Rakerwil Lazismu DIY: Harus Bertransformasi Menuju Digital Fundraising
YOGYA – Untuk bisa memahami digital fundraising tidak harus seseorang lulusan teknik atau sejenisnya. Semua orang dari latar belakang apapun bisa mempelajari dan melakukan digital fundraising bila sungguh-sungguh menekuni.
Pernyataan tersebut menjadi inti pada materi “Digital Fundraising dan Loyalitas Muzakki” pada hari ke-2 Rakerwil Lazismu DIY, Sabtu (22/1), di Ballroom Hotel Tjokro Style, Yogyakarta. Joko intarto dari Badan Pengurus Lazismu PP Muhammadiyah Bidang Kelembagaan hadir sebagai narasumber.
Lazismu saat ini tengah bertransformasi sistem dari analog fundraising menuju digital fundraising. Meskipun sudah melakukan digitalisasi dalam mekanisme kerjanya, masih belum merata di beberapa wilayah. Ada kendala yang dialami personel Lazismu, mulai dari generation gap dimana dalam kepengurusan Lazismu masih terdapat para generasi tua, padahal analog sementara pasar sekarang berkembang ke arah digital.
Fakta ini juga didukung dengan banyaknya jumlah anak muda dibandingkan orangtua dan teknologi telah berpindah dari analog ke digital. “Inilah yang menimbulkan generation gap antara para orangtua dengan anak muda,” ungkap Joko.
Kendala lain adalah budaya digital di lingkungan Lazismu belum tumbuh. Budaya digital maksudnya adalah berpikir secara digital dengan sadar akan pentingnya data. Hal ini belum dilakukan beberapa pengurus Lazismu. Terbukti dengan adanya data yang berceceran dimana-mana.
Joko menjelaskan bahwa prinsip dasar digital adalah data. Lalu, fundraising diartikan sebagai kegiatan mengumpulkan uang. Serhingga digital fundraising adalah untuk mengumpulkan uang berbasis dari data ke data. Oleh karena itu, para amil atau pengurus Lazismu harus bisa menggunakan teknologi berupa platform, server, dan aplikasi untuk menghasilkan orang dalam bentuk akun agar mau berdonasi ke akun Lazismu itu sendiri.
“Dalam dunia digital tidak ada yang namanya orang, adanya akun. Anda berada di dunia digital diwakili oleh akun, baik lewat email, media sosial, dan semacamnya. Maka, ada orang yang punya banyak akun sehingga dia punya banyak dunia dalam dunia digital tersebut,” jelasnya.
Supaya digital fundraising di Lazismu bisa sukses, yang harus ditekankan adalah investasi sumber daya manusia (SDM) yang mau fokus di dunia digital. Kemudian, memiliki program kedaulatan data, artinya menyelamatkan semua data yang berceceran untuk disimpan menjadi aset di Lazismu.
Setelah itu, membiasakan untuk membuat budaya baru dalam digitalisasi ini, contohnya memberdayakan website dalam pelayanan Lazismu dan menerima semua metode pembayaran, seperti kartu debit atau kredit, aplikasi, dan semacamnya.
Joko juga melihat potensi besar dari Lazismu DIY terkait digital fundraising. Menurutnya, perolehan zakat fitrah saja dari seluruh umat Islam di DIY bisa menggerakkan roda ekonomi setidaknya di provinsi, belum ditambah dari zakat mal, infaq dan shodaqoh.
Maka, melalui digital fundraising, perolehan zakat, infaq, dan shodaqoh diharapkan bisa mempermudah hal itu sehingga perolehan donasi jadi semakin besar dalam waktu yang singkat. Terlebih banyak programmer/developer berkualitas berasal dari DIY dan pusat pengembangan digitalisasi nasional juga berada di DIY.
“Saya berharap kedepannya ada pelatihan digital fundraising di Lazismu DIY. Dengan demikian DIY bisa menjadi acuan dalam hal perolehan zakat, infaq, dan shodaqoh secara online dari seluruh wilayah dan dari DIY juga semoga bisa lahir Lazismu Digital, ” harap Joko. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah Atha Ridhai
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow