Abdul Mu'ti: Penggunaan Teknologi Tak Boleh Hilangkan Nilai Utama Ibadah

Abdul Mu'ti: Penggunaan Teknologi Tak Boleh Hilangkan Nilai Utama Ibadah

Smallest Font
Largest Font

MAGELANG – Segala aspek kehidupan manusia kini tak luput dari terjangan teknologi. Kemajuan ini menuntut manusia untuk beradaptasi dalam berbagai hal, tak terkecuali ibadah.

Umat beragama mengekspresikan kreativitas mereka dalam pelaksanaan perintah Tuhan dengan mengadaptasi cara yang berubah, namun nilai-nilai dasarnya tetap konsisten. Sebagai contoh, jamaah haji atau umroh menggunakan travelator sebagai sarana untuk melaksanakan tawaf.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Demikian disampaikan oleh Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti pada (10/11) dalam Tabligh Akbar Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) yang dihadiri oleh ratusan jemaah.

Abdul Mu'ti menyatakan bahwa penggunaan travelator oleh jemaah haji untuk melakukan tawaf adalah suatu hal yang diizinkan. Namun, ia menekankan bahwa yang tidak diperbolehkan  adalah mengubah nilai utama tawaf, yakni jumlah putaran tujuh kali.

“Tetapi kalau enggak kuat jalan kaki kemudian juga memang secara fisik sangat lemah, ternyata kan boleh dengan duduk manis begitu, kemudian mengelilingi Ka’bah tujuh kali,” ungkap Mu’ti.

Bahkan, melesatnya kemajuan teknologi membuat munculnya ide-ide anti-mainstream. Di antaranya, ada ulama yang mewacanakan ibadah haji dengan metaverse. Wacana itu tentu tidak sesuai dengan ayat perintah berhaji, ujar Abdul Mu’ti  yang juga tidak setuju dengan wacana itu.

Di sisi lain, penguasaan teknologi ini menurutnya juga diperlukan untuk merawat lembaga Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Sebab, AUM tidak boleh hanya sekadar bertahan, melainkan mengikuti segala dinamika dengan capaian yang diinginkan.

“Kita tidak boleh sekadar bertahan, tetapi juga mungkin bertengger. Kalau bertahan kan sekadara bertahan saja, kalau bertengger itu mesti di atas,….. Karena itu kuncinya agar kita ini bisa bertengger tidak sekadar bertahan maka memang harus ada inovasi, kreasi,” ungkapnya.

Kebaruan menurut Mu’ti, tidak harus sama sekali baru dan belum ada di tempat lain. Tetapi kebaruan tersebut menjadi baru karena dia unik, sehingga keunikan tersebut menjadi menonjol dan pembeda dengan yang lain. (*)

Berita ini disadur mediamu.com dari muhammadiyah.or.id dengan artikel berjudul Beribadah dengan Memanfaatkan Teknologi, tapi Jangan Kehilangan Nilai Utamanya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow