ads
Tiga Konsekuensi Bermuhammadiyah Menurut Ikhwan Ahada

Tiga Konsekuensi Bermuhammadiyah Menurut Ikhwan Ahada

Smallest Font
Largest Font

BANTUL - Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, Dr. M. Ikhwan Ahada, M.A. menjelaskan bahwa ketika para pimpinan dan warga persyarikatan menjadikan Muhammadiyah sebagai manhaj hidupnya, maka terdapat tiga konsekuensi yang mengiringinya dalam setiap aktivitas dan perjuangan.

Hal ini disampaikannya pada materi “Penguatan Ideologi Muhammadiyah” dalam Dialog Ideopolitor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul, Kamis (12 Rabiul Awal 1445 H bertepatan 28 September 2023) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Konsekuensi pertama, akan memantik dan menguatkan rasa iman atau believe-nya kepada Allah. Bermuhammadiyah artinya siap untuk menghidupkan dan menguatkan iman kepada Allah. Kedua, orang yang ikhlas dan niat untuk masuk Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah itu harus memantik dan mengoptimalkan penggunaan akal sehat. Mengutip istilah dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, akal sehat sama dengan akal suci, sedangkan menurut KH. Jindar Tamimi, menggunakan akal sehat itu artinya mengoptimalkan akal budi.

Lalu yang ketiga, ketika bermuhammadiyah dan beraisyiyah itu, maka harus memantik dan menumbuhkembangkan amal sholeh, sebagai konsekuensi dari iman kepada Allah. Oleh karenanya, dalam mengetahui dan memahami iman di Muhammadiyah itu, kembali kepada KH. Ahmad Dahlan yang mencoba memahami Islam bukan berdasarkan teori tentang bagaimana mengumpulkan orang lalu mendirikan organisasi, tetapi mencoba memahami ayat - ayat Allah, dalam hal ini Surat Ali Imran ayat 104 dan 110, Surat Al Maun, dan sebagainya, itulah yang menginspirasinya.

Sehingga Islam dan iman itu dipandang oleh Kiai Dahlan sebagai kesatuan entitas yang isinya kepada Allah dan sesama manusia berupa amal sosial. “Jadi Kiai Dahlan tidak belajar menjadi seorang tokoh, guru besar, profesor, atau pembesar, tetapi beliau mendapatkan informasi ilahiyah dari ayat dan surat itu baru kemudian bergerak menggunakan akal budi dan sekaligus akal sucinya, lahirlah Muhammadiyah,” kata Ikhwan.

Ternyata, Muhammadiyah sebagai wadah tidak cukup dengan mendirikan organisasi, tetapi juga lembaga yang menjadi bukti nyata kontribusinya kepada masyarakat yang dikenal sekarang sebagai pilar dakwah Muhammadiyah. Terdiri dari feeding (sosial kemanusiaan), schooling (pendidikan), dan healing (kesehatan).

Dalam feeding, iman dari Kiai Dahlan itu kemudian mewujud pada memelihara dan menyantuni anak-anak yatim, kemudian berkembang juga kepada mustadh’afin dari kalangan manapun, Muhammadiyah mengembangkan itu.

Terkait schooling, Kiai Dahlan memahami iman dan islam ini tidak pada dataran syariah, yang berupa shalat, zakat, dan puasa hingga puncaknya naik haji. Tetapi iman yang kemudian meretas dalam kehidupan syariat itu diimplementasikan juga. Sehingga, banyak hadits mengatakan, siapapun yang haji tetapi tetangga kanan dan kirinya masih kelaparan, sesungguhnya hajinya itu bukan mabrur dan belum bermanfaat bagi kemanusiaan sekitar.

Adapun, haji yang mabrur, yang berasal dari kata al-birr yang artinya kebaikan karena taat yang landasannya ketaatan, manakala ketika fakir miskin dan orang - orang mustadh’afin di sekitarnya oleh para hujjaj ini kemudian diangkat lah mereka dari mustahik menjadi muzakki.

Ini konsep iman menurut Kiai Dahlan yang sangat luar biasa. Beliau bukan profesor, doktor, master, apalagi sarjana. tetapi mampu memahami Islam itu dengan begitu indahnya dan itulah yang sekarang menjadikan Muhammadiyah terus melaju hingga berumur 1 abad lebih. “Kalau kita lihat, berapa banyak profesor dan guru besar dengan tidak mengecilkan hati mereka semua, tetapi Kiai Dahlan jauh di atas mereka. Beliau memahami agama ini dengan kultur akal suci dan akal budi,” ucap Ikhwan.

Kemudian di bidang healing, dakwah di rumah sakit dituntut untuk terus berkolaborasi, kohesi, dan sinergi, dengan PKU Muhammadiyah di Bantul dan DIY supaya dakwah kesehatan ini terasa betul di tengah masyarakat. Ketua MPKU PP Muhammadiyah, M. Agus Samsudin, MM. pernah menyampaikan terkait rumah sakit sebagai media dakwah, dengan mengambil contoh beberapa rumah sakit swasta lainnya tidak ada dari mereka yang tidak berjejaring.

Sehingga kekuatan mereka itu dari segi keuntungan atau dividen, 6 rumah sakit mereka jauh melebihi keuntungan 27 rumah sakit Muhammadiyah.Bahkan, jika semua RS Muhammadiyah digabung keuntungannya dengan rumah sakit swasta tersebut masih kalah.

Meski begitu, rumah sakit swasta tersebut minus di sektor amal atau kendaraan menuju akhirat. Sementara PKU Muhammadiyah mempunyai kelebihan bahwa ini wujud iman persyarikatan untuk menyehatkan anak bangsa dengan tidak mengurangi aspek profesional, tetapi punya semangat Al Ma’un. Inilah yang membedakan PKU Muhammadiyah dengan rumah sakit lainnya

Tapi ada catatan, bahwa andai 27 RS ini kemudian diproyeksikan dalam lima tahun ke depan memiliki benefit yang terus bisa dilipatkan, maka kemanfaaatan dakwah kita di bidang kesehatan akan jauh bisa dirasakan masyarakat. Ini menjadi tuntutan kader yang bekerja di rumah sakit harus berpacu, berfastabiqul khoirot, di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial kemasyarakatan.

Tiga hal inilah yang kemudian menjadi wujud imannya Kiai Dahlan dan berkembang sampai sekarang. Seluruh amal usaha Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang diwujudkan itu sesungguhnya landasannya adalah keimanan kita kepada Allah SWT.

Sementara itu, kompleksitas dalam melihat Muhammadiyah saat ini harus menjadi kebanggan dan rasa syukur kepada Allah, karena kita disatukan dalam sebuah ikatan jam’iyah yang bernama Persyarikatan Muhammadiyah. Oleh karena itu, Muhammadiyah disebut sebagai jamaah, harokah, dan asy-syirkah.

Jamaah itu modernisasi, berkaitan dengan bagaimana anggota, imamah kepemimpinannya, administrasinya dan inilah yang dinamakan organisasi jamaah. Lalu harokah adalah ideologi gerakan yang tidak pernah berhenti bagi Muhammadiyah untuk terus membawa kebaikan dan menghadirkan Islam sebagai solusi

Maka dari itu, ketika ada komunitas yang kurang pintar, Muhammadiyah menghadirkan sekolah untuk mereka, begitu juga saat ada yang sakit Muhammadiyah dirikan rumah sakit. Bahkan, Muhammadiyah berada di garis terdepan ketika ada yang membutuhkan pertolongan kemanusiaan melalui LRB/MDMC, panti asuhan, senior care, dan sebagainya.

"Inilah islam yang diusung Muhammadiyah sebagai wujud keyakinan kita kepada Allah. Maka kesyukuran kita dalam bermuhammadiyah ini diwujudkan semangat kompak dan manfaat. Ciri ini sudah melekat ke kita dan satu di antaranya adalah konsolidasi melalui ideopolitor ini, (sebagai) bagian dari mengkonsolidasikan religiusitas, rasa gerakan kita dari satu rasa ke gerakan, juga rasa kebersamaan jamaah kita dan organisasi kita,” pungkas Ikhwan. (*)

 

Wartawan: Dzikril Firmansyah

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow