ads
Kajian Surah Al-Ashr di Joglo DakwahMu Al Masykuri

Kajian Surah Al-Ashr di Joglo DakwahMu Al Masykuri

Smallest Font
Largest Font

SLEMAN – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngaglik, Sleman, memiliki sebuah bangunan untuk pusat dakwah yang dinamai Joglo DakwahMu Al-Masykuri. Ini adalah wakaf keluarga Ibu dr. Nunuk Maria Ulfah, Sp.M., M.Kes (Direktur Rumah Sakit dr. Yap Yogyakarta).

Terdapat beberapa kegiatan rutin yang dilaksanakan Joglo DakwahMu. Salah satunya adalah Kajian Rutin Jumat Malam mengupas Tafsir Al-Munir karya Syeikh Wahbah Zuhaili. Kegiatan ini diisi Ustadz Talqis Nurdiyanto, Lc., M.A., Ph.D. (cand), anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Pada Jumat (3/12), secara virtual Ustadz Talqis kembali mengisi dan mengulas tafsir QS Al-Ashr. Surah ini termasuk surah Makkiyah dan terdiri dari tiga ayat. “Suratnya pendek, singkat, jelas. Suratnya tentang dasar-dasar islam,” jelasnya. 

“Kalau kita hidup berpegang pada ayat Al-Ashr, insya Allah selamat,” tuturnya. Nilai kandungan dalam ayat ini penting menjadi pegangan dalam kehidupan. Ayat-ayatnya pun sangat relevan dan mendukung ayat-ayat surah lain di dalam Al-Qur’an.

Terdapat cerita bahwa seseorang bernama Musailamah Al-Kadzab pernah bertanya pada Amr bin Ash tentang apa yang baru saja diturunkan kepada Muhammad SAW. Amr bin Ash menjawab, “Telah diturunkan satu surah singkat, padat, jelas.”

Lalu ia membacakan ayat-ayat tersebut. Musailamah lantas mengatakan bahwa ia baru saja mendapatkan wahyu semacam itu. Laki-laki ini di kemudian hari dikenal sebagai nabi palsu, ia terus mengaku-ngaku seolah-olah dirinya juga nabi. Orang-orang Arab yang begitu memahami sastra tentu tidak percaya pada perkataan laki-laki ini.

Nama surah Al-Ashr diambil dari ayat pertama “wal ashr” yang artinya “demi waktu”. Dalam ayat tersebut, Allah memberi sumpah dengan menggunakan waktu. Talqis menjelaskan terkait hal ini, “Karena banyak peristiwa yang terjadi seiring dengan bergantinya waktu.”

“Al-ashr” juga berarti “memeras”, seperti memeras jus. Sangat menarik ketika mendiskusikan kaitan makna “waktu” dan “memeras”. Talqis menjelaskan, waktu ‘Ashar adalah waktu yang dianggap penting. Banyak orang bekerja kemudian memeras keringat sebab menyadari waktu akan segera beranjak malam.

Sehingga, orang-orang berusaha sesegera mungkin menyelesaikan pekerjaannya. Waktu ini menggambarkan totalitas atau kesungguhan melakukan pekerjaan. Sayangnya, ini juga membawa risiko, kadang-kadang karena terlalu fokus terhadap apa yang dikerjakan, orang menjadi lalai terhadap hal lain termasuk juga untuk beribadah shalat.

 

Talqis juga menyampaikan bahwa waktu Ashar menunjukkan bahwa kehidupan begitu pendek. “Waktu itu seperti pedang,” tuturnya menggunakan ilustrasi. “Kalau kamu tidak mampu mengendalikan, dia akan memotong. Akan diperdaya waktu.”

Narasumber yang juga dosen Pendidikan Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menyebutkan, “Waktu yang jauh dari kita adalah waktu yang terlewati, waktu yang dekat dengan kita adalah kematian.”

Setiap kesempatan perlu dipastikan untuk dimanfaatkan secara bertanggung jawab. Sebab pada akhir masa nanti, kita akan dituntut atas segala hal dlakukan di dunia ini. Bumi yang kita injak akan jadi saksi atas perbuatan kita.

“Kalau kita naik pesawat gimana?” Pertanyaan itu dijawabnya sendiri bahwa seseorang tidak perlu risau karena Allah SWT Maha Mengetahui. Diingatkannya, penting untuk terus memperbanyak dzikir dan beribadah, jangan sampai terlena dan terlalu asyik terhadap hal lain seperti bermain gadget, berselancar di media sosial, dan lainnya.

“Kadang saya miris terhadap diri saya sendiri buka hape bermenit-menit, media sosial, ketika ganti baca Al-Qur’an baru lima menit, baru satu halaman, kok udah cukup ya rasanya,” katanya.

Talqis menjelaskan, pada dasarnya manusia dapat melakukan apapun yang diinginkan. Hanya saja ia harus bertanggung jawab atas perbuatan sendiri. Tidak ada orang yang akan menanggung dan ia pun tidak akan menanggung dosa orang lain. Oleh karenanya, tidak ada yang disebut sebagai “dosa warisan”.

Pada ayat kedua, Allah SWT berfirman, “Sungguh, manusia berada dalam kerugian.” Manusia yang dimaksud di sini ialah mereka yang sudah baligh, memiliki amanah di pundaknya, serta dapat memahami larangan-larangan-Nya.

Kerugian dalam hal ini luas maknanya, bisa dalam lingkup keimanan, peribadahan, atau sosial. Semua kerugian itu membawa pada ketersesatan. Selanjutnya, pada ayat ketiga dijelaskan bahwa ada pengecualian, yang berbunyi:

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Terdapat empat sifat yang disebutkan di dalam ayat tersebut dan semuanya merupakan kesatuan yang tidak bisa dipilih salah satu atau sebagian. Seseorang yang beriman harus beramal saleh, mau saling mengingatkan untuk kebenaran, serta mengingatkan untuk bersabar. (*)

Wartawan : Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow