Kenang 1 Tahun Buya Syafii, Inilah Keteladanannya yang Menginspirasi Umat

Kenang 1 Tahun Buya Syafii, Inilah Keteladanannya yang Menginspirasi Umat

Smallest Font
Largest Font

YOGYA - Sudah setahun lamanya, Sang Guru Bangsa Buya Prof. Dr. K.H. Ahmad Syafii Maarif berpulang ke Rahmatullah pada Jumat, 27 Mei 2022 lalu. 

Tak hanya dikenal sebagai Guru bangsa dengan kepribadian humanisnya, Buya Syafii - panggilan akrabnya juga dikenal sebagai sejarawan yang kritis. Pemikiran-pemikirannya tentang isu-isu keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan, perlu diwarisi oleh generasi berikutnya.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Dalam Sarasehan “Mengenang 1 Tahun Buya Syafii Maarif : Kemanusiaan, Keindonesiaan, dan Keislaman” pada Rabu (29/11), sejumlah narasumber dan peserta bersama-sama mengenang sosok yang pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000-2005 itu

Acara berlangsung di Ruang Amphitheater lantai 4 Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diselenggarakan bersama oleh Program Studi Doktor Politik Islam-Ilmu Politik, Program Pascasarjana, Lembaga Riset dan Inovasi (LRI), Ahmad Syafii Maarif (ASM) School Thought and Humanity UMY.

Sarasehan menghadirkan 3 Narasumber, yaitu Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag., Dosen UIN Sunan Kalijaga Dr. Adib Sofia, S.S., M.Hum., dan Dosen Universitas Ahmad Dahlan Erik Taufan Somae, S.HI., M.H.I.

Selain menyampaikan tentang pandangan Buya Syafii tentang Kemanusiaan, keindonesiaan, dan Keislaman, Hamim mengatakan bahwa Buya Syafii menilai tiga hal tersebut dapat bersatu, beriring dan saling melengkapi. Dalam menjalankan ketiganya, pandangan-pandangan Buya dinilai selalu merujuk kepada Al-Quran dan hadits. 

“Buya memandang tentang keindonesiaan, keislaman dan kemanusiaan itu bisa menyatu, saling beriringan. Buya selalu merujuk pandangannya kepada Al-Quran dan hadits,” jelas Hamim. Ia pun mengungkapkan bahwa dalam menghadapi permasalahan keindonesiaan, keislaman dan kemanusiaan, Buya Syafii selalu mengatasinya dengan dakwah. 

“Intinya kalau ada masalah keindonesiaan, maka dihadapinya dengan dakwah. Kita sekarang melanjutkan dakwah buya, membangun bangsa Indonesia supaya menjadi pribadi yang mutmainnah. Melanjutkan perjuangan buya saat ini sudah lebih mudah, dibanding perjuangan Nabi dulu,” imbuhnya.  

Terkait pandangan Buya Syafii soal perempuan, Adib Sofia menyampaikan, meskipun tidak terlalu banyak menulis tentang perempuan, Buya mendukung kesetaraan gender, namun tidak secara bebas. Adib juga mengingat pesan yang disampaikan Buya Syafii untuk menjadikan Siti Haniyah sebagai panutan dan generasi sekarang tidak boleh amnesia terhadap sosok perempuan intelektual ‘Aisyiyah tersebut.  

“Buya berkata kepada saya, jadikan Haniyah sebagai sosok yang perlu dijadikan rujukan, karena wawasannya luas, bahasa tulisnya bagus, kepemimpinannya luar biasa. Haniyah adalah karakter perempuan pemimpin (dengan qolam dan kalam). Haniyah, selain sosok yang pandai menulis juga merupakan singa podium,” tutur Adib. 

Siti Haniyah sendiri merupakan 1 dari 14 tokoh besar yang menggawangi Kongres Perempuan 1, pada 22-25 Desember 1928. Beliau mewakili ‘Aisyiyah pada kongres yang dihadiri 1000 orang dari 30 organisasi di Jawa dan Sumatera, serta kala itu Haniyah membawakan orasi tentang persatuan manusia. 

“Amanah buya adalah menganalisis pidato Haniyah tentang persatuan manusia itu,” imbuh Adib.

Di sisi lain, Erik Taufan Somae, S.HI., M.H.I., yang juga asisten pribadi Buya Syafii turut menceritakan kedekatannya dengan almarhum. Erik mengungkapkan bahwa ia telah mendampingi Buya Syafii selama 10 tahun, mulai tahun 2012 hingga 2022. Bahkan, Erik masih bersama Buya satu jam sebelum meninggalnya.

Buya dianggap sebagai sosok yang dekat dengan anak muda, dikenal dengan pemikiran dan pandangan kontroversial yang sering kali melampaui pemahaman umum. 

Meskipun pemikirannya kontroversial, Buya Syafii adalah sosok yang menjaga ibadahnya dengan baik, mengutamakan sholat dan sering ditemui di masjid. Ia rajin melaksanakan ibadah tahajjud, menulis setelah sholat, rutin berpuasa Senin-Kamis, dan mengaji Al-Quran. 

Dari sini, bisa dipahami bahwa Buya dikenal sebagai individu yang sangat tepat waktu, selalu datang lebih awal, dan sangat menghargai kedisiplinan waktu, serta merupakan pendengar yang baik. 

“Buya itu lebih gampang ditemui di masjid,” ungkap Erik.

Dalam pergaulannya, Erik mengungkapkan, Buya Syafii mampu bersahabat dengan siapa pun. Buya memiliki wawasan yang luas karena kegemarannya membaca dan menulis. 

"Buya pernah bilang, curi sebagian waktu tidurmu untuk membaca, itu membekas sekali. Bahkan kegemaran menulis sudah menjadi tradisi Buya sejak masa remajanya,” pungkas Alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta itu. (*)

Wartawan: Dzikril Firmansyah 

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow