Ternyata Ini Alasan Muhammadiyah Menggunakan Kata “Pimpinan” Bukan “Pengurus”
BEKASI – Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta, Ki H. Ashad Kusuma Djaya, dihadirkan dalam serial kajian Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Rawalumbu, Kota Bekasi, Sabtu (13/11). Ini adalah kerja sama Majelis Pendidikan Kader bersama Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi.
Kegiatan dengan tema “Dimensi Spiritual dalam Mengelola Amal Usaha Muhammadiyah” ini adalah sesi kedua dari Kajian Penguatan Ideologi Muhammadiyah (KAPIM). Dilaksanakan secara virtual, kegiatan ini disimak lebih dari 120 peserta.
Mengawali penyampaiannya, Ashad menyampaikan bahwa Muhammadiyah memilih kata “pimpinan” daripada “pengurus” dalam organisasinya bukanlah tanpa alasan. “Ini adalah semangat kullukum ro’in wa kullukum mas ullun ‘an ro ‘iyyatihi,” tuturnya menyebut hadits riwayat Bukhari Muslim yang berarti, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.”
Meminjam istilah Prof. Haedar Nashir tentang abad pencerahan Islam, Ashad menyebutkan tiga tugas pimpinan di abad pencerahan tersebut. Pertama adalah mengajak masyarakat untuk menegakkan Islam sebenar-benarnya melalui gerakan Muhammadiyah.
Kedua, menyakinkan dan mendorong anggota serta masyarakat bahwa gerakan Muhammadiyah melalui spirit Islam berkemajuan merupakan sebuah jalan lurus menuju surga. Ketiga, mengelola sumber daya yang ada di Muhammadiyah, termasuk Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), untuk mendakwahkan Islam berkemajuan.
Semangat menumbuhkan AUM dalam dimensi spiritual merupakan usaha ‘ekstrapolasi’. “Kita ingin menggapai surga dengan beramal di dunia,” jelasnya. Kesemuanya terwujud dalam usaha-usaha yang terintegrasi dengan semangat dalam QS Al-Fajr 27-30.
- Menumbuhkan integritas; dimana penggerak-penggeraknya tergolong memiliki nafsul muthmainnah atau “jiwa yang tenang”.
- Menumbuhkan spiritualitas; dimana orientasi pekerjaannya adalah irji’i ilaa rabbiki yang artinya “kembali kepada Tuhanmu”.
- Menumbuhkan profesionalitas; dimana pekerjaan dilakukan dengan raa dliyatam mardliyah yang artinya “hati yang ridho dan diridhoi-Nya”.
- Menumbuhkan kolaborasi; berjejaring yang tergambar dalam fadhkhuli fii ibadi yaitu “masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku”.
- Menumbuhkan prestasi; dalam hal prestasi yang dapat memenuhi fadhkhuli fii jannati atau “masuklah ke dalam surga-Ku”.
Tentang AUM, Ashad menegaskan bahwa tidak hanya bicara soal bangunan fisik. Penting juga untuk memikiran bagaimana orang-orang di dalam insitusi tersebut agar terpenuhi kebutuhan spiritualnya, kebahagiaan dan ketenangannya. Berbicara institusi, jangan melupakan aspek spiritualitas.
Pengertian spiritualitas ini terdiri dari dua makna. Pertama, merupakan kekuatan ruhaniah dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Kedua, bahwa ini menjadi bagian yang paling penting dalam mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan manusia.
Untuk memenuhi hal itu, spiritualitas perlu dilandasi dengan pemaknaan bahwa hidup merupakan bentuk ibadah kepada Allah (abdullah) dan kesadaran bahwa tujuan hidup adalah menjadi rahmatan lil alamin (kholifatullah). “Kita diberikan role model yaitu Muhammad SAW,” katanya.
Ashad juga menyuguhkan prinsip-prinsip dasar spiritualitas yang semestinya dimiliki kaum beriman, yakni takwa dan tawakal (QS At-Thalaq : 2-3). Takwa mendahului tawakal sebab ada usaha-usaha manusia yang mesti lebih dulu dilakukan, yaitu mengikuti perintah serta menjauhi larangan-Nya. Dengan prinsip ini, Allah akan memberikan jalan keluar.
Best practice yang pernah dicontohkan di dunia ini hadir melalui cerita seorang Daud AS, yang merupakan perintis Kerajaan Sulaiman. Sulaiman AS adalah raja terbesar di dunia yang kekuasaannya tidak hanya meliputi manusia namun juga hewan dan jin. Nabi Daud AS, ayahnya, awalnya ialah orang biasa yang kemudian atas izin Allah SWT diberikan daya membangun kerajaan.
Jalan spiritual yang dilalui oleh rasul ini adalah shalat lail (malam) dan puasa sunnah. Puasa Nabi Daud AS ialah puasa rutin berselang sehari puasa, sehari tidak. Rasulullah Muhammad SAW bahkan pernah menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari:
“Sebaik-baik shalat di sisi Allah adalah shalatnya Nabi Daud AS. Dan sebaik-baik puasa di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dahulu tidur di pertengahan malam dan beliau shalat di sepertiga malamnya dan tidur lagi di seperenamnya. Adapun puasa Daud yaitu sehari puasa dan tidak puasa di hari berikutnya.”
Ashad menilai bahwa kebiasaan ini dicontoh pula oleh tokoh Ki Ageng Sela, yang merupakan leluhur raja-raja tanah Jawa. Nama “Sela” bukan berarti waktu luang, tapi “Sela” yang merujuk pada kebiasaan puasa Daud. Sehari puasa, sehari tidak.
Penting bagi AUM, seperti sekolah, untuk mendukung warganya turut meneladani best practice ini. Meskipun orang bisa saja berpikir bahwa sepintas tidak ada kaitan antara kebaikan yang diraih di dunia dengan ibadah-ibadah tersebut, namun Ashad menyatakan bahwa Nabi Daud AS menjadi bukti nyatanya.
Ia menegaskan, “Kalau Rasulullah SAW nggak menyampaikan hadits ini, saya juga tidak akan berpikir sampai ke sana.”
Ashad menjelaskan tangga menuju puncak spiritualitas yang akan mampu dicapai bila seseorang menginfakkan hartanya dan mengamalkan serta mengajarkan ilmu yang didapatkan.
Untuk menjaga kekuatan spiritual, dua kunci yang harus terus dipegang adalah syukur dan sabar. Meskipun terdengar sepele, namun hal itu menakjubkan. Sebagaimana pernyataan Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Apabila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (*)
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow