Pak AR yang Dirindukan
YOGYAKARTA — Selama 22 tahun mengemban amanah sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kiprah pak AR lekat di hati berbagai generasi.
Terutama saat-saat yang tidak mudah untuk Muhammadiyah. “Yakni, saat diberlakukannya asas tunggal Pancasila,” kenang Khoiruddin Bashori, yang waktu itu menjabat Ketua Umum PP IPM.
Menurut Khoiruddin Bashori, buku berjudul “Biografi Pak AR” ini adalah sebagai pak AR undercover. “Sebab ditulis langsung oleh anaknya sendiri. Dan cerita-cerita yang tidak diketahui orang lain dapat terungkap dalam buku ini,” ungkap Khoiruddin Bashori. Bagaimana kisah pertemuan pak AR dengan bu AR itu, dikatakan Khoiruddin Bashori, tak jarang diketahui orang. “Tapi itu penting untuk angkatan muda Muhammadiyah,” papar Khoiruddin Bashori, yang akrab dipanggil pak Irud itu.
Dalam bedah buku bersama Sukriyanto AR — anak sekaligus penulis bukunya — Khoiruddin Bashori memberikan sedikit penekanan pada kata penting untuk AMM di aula PWM DIY, Jum’at (20/2018).
AR Fachrudin, seperti disebutkan dalam bukunya, menolak ditawari untuk jadi anggota DPR. “Sebab beliau sudah lebih dulu mendapat amanah umat memimpin Muhammadiyah,” kata Khoiruddin Bashori. “Selain itu, seorang anggota DPR yang harus membela kepentingan partainya bertentangan dengan amanahnya di Muhammadiyah yang membela kepentingan umat, bukan golongan tertentu saja.”
Namun, menurut Khoiruddin Bashori, akan menarik lagi kalau dalam buku itu terungkap hal-hal detail pada kisah pak AR.
Mengutip pernyataan Prof. Mitsuo Nakamura, penulis buku sejarah “Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin: Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Sekitar 1910-2010”, Khoiruddin mengatakan, Pak AR adalah sosok Muslim yang baik. Juga sosok orang Jawa yang baik.
“Biasanya, pada masa itu, kalau ada orang Islam yang baik, orang-orang Jawa sekitarnya bakal bilang kok dia gitu ya? Sedangkan hal itu tidak terjadi pada beliau,” jelas pak Irud.
Walaupun menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah dengan segudang ilmu yang ia miliki, namun beliau sangatlah tawadhu.
“Boleh bertanya, tapi jangan sulit-sulit,” kata pak Irud, menceritakan guyonan pak AR bila sedang pengajian.
Diungkapkan Drs H Sukriyanto, M.Hum, pak AR ini bukan sarjana. “Tapi pernah suatu hari mendaftar jadi mahasiswa di Semarang, tapi malah disuruh jadi dosen,” ungkap Sukriyanto, anak kandung pak AR.
Pak AR juga dikenal sebagai komunikator ulung. Pernah pada Muktamar IPM di Cirebon, dalam sambutannya beliau meminta maaf di hadapan para menteri bila anak-anak IPM ini melakukan kesalahan. “Karena mereka ini masih anak-anak dan masih perlu banyak bimbingan,” kata pak AR yang menambahkan oleh karenanya mohon bimbingan agar anak-anak IPM ini bisa baik.
“Tapi juga kalau anak-anak IPM ini butuh bantuan dana dan bantuan lainnya tolong dibantu,” kelakar pak AR.
Umar Sanusi, salah satu jamaah yang merupakan Ketua Pemuda Muhammadiyah Daerah Wates pada masa pak AR, menyampaikan kesaksiannya terkait kancil, kiatnya pak AR.
Kancil, dalam hal ini adalah humor dan kecerdikan Allaahuyarkhan dalam menyampaikan pesan. “Bahkan kritikan yang ia sampaikan tidak membuat sakit penerimanya,” kata Umar Sanusi, yang diiyakan Sukriyanto AR.
Pada kesempatan itu, Sukriyanto AR menjelaskan bagaimana pak AR berdakwah saat menjelaskan shalat ied di lapangan. “Yakni dengan menanyakan kepada kiai-kiai tradisional untuk memberikan penjelasan terkait hadis yang memerintahkan shalat ied di lapangan,” ungkap Sukriyanto lagi.
Lalu, pak kiai mengatakan, hal itu dilakukan bila jamaah tidak cukup di masjid.
Kemudian, hari-hari selanjutnya pak AR keliling kampung untuk menyerukan shalat ied berjamaah. Alhasil, jamaahnya pun melebihi kapasitas masjid. Dan kiai tradisional itu pun menyeru jamaah untuk shalat di lapangan.
“Jadi, pak AR itu berdakwah dengan menggunakan kekuatan kiai tradisional sendiri, tanpa menyinggung mad’u-nya,” pungkas Sukriyanto, penulis buku. (Ilham)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow