Momentum Idul Fitri, Umat Islam Harus Jaga Ibadah
SLEMAN – Panitia Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Tirtomartani, Kalasan, Sleman melaksanakan salat Idul Fitri 1444 Hijriah di lapangan Raden Ronggo Kalasan, Jumat (21/4).
Suasana pagi yang terang menambah semangat jamaah yang begitu antusias melaksanakan ibadah. Terlihat berbagai kalangan dan usia mulai pukul 05.45 wib memasuki area lapangan yang telah disediakan panitia.
Ada sekitar 6000 lebih jamaah memadati lokasi dan beberapa jamaah nampak harus membuat shaf atau barisan diluar yang telah disiapkan oleh panitia.
Pelaksanaan salat Idul Fitri dimulai pukul 06.30 Wib, dengan imam Ustadz Supadi, S.Pd seorang Konsultan Nasional Pendidikan Al Quran. Kemudian, dilanjutkan khutbah yang disampaikan oleh Ustadz Machnun Uzni, S.I.Kom selaku Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Dalam khutbahnya, khatib menyampaikan pesan refleksi Ramadan dan keutamaan silaturahmi. Dalam Ramadan, sahur akan memberi pelajaran bahwa yang diakhirkan bisa menjadi yang paling utama, sebab pamer ibadah hanyalah kepada Sang Pencipta.
Selanjutnya puasa akan memberi pelajaran, bahkan lapar dan dahaga pun bisa menjadi kemenangan.
“Jika kita bisa melumpuhkan lisan, penglihatan, dan pendengaran dari semua godaan,” ujar Machnun.
Dalam Ramadhan pula, Maghrib akan memberi pelajaran, bahkan gelap pun bisa menjadi kebahagiaan. Jika umat telah menunaikan ketaatan dan menempuh perjuangan.
Khatib menambahkan, insan bertaqwa, setelah digembleng amalan ramadhan, akan terbentuk sosok insan beriman dan beramal shaleh yang utama.
“Jika kita memiliki karakter seperti itulah berarti shiyamu ramadhan kita menjadi mikratul ruhaniah, yakni menjadi insan muttaqin dengan wujud keadaban utama dalam diri pribadi, pada keluarga, di masyarakat, bangsa dan kemanusiaan universal,” jelas sang Khatib
Menurutnya, kebaikan ibadah selama Ramadan harus terus terjaga, diistiqomahkan dan dilestarikan mengutip Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa
perilaku keberagamaan seseorang yang paling dicintai oleh Nabi adalah yang diistiqamahkan dan senantiasa dilestarikan.
Mengutip juga Surat An-Nahl ayat 92, Machnun mengingatkan agar jangan sampai pelajaran-pelajaran berharga yang dipetik dari madrasah Ramadan tidak terlihat bekasnya selepas Ramadan.
“Jangan sampai kita menjadi seperti perempuan yang memintal benang kemudian mengurainya kembali,” tegasnya.
Lalu, fenomena Idul Fitri yang boleh jadi menjadi ciri khas masyarakat adalah budaya mudik. Machnun menjelaskan, ada tarikan untuk pulang di akhir Ramadan. sebagaimana kehidupan menuju kematian. Bagi Machnun, kampung kelahiran adalah tarikan kehidupan, untuk sekedar bernostalgia dengan kenangan atau menghapus peristiwa masa silam.
Pastinya ada persaudaraan erat yang disambungkan dan akrab yang dihubungkan ulang. Inilah tarikan kasih sayang, betapa sangat berharga saudara atau sahabat yang singgah dalam kehidupan.
“Jarak dan uang tidak lagi menjadi sebuah penghalang. Kelelahan dan menguras isi tabungan berganti dengan kegembiraan manakala bersua dengan saudara dan kawan. Orangtua lega, tetangga kiri kanan menyapa dengan penuh kehangatan. Inilah hari raya kasih sayang hari kemenangan,” tutur Machnun.
Sebagai penutup, Khatib menyampaikan kutipan pesan kasih sayang yang diingatkan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam”. (HR. Muslim). Dan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, “Tidak beriman seorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari). (*)
Berita ini diterima mediamu.com dari Affan Safani Adham
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow