Haedar Nashir: Puasa Ramadan Memberikan Nilai Tengahan Bagi Umat Muslim

Haedar Nashir: Puasa Ramadan Memberikan Nilai Tengahan Bagi Umat Muslim

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. mengingatkan agar puasa Ramadan jangan hanya menjadi rutinitas, tetapi harus juga memberikan dampak pada diri muslim, salah satunya ialah lahirnya nilai tawasuth atau tengahan.

Hal ini beliau sampaikan saat membersamai keluarga besar Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dalam agenda Syawalan 1445 H di Masjid Islamic Center UAD pada Rabu (17/4).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Nilai tengahan, kata Haedar, merupakan pendidikan yang bisa dipetik oleh muslim ketika menjalankan ibadah puasa. Nilai ini representasi dari sikap menahan diri dari pemenuhan nafsu duniawi, sebab selama Ramadan muslim didorong untuk proporsional dan tengahan dalam memenuhi nafsu duniawi.

“Puasa mengajarkan kita untuk jalan tengah, penuhi seluruh kebutuhan hidup itu, penuhi seluruh hasrat sunnatullah kita yang alami itu, tapi ingat jangan berlebihan dan semua ada batasnya,” tutur Haedar.

Nilai tengahan ini berlaku bukan hanya dalam urusan makan-minum dan pemenuhan nafsu biologis saja, tetapi juga kekuasaan, harta, dan nafsu duniawi lainnya. Termasuk huru hara politik yang terjadi akhir-akhir ini juga karena lepasnya nilai tengahan ini.

Maka pasca menjalankan ibadah puasa, Haedar berharap setiap muslim bisa menemukan titik tengah yang implementatif di setiap dinamika kehidupan manusia. Tidak boleh berlebihan ini juga berlaku dalam urusan akhirat.

Dalam pandangannya, sebagai muslim tidak boleh hanya menggantungkan diri di masjid, sampai-sampai melupakan tugas lain sebagai khalifah di muka bumi. Warga Muhammadiyah menurut Haedar harus integratif menjalani kehidupan, tidak ekstrim terhadap dunia begitu juga terhadap akhirat.

“Urusan dunia, urusan agama mari kita bawah ke titik tengah supaya tidak berlebihan, karena berlebihan sering menimbulkan masalah,” jelas Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu. 

Pada kesempatan ini, Haedar mengapresiasi adanya semangat beragama komunitas muslim saat ini, tapi di sisi lain dia tidak sepakat dengan sikap berlebihan yang menjadikan seakan-akan isi dari ajaran Islam hanya larangan-larangan dan rigid, terlalu kaku.

Menurutnya, semangat kembali beragama ini menimbulkan pertentangan antara ajaran agama dengan budaya, seperti tradisi ucapan untuk bermaaf-maafan pada idulfitri yang dianggap tidak sesuai sunnah lalu dianggap salah dan harus dihilangkan. (*) 

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow