Haedar Nashir Apresiasi Usaha 'Aisyiyah untuk Kemanusiaan dan Perempuan Selama 107 Tahun

Haedar Nashir Apresiasi Usaha 'Aisyiyah untuk Kemanusiaan dan Perempuan Selama 107 Tahun

Smallest Font
Largest Font

SURAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Haedar Nashir menyampaikan ucapan selamat milad kepada ‘Aisyiyah yang telah melayani umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta selama lebih dari satu abad. 

“’Aisyiyah telah bergerak nyata melintasi zaman, tidak hanya di pusat-pusat kota, tetapi juga hingga ke daerah-daerah terpencil dan bahkan dunia internasional,” kata Haedar.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Ini Haedar sampaikan kala menghadiri Resepsi Milad ke-107 ‘Aisyiyah yang diadakan di Universitas ‘Aisyiyah Surakarta pada Ahad (19/5). Ia hadir bersama Ketua PP Muhammadiyah Agung Danarto, Busyro Muqoddas, Dahlan Rais, Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti.

Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan bahwa ‘Aisyiyah, sebagai pelopor gerakan perempuan Islam di dunia, berlandaskan pada nilai-nilai keislaman. Nilai-nilai ini menjadi panduan ‘Aisyiyah dalam memandang peran perempuan.

Kehadiran ‘Aisyiyah telah memungkinkan perempuan untuk berperan tidak hanya di ranah domestik tetapi juga di ranah publik, dengan pandangan bahwa perempuan memiliki derajat yang sama dengan laki-laki di ruang publik.

Sebelum ‘Aisyiyah hadir, pandangan Islam di Indonesia memposisikan perempuan hanya di ranah domestik karena pandangan konservatif. Namun, pada awal abad ke-20, pengaruh Barat yang liberal mengubah pandangan ini, membuat perempuan bebas berperan.

“’Aisyiyah telah mengambil posisi wasathiyah, berada di tengah-tengah antara pandangan konservatif dan liberal, dan ini menjelaskan posisi kita,” ujarnya.

Haedar menekankan pentingnya menjaga dan memperkaya nilai tengahan atau wasathiyah yang ada di ‘Aisyiyah. Nilai ini dipadukan oleh Nyai Walidah dengan nilai kemajuan yang lahir dari Islam.

Meski tidak belajar dari Barat, Nyai Walidah Dahlan mempelajari Al-Qur’an dari Kiai Ahmad Dahlan dan ayahnya. Dari proses ini, lahir pemikiran nilai tengahan yang berkemajuan sebagai dasar gerakan perempuan.

Pandangan maju Nyai Walidah menjadikannya perempuan pertama yang berpidato dalam Kongres ke-15 Muhammadiyah pada 1926 di Surabaya.

Pada masa itu, Nyai Walidah membuktikan bahwa perempuan tidak hanya sebagai penonton, tetapi juga bisa memimpin dan duduk setara dengan laki-laki.

Pandangan maju Muhammadiyah-‘Aisyiyah pada Muktamar ke-48 dimodifikasi menjadi Risalah Islam Berkemajuan dan Risalah Perempuan Islam Berkemajuan.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow