Jadilah Feminis yang IMMawati

Jadilah Feminis yang IMMawati

Smallest Font
Largest Font

Tanggal 3 September 2021 Bidang IMMawati PK Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan diskusi membahas arah gerak IMMawati bertema “Quo Vadis IMMawati: IMMawati Bukan Feminis?”

Dua pemateri yang dihadirkan adalah IMMawan Hizba Muhammad Abror (Ketua Umum PK IMM FAI UMY 2020-2021) dan IMMawati Alifah Agustina (Ketua Bidang IMMawati PK IMM FAI UMY 2020-2021). Keduanya membahas melalui sudut pandang berbeda.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

IMMawan Hizba Muhammad Abror

Pembahasan umum tentang perjalanan feminisme hingga ada nilai-nilainya tidak cocok untuk disandingkan dalam gerakan IMMawati.

Secara epistemologis, feminisme lahir dari kritik terhadap kondisi perempuan yang terdiskriminasi pola gender. Dari sisi aksiologis, feminisme dapat menjadi alat dalam melihat suatu penindasan yang belum terbahas di beberapa teori sosial lainnya.

Akan halnya pemahaman feminisme yang sebagian besar hanya dipahami perempuan, karena baru merupakan alat untuk menguak ketidakadilan gender khususnya yang dialami perempuan. Hal ini akan selalu berdiri di tempat ketika pemahaman feminisme dan gender hanya dibahas perempuan.

Ketika feminisme dikompromikan dengan pandangan Islam, dapat menjadi satu wacana gerakan perempuan yang berdakwah. Dalam Surah Ali ‘Imron ayat 110 Allah SWT berfirman yang artinya “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…”. Pada surat yang sama di ayat 104, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

Jika dilihat dalam strukturnya, feminisme adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar, sehingga harus memberi kontribusi material dan spiritual. Hal itu sebagai upaya menunjukkan keimanan kepada Allah. Selain itu, jangan sampai memahami yang mungkar dengan cara tidak ma’ruf atau sebaliknya. Itulah prinsip yang harus dipegang.

Para feminis itu adalah perempuan yang berdakwah. Maka, jika ada penindasan akan dientaskan. Juga, mengajak perempuan lain untuk dimanusiakan, diberdayakan, dan lain-lain. Agar semua berjalan dengan baik, para feminis memberikan dimensi spiritual maupun material untuk menunjukkan nilai dakwah.

Berdakwah itu perlu hikmah, nasihat-nasihat yang baik, dan jika perlu bertarung dengan cara baik. Dakwah itu paradigma yang harus dipegang, tidak akan sampai pada esensinya jika belum memenuhi empat hal penting, yaitu:

  • Tabligh: bagaiman mensyiarkan Islam secara massif
  • Irsyad: menunjukkan ke mana arahnya
  • Tadbir: pemberdayaan
  • Tathwir:meluaskan

Orientasi gerakan mencakup pemberdayaan sosial, politik, pendidikan, dan keagamaan. Maka seharusnya feminism bisa diturunkan menjadi sarana dimana saja perempuan harus bergerak secara Tabligh, Irsyad, Tadbir, juga Tathwir. Jangan jadikan feminism sebagai sarana bukan tujuan, juga jangan terlalu anti dengan feminisme. Memahami feminisme itu perlu “dikunyah” dahulu jangan langsung ditelan.

IMMawati Alifah Agustina

Ia membahas arah gerak IMMawati. Dalam catatannya, IMM adalah gerakan kaum intelektual yang memiliki kesadaran akan peran dan kewajiban terkait yang harus dilaksanakan dalam konteks perjuangan global dan lokal. Muhammadiyah merupakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar beraqidah Islam bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah.

IMM diharap mampu memenuhi kebutuhan Muhammadiyah dalam mengembangkan sayap-sayap dakwah agar lebih luas sekaligus merupakan aset untuk berperan aktif dalam kemerdekaan bangsa. IMMawati merupakan sebutan bagi kader IMM perempuan. IMMawati juga merupakan sebutan bagi yang diluar IMM yakni yang bersekolah di Muhammadiyah dan tidak terikat dengan nilai-nilai IMM.

Berdasarkan sejarah tahun 1964 dibentuklah departemen perempuan sebagai wadah kader perempuan, kemudian tahun 1966 tercetuslah bidang IMMawati. Tahun 1967 diadakannya muktamar di Garut untuk membentuk Korps IMMawati.

Tujuan IMMawati adalah gerakan yang memberdayakan perempuan yang kemudian  melahirkan intelektual tangguh dalam menghadapi dunia maupun Islam yang dinamis serta bergerak dengan dilandasi pada Al Qur’an dan As Sunah.

Arah gerak IMMawati berbasis keislaman, berpedoman pada Al Qur’an dan As Sunnah, dan bergerak dalam Haluan TRIKODA IMM yakni Religiusitas, Intelektualitas, dan Humanitas.  Pertanyaan mendasarnya adalah “Apakah feminism kini sudah selaras untuk gerakan IMMawati?”

Feminisme adakalanya memberikan pikiran-pikiran baru sehingga kita menjadi ragu pada keyakinan yang dimiliki. Misalnya, keraguan membaca ayat-ayat Qur’an yang berangkat dari kalangan mereka, karena menjudge bahwa ayat tersebut menjadi suatu point mendiskriminasi perempuan seperti ayat-ayat misoginik.

Dalam pandangan Islam, kita tidak bisa memahami ayat sebatas dari artinya. Harus juga memperdalam maksud yang sebenarnya dari ayat tersebut. Yang terjadi dalam dunia perebutan ialah ketika kita menuntut hak, jangan lupa dan harus mengingat bahwa kita memiliki kewajiban yang harus dipenuhi.

Dalam kehidupan bersosial perempuan dan laki-laki itu dibedakan. Di mata Tuhan keduanya sama, yang membedakan ialah tingkat ketakwaan. Jadi tidak ada pembatasan laki-laki dan perempuan untuk berfastabiqul khoirot.

IMMawati adalah kader-kader muslimah yang akan menjadi bagian dari masyarakat Islam sebenar-benarnya sesuai cita-cita Muhammadiyah. Oleh karena itu, paradigma yang hendak dibangun dalam gender awareness adalah paradigm sinergitas perjuangan maskulin dengan feminim dalam bingkai Islam.

Dalam upaya mewujudkan paradigm tersebut, selain upaya edukasi dan advokasi penyadaran gender (gender awareness), kader IMM harus memperkuat pemahaman keislaman. Memahami pola hubungan antara perempuan dan laki-laki yang telah diatur dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan terus digali demi menciptakan konsep hubungan antargender sesuai dengan ajaran Islam.

Dengan demikian program-program kebijakan yang disusun Bidang IMMawati diarahkan untuk mewujudkan hal tersebut.

Jadilah feminis yang IMMawati. IMMawati yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, berpegang teguh pada Al Qur’an dan As Sunnah yang mengentaskan permasalahan perempuan dan gender, melalui pergerakan berdasarkan haluan TRIKODA IMM.

IMMawati yang sadar akan eksistensi memiliki intelektual untuk melakukan pergerakan yang membudayakan TRIKODA IMM dalam berfastabiqul khairat dan terus membuka diri untuk bekerja-sama demi menciptakan sebuah perubahan ke arah kebaikan, sehingga tujuan dasar dapat tercapai, yakni amar ma’ruf nahi munkar. (*)

Wartawan/Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow