangsa Tanpa Mahkota! Ramai Gelar Nobar Timnas U-23, Dosen UMY Beri Penjelasan Begini Rektor Berharap PSHW UMY Jadi Kebanggan Pemuda dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Amanatkan Jaga Tradisi Syawalan, Haedar Nashir: Identitas Kita Sebagai Bangsa Haedar Nashir Tegaskan Muhammadiyah Netral dalam Politik, Ingatkan Semua Pihak Berintrospeksi Atasi Perubahan Iklim, MLH PP Muhammadiyah Tanam 1000 Pohon Mangrove Timnas U-23 Indonesia Kalahkan Korsel di Piala Asia, PP Muhammadiyah Beri Apresiasi Menang Lewat Adu Penalti lawan Korsel, Indonesia Satu Kaki Menuju Olimpiade 2024 Babak I Perempat Final Piala Asia U-23: Indonesia Unggul 2-1 atas Korea Selatan Inilah Doa untuk Mengharap Kemenangan Timnas U-23 Indonesia di Piala Asia PP Muhammadiyah Apresiasi Sikap Kenegarawanan Anies dan Ganjar Haedar Nashir: Indonesia Harus Dibangun dengan Pemikiran Moderasi dan Multi Perspektif Pasca Putusan MK, Abdul Mu'ti Apresiasi Sikap Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Haedar Nashir: Indonesia Harus Dibangun dengan Pemikiran Moderasi dan Multi Perspektif

Foto: Fajrul Falaq/Mediamu

YOGYA - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. menilai bahwa moderasi adalah nilai utama dan ciri khas bangsa Indonesia. Terlebih, bangsa Indonesia terbagi dalam banyak suku, agama, dan ras yang beragam, sikap ini sangat cocok untuk diterapkan di negeri ini.

Hal ini ia sampaikan saat menghadiri bedah buku “Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir” di Auditorium Fisipol Universitas Gadjah Mada, Selasa (23/4). 

Dalam pandangannya, terlepas dari istilah moderat, tengahan, dan sebagainya, tergantung pada esensi dan pemaknaan terhadap konstruksi beragama. Semua konstruksi sah asal terbuka untuk didialogkan. Akan jadi masalah kalau menjadi monolitik dan menganggap yang berbeda itu salah, sesat, dan sebagainya.

“Ada hal esensial yang mana beragama itu sebagaimana berbangsa dan bernegara punya tempatnya masing-masing,” ucapnya.

Haedar mengajak masyarakat untuk coba melihat dari dalam agama dan konteks keindonesiaan. Dari konteks beragama, ternyata hal-hal seperti ekstrim, radikal, dan sebagainya dari dimensi emiknya bahwa tidak seperti yang dipikirkan orang kebanyakan.

Ia mengambil contoh dari sikap puritan, ternyata tidak otomatis kemudian membuat jadi monolitik, eksklusif, anti dialog, dan tidak terbuka. Ada sikap puritan yang justru menjadi energi ruhani seseorang agar menjadi pribadi yang tidak gampang melanggar aturan.

Bahkan, sikap puritan ini menjadi energi positif di Muhammadiyah dalam dua hal. Pertama, membangun kesalehan setiap orang.,jadi di Muhammadiyah itu dilatih untuk tidak boleh melanggar dan menyimpang, misalnya terkait administrasi dan keuangan,  Jadi apapun harus dipertanggungjawabkan 

Sekalipun, uang atau dana yang dicari dari sumber yang bisa dipercaya, tetap harus dipertanggungjawabkan. Maka, di Muhammadiyah, ada komponen seperti LPPK dan lembaga sejenis lainnya..

“Meskipun Muhammadiyah punya banyak aset triliunan, pimpinan tidak bisa sembarang masuk, harus ada prosedur dan akuntabilitas. Sehingga, hal itu melatih kita untuk tidak gampang korupsi,” jelas Haedar.

Kedua, kesalehan untuk berbuat baik kepada orang lain. Itu lahir dari sikap puritan yang hidup di Muhammadiyah. Dari sinilah, orang-orang bisa mencoba menggali apa saja yang ada dalam sikap puritan ini dan Haedar membuktikannya bahwa puritan tidak otomatis melahirkan seseorang menjadi ekstrimis, radikal, dan sebagainya. 

Bahkan, ada sisi lain dari sikap ini yang jarang terlihat oleh orang-orang. yakni semangat mengoreksi. Karena kebiasaan itu, ketika melihat ada penyimpangan, maka akan merasa gerah.

Semangat koreksi ini juga ada di Muhammadiyah, dimana setiap ada penyimpangan langsung bergerak dan ingin mengoreksi keadaan sehingga muncul amar ma'ruf nahi munkar dan didukung juga dengan sikap rasionalitas tinggi. Bahkan. sekalipun ada kritikan, tapi yang dikritik, tetap baik-baik saja karena semangat itu tadi.

Sementara dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Haedar memandang bahwa Pancasila itu ideologi moderat dan bangsa Indonesia secara sosiologis punya potensi moderat yang luar biasa, Bahkan, kehidupan beragama di Indonesia juga baik - baik saja.

Memang di sisi lain ada peristiwa yang memicu antar warga beragama untuk tidak moderat. Namun, bukan berarti hal tersebut harus digeneralisir oleh semua orang. Sebab, kehidupan berbangsa dan bernegara yang beragam di Indonesia ini mesti ada gesekan dan dinamika. 

“Maka, di satu pihak harus sadar bahwa ada masalah, tapi di sisi lain jangan melankolis terhadap hal itu lalu mengambil kesimpulan-kesimpulan. Justru, setiap ada konflik harus diselesaikan dengan semua komponen bangsa,” kata Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.

Dari semua hal yang dipaparkan, Haedar memandang bahwa Indonesia harus dirancang dengan moderasi yang moderat dan di situ potensi sebagai bangsa. Namun, hal tersebut harus didukung dengan mental dan pemikiran yang visioner dan multi-perspektif. 

“Sehingga, kebijakan yang dilakukan tidak bersifat bias dan parsial, apalagi disertai dengan kepentingan politik yang berkuasa,” tandas Haedar yang pada acara ini diangkat sebagai Anggota Kehormatan Ikatan Sosiologi Indonesia. (*)

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here