Rakornas Ponpes Muhammadiyah Bahas Standarisasi Nasional
BANTUL — Pondok Pesantren (ponpes) merupakan sebuah bentuk institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia yang memiliki ciri khas.
Pendidikan pesantren mampu membangun karakter yang sesuai dengan moral Islam dan juga budaya lokal Indonesia.
Dewasa ini, pesantren sudah banyak berkembang dan menyesuaikan dengan pendidikan modern, di mana salah satunya adalah ponpes yang dikelola oleh Muhammadiyah. Meskipun ciri khas kesederhanaan masih menjadi poin utama dalam kegiatannya.
Untuk memberikan panduan bagi ponpes Muhammadiyah tersebut, Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren (LP3) PP Muhammadiyah menggelar Rakornas (Rapat Kerja Nasional) Pesantren Muhammadiyah pada 11-12 Agustus 2018 di Ruang Auditorium Gedung KH Ibrahim, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Rektor UMY, Dr. Ir Gunawan Budiyanto, MP, menyampaikan, untuk mencapai tujuan dari pendidikan pesantren Muhammadiyah perlu dibentuk standarisasi sebagai pedoman.
Jumlah ponpes Muhammadiyah terus bertumbuh dan saat ini ada 220 Muhammadiyah Boarding School (MBS) yang tersebar di seluruh Indonesia. “Karena itu, perlu dibentuk patokan-patokan yang dapat digunakan sebagai parameter agar sebagai institusi pendidikan MBS dapat terstandarisasi,” kata Gunawan Budiyanto, Minggu (12/8/2018), yang menambahkan hal ini dilakukan baik untuk kurikulum ataupun dari menejerialnya.
Sementara itu, Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc, M.Ag, menyebutkan, meski ponpes menyesuaikan dengan pendidikan modern, tapi ponpes tidak boleh kehilangan ciri khasnya.
Saat ini, pendidikan dalam ponpes memang menyesuaikan dengan kurikulum modern dan tidak hanya mengajarkan pendidikan agama saja. “Meski begitu, ciri khas yang menjadi identitas ponpes tidak boleh ditinggalkan,” ujar Yunahar Ilyas, Ketua PP Muhammadiyah, yang menyebutkan ada tiga hal yang menjadi ciri khas dari pendidikan ponpes.
Pertama adalah adanya kiai, meskipun dalam Muhammadiyah istilah ini jarang digunakan, namun ia sangat lekat dengan ponpes. Definisi dari kiai ini adalah seseorang yang alim dan menetap. “Karena itu di ponpes harus ada figur yang alim dan bisa menetap untuk menjadi pedoman dan memberikan pedoman bagi santrinya,” papar Yunahar Ilyas.
Kedua adalah pengajaran bahasa Arab. Ponpes harus memberikan pendidikan bahasa Arab yang mencakup empat tingkatannya: kemampuan untuk mendengar, membaca, menulis, dan berbicara dengan bahasa Arab.
Ketiga adalah kesalehan. Alumni dari ponpes harus memiliki kesalehan, baik dalam pikiran dan juga tindakan sebagai hasil dari asuhan dan asahan selama berada di ponpes. “Karena ini yang menjadi pembuktian dari pembentukan karakter oleh ponpes sebagai sebuah institusi pendidikan,” jelas Yunahar.
Rakornas itu membahas pengembangan potensi dan kualitas dari ponpes Muhammadiyah. Dan, Rakornas kali ini mengangkat tema pesantren Muhammadiyah mandiri dan berkemajuan.
Diskusi yang dilakukan mencoba untuk mengeksplorasi potensi keunggulan dari ponpes Muhammadiyah dan menyempurnakan draft buku panduan pesanten Muhammadiyah.
“Juga membahas peran ponpes sebagai pusat kaderisasi,” ujar Dr Maskuri, M.Ed, selaku Ketua LP3 PP Muhammadiyah.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow