PPKM Level 2, Seluruh Sekolah Muhammadiyah Yogya Tatap Muka Terbatas
YOGYA – Turunnya level PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dari tiga ke dua per 19 Oktober di DIY, berimbas pada proses pembelajaran khususnya sekolah Muhammadiyah di Kota Yogyakarta. Jika awalnya Pembalajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) hanya di 22 sekolah, kini dilakukan di seluruh sekolah.
Sambil berjalan, keputusan tersebut terus ditinjau Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta melalui Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC). “Prinsipnya, persyarikatan menjaga keamanan dan keselamatan seluruhnya,” tutur Ketua PDM Kota Yogyakarta, Drs. H. Akhid Widi Rahmanta.
Saat ini seluruh sekolah telah diperkenankan menyelenggarakan PTMT dengan protokol kesehatan ketat yakni diadakannya cek suhu, kewajiban memakai masker, dan cuci tangan pakai sabun. Kebijakan lainnya ialah bahwa anak-anak yang akan masuk perlu mendapat izin dari para orangtua dengan melampirkan surat pernyataan.
Jumlah siswa-siswi yang hadir di sekolah dalam satu waktu pun diatur supaya tidak melebihi 50% kapasitas. Mereka masuk secara bergantian. Waktu pulang pun diatur supaya siswa-siswi segera dijemput orangtuanya dan tidak lantas pergi bersama teman-temannya.
“Susahnya itu yang sekolahnya berdampingan, seperti SD Muhammadiyah Sokonandi, SMP Muhammadiyah 2, dan SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta,” tutur Akhid.
Karena keberadaan bangunannya berdekatan, ia berpesan pihak sekolah supaya dapat mengatur dengan baik jam pulang anak-anak sehingga tidak menimbulkan kerumunan.
Segala upaya membenahi pendidikan, lanjut Akhid, sebenarnya adalah usaha mencegah adanya loss generation. “Keadaannya kan anak-anak nggak sekolah tapi tahu-tahu udah harus naik kelas,” tuturnya.
Hal ini juga yang dirasakan Agung Rahmanto, S.H., M.Pd., Kepala SD Muhammadiyah Sapen. Menurutnya, sekolah perlu terus berupaya agar jangan sampai terjadi learning loss meskipun keadaan serba terbatas.
Usai penurunan level PPKM ini, SD Muhammadiyah Sapen menerapkan pembelajaran hybrid dimana 1/3 siswa mengikuti kelas secara langsung di sekolah, sedangkan 2/3 mengikuti dari rumah. Jadwal masuk siswa diatur, untuk kelas 1 dan kelas 3 masuk di jadwal waktu yang sama, sedangkan kelas 2 dan kelas 4 di jadwal lainnya.
Agung menekankan bahwa untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, yang paling penting adalah kesiapan guru. Hal ini sudah menjadi fokusnya sejak awal pandemi. Sekolah berusaha dengan berbagai macam cara agar anak didik bisa berinteraksi dengan bapak ibu guru. Jarak jauh tapi anak terus bisa terhubung dengan gurunya.
Metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah pada situasi itu adalah metode Pembelajaran Berbasis Aktivitas Siswa (PBAS). Metode ini mengupayakan agar siswa dapat terlibat dan berbuat, tidak hanya mendengar.
Jika siswa-siswi hanya diberi soal dan tugas, mereka tidak akan belajar. Sehingga, para guru perlu hadir dengan interaksi terbatas melalui ruang-ruang daring demi tetap menanamkan pendidikan karakter bagi anak. Sekolah mengoptimalkan penggunaan google classroom dan google meet untuk belajar.
“Guru itu kalau pepatah jawa harus asah, asih, dan asuh. Mengasuh jangan sampai ada penurunan karakter,” jelasnya.
Dalam menyiapkan guru-guru menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang matang, Agung mengaku tidak mudah. Awal-awal pandemi, banyak dari mereka yang belum pandai menggunakan teknologi.
Beruntung para guru SD Muhammadiyah Sapen mau saling belajar dan mendukung. Mereka yang sudah lebih lihai menggunakan teknologi mengajari yang belum terbiasa. Kepala Sekolah pun terus mendorong mereka. Guru yang hebat adalah yang punya problem solving, bukan menjadi problem maker. (*)
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow