Haedar Nashir: Dosen dan Karyawan AUM Aktiflah di Ranting

Haedar Nashir: Dosen dan Karyawan AUM Aktiflah di Ranting

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Warga Muhammadiyah, khususnya para muballigh dan dosen, adalah corong dalam berdakwah dan menyampaikan ilmu dan risalah. Dalam konteks pascaRamadhan, juga harus memiliki jiwa ihsan sebagai buah dari puasa, hasil dari taqwa.

“Kalau itu yang terjadi, saya yakin kehidupan sekarang akan melahirkan banyak dimensi rohani yang dinamis tetapi tetap berpijak pada kekayaan rohani yang otentik dan fitrah. Itulah yang perlu kita renungkan didalam memaknai ‘Idul Fitri,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., dalam Pengajian Syawalan Keluarga Besar Universitas Ahmad Dahlan (UAD) secara virtual, Kamis 20 Mei 2021.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Haedar menekankan bahwa momentum ‘Idul Fitri bisa menjadikan puasa sebagai instrumen ibadah yang naik tingkat dari syariat menjadi hakikat dan ma’rifat. Sehingga mampu melahirkan perubahan rohaniah pada tiap-tiap manusia muslim.

Bulan Syawal dijadikan sebagai bulan berburu kebaikan sebagai aktualisasi taqwa dan meningkatkan kualitas amal usaha Muhammadiyah (AUM) dan dakwahnya agar lebih memberi manfaat kepada umat, bangsa, dan kemanusiaan pada umumnya.

Dalam tradisi Arab, kata Haedar, Syawal adalah bulan berburu dimana setelah bulan Ramadhan. Ini tradisi berburu sejak zaman nenek moyang Nabi Muhammad SAW. Nama bulan ini diambil alih tentu dengan makna yang berbeda.

“Bulan Syawal maksudnya berburu kebaikan agar menjadi lebih baik yang disebut sebagai proses transformasi. Transfomasi kita adalah transformasi organisasi atau institusi. Bagaimana UAD sebagai AUM terus dikelola secara amanah, secara good governance. Memang setiap usaha selalu ada beban baru, tetapi jika semua yang ada dari pimpinan, dosen, dan karyawan ikut merasa memiliki UAD, insya Allah kita bisa menyangga beban ini,” tegasnya.

Semangat Syawal adalah semangat menyangga kepentingan bersama, jangan sampai ada yang punya sikap ananiyah. Jangan sampai ada yang bersikap: sudahlah saya disini cuma bekerja, jadi dosen, mengajar, dan habis itu ya urusan pimpinan.

“Kalau kita berada pada posisi seperti ini berarti belum mi’raj, belum melakukan transformasi kerohanian. Dalam konteks sebagai muslim, mencari peran-peran kehidupan duniawi sesungguhnya merupakan aktualisasi dari ibadah dan menjalankan fungsi khalifatul fil ardh. Wamaa khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun (tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar beribadah kepada Ku). Kalau dimensinya ibadah maka selalu ada value, ada nilai sifatnya robbaniyah yang bersifat ilaahi dalam aktivitas keduniawian kita,” jelas Haedar.

Ia mencontohkan, ketika pergi mencari nafkah dengan bismillahirrahnirrahim lalu pulang dengan Alhamdulillah apapun hasilnya, itu punya dimensi rohaniah selain insaniah dan duniawiah. Sehingga nilai kehidupan menjadi utuh, tidak ada dikotomi.

Karena AUM adalah instrumen dakwah kekuatan penggerak Muhammadiyah, maka semua yang terlibat harus menjalankan fungsi dakwah Muhammadiyah. Sesunguhnya, AUM merupakan wujud dari ranting Muhammadiyah. “Majelis Dikti jangan berikan ruang PTM-PTM mendirikan ranting Muhammadiyah. Itu memang menyalahi  AD/ART dan bisa membunuh ranting-ranting di sekitarnya,” tandas Haedar.

PTM menjalankan dua fungsi, yaitu sebagai driving force (kekuatan penggerak) dan sebagai center of excellent (pusat keunggulan). “Ketika pulang ke tempat masing-masing, kita beradaptasi dan berintegrasi dengan ranting setempat. Wah hebat sekali ketika dosen dan karyawan UAD ketika kembali ke rumahnya aktif di ranting masing-masing sesuai dengan kemampuanya,” katanya. (hr)


Terima kasih kepada Khoniatur Rohmah (Pimpinan Komisariat IMM PB II, UAD) yang mengirimkan materi berita ini.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow