Medsos Hendaknya Dijadikan Alat untuk Saling Mempengaruhi dalam Kebaikan

Medsos Hendaknya Dijadikan Alat untuk Saling Mempengaruhi dalam Kebaikan

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Saat ini sangat penting beretika dalam media sosial mengingat kita lahir bersama gawai. Jika dahulu televisilah yang dinamakan kotak ajaib karena di dalamnya berisi segala macam informasi, sekarang kotak ajaib itu berada dalam genggaman dengan informasi yang lebih pesat lagi.

Hal tersebut disampaikan Dr. H. Robby Habiba Abror, S.Ag, M.Hum., Wakil Dekan Bidang Dua Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PWM DIY, dalam kajian online bertajuk “Etika Medsos di Jagad Virtual”, Jum’at 7 Mei 2021.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Dalam acara virtual itu berlangsung sangat interaktif. Terbukti dengan sesi Tanya jawab yang ramai. Tak lupa Robby berharap agar kita selalu diarahkan dan dibimbing oleh Allah SWT agar tidak terpeleset dalam bersosial media.

Dalam acara yang diinisiasi oleh Masjid Darunnajah Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Robby Habiba Abror mengatakan bahwa kajian online ini sebagai bentuk pengayaan khazanah keilmuan selama masa pandemi Covid-19.

“Sejatinya, kita hidup di dua alam, yaitu alam nyata atau alam keseharian dan alam maya, jagad virtual atau cyber space,” terang Robby.

Dalam kajian daring tersebut, Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menjelaskan, dalam alam maya atau jagad virtual sangat penuh dan padat oleh segala macam informasi.

Melihat fenomena itu, Robby menguraikan tiga prinsip bermedia sosial agar tidak keluar dari koridor keislaman.

Prinsip pertama, pentingnya al-Qiyaam al-Asasiyah atau nilai dasar Islam terkait informasi. “Bersumber pada prinsip ini, seseorang yang terjun ke dunia maya harus tahu posisi kita sebagai muslim dan memiliki tauhid yang benar agar tata kembali diri kita dari akhlak yang buruk ke akhlak karimah,” kata Robby.

Sedangkan kedua, lanjut Robby, adalah al-Ushul al-Kulliyyah atau asas-asas universal dengan cara memberitakan sesuatu dengan selektif. “Kita sering mendapatkan informasi dengan judul yang provokatif, kemudian dibagikan dengan bebas tanpa membaca isi beritanya,” ungkapnya.

Hal ini bagi Robby, tentu sangat rawan dan menimbulkan konflik. “Terakhir, al-Ahkam al-Far’iyah atau ketentuan hukum konkret, yakni pedoman praktis dalam menyebarkan informasi ta’lim atau pengajaran, tanwir atau pencerahan, taudhih atau klarifikasi, tajdid atau pembaharuan,” kata Robby.

Menurutnya, ada kesan jarak antara usia – bahkan ideologi – tidak lagi berbatas. Mahasiswa seringkali kurang pas dalam bersikap di WhatsApp (WA) karena ketiadaan jarak itu. “Seolah-olah sudah berteman akrab dengan dosen, meskipun juga tidak salah, namun sikap tadzim kepada yang lebih tua tetap saja dibutuhkan,” kata Robby.

Pada kesempatan itu, Robby menyampaikan satu kata mutiara yang sarat makna ashohibu saahibun, yang bisa berarti sahabat itu punya kecenderungan memengaruhi. “Artinya, media sosial hendaknya dijadikan alat untuk saling memengaruhi dalam kebaikan,” tandasnya. (Affan)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow