Ketua PWM DIY: Muhammadiyah akan Bangun dan Jadi Naga yang Kuat daripada 9 Naga
YOGYA – Beberapa waktu lalu, saat pembukaan KOPDARNAS Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU), Ghufron Mustaqim selaku Sekretaris Jenderal melontarkan pernyataan bahwa Muhammadiyah itu lebih besar daripada sembilan naga di Indonesia. Istilah sembilan naga ini merujuk pada sekelompok pengusaha atau konglomerat yang memiliki pengaruh besar pada perekonomian Indonesia.
Hal itu bukan tanpa alasan, menurutnya valuasi market cap Muhammadiyah jika dihitung secara moneter berkisar di angka 400 triliun. Valuasi tersebut adalah angka yang besar, mengingat 12 perusahaan nasional terbesar saja hanya tidak mencapai angka tersebut.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PWM DIY) Dr. M. Ikhwan Ahada, M.A. mengamini pernyataan tersebut. Saat membuka Talkshow Hari Tani Nasional Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PWM DIY serta meluncurkan beras JATAM DIY, Senin (30/9).
Menurutnya, dibanding 9 Naga di Indonesia, ternyata ada naga satu yang secara korporasi jauh lebih kuat dari 9 naga itu. Melihat dari aspek dan sudut pandang, naga itu adalah Muhammadiyah.
Hanya saja, naga yang lebih kuat itu masih belum terbangun dari tidurnya, namun sedang menggeliat di berbagai lini. “Naga ini belum bangun dari tidurnya, yang mungkin sedang menggeliat. Salah satu indikatornya semakin banyak diversifikasi dakwah termasuk MPM ini dengan merangkul para nelayan, petani, dan seterusnya untuk bangkit dan mencoba berdiri. Bersama - sama tegak dengan naga-naga di bawahnya,” jelas Ikhwan.
Hal yang menjadikan Muhammadiyah lebih besar dan kuat dari 9 naga itu adalah fakta bahwa Muhammadiyah sangat inklusif, terbuka dan menerima apapun yang menjadi masukan dan kritikan. Sehingga, Muhammadiyah menjadi organisasi yang inklusif dalam mengemban amanah kemanusiaan.
Untuk itu, Ikhwan menilai tajdid yang dipelopori oleh MPM PWM DIY bersama JATAM DIY dalam bentuk talkshow dan peluncuran beras JATAM DIY ini patut diapresiasi. “MPM PWM DIY mengambil peran bahwa tajdid dimaknai sebagai pemberdayaan yang masuk ke kategori tamkiniyah, yakni memungkinkan dapat menjadikan masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya dan yang sudah berdaya menjadi lebih berdaya,” tuturnya.
Lanjutnya, langkah MPM ini membuktikan pada saatnya kalau Indonesia berkeinginan mandiri dalam pangan, maka tajdidnya masuk ke tahririyah yang artinya merdeka, dalam hal pangan yaitu memerdekakan diri dari ketergantungan impor beras. Memang impor beras di Indonesia memang memprihatinkan dan di sisi lain negara juga belum maksimal dalam mengelola hasil pertanian sendiri. Maka ini sesungguhnya bagian dan cara kita berdakwah merangkul dan memperluas radius dakwah dengan membuat jejaring.
“Kami sarankan untuk bertani ala milenial, antara hulu dan hilir tidak sekadar mengalir hasil produksi pertanian sampai ke hilir dengan pola konvensional, tetapi harus cerdas bagaimana hasilnya sampai hilir dibuat jejaring yang tersentuh hasil pertanian menjadi terarah,” saran Ikhwan.
Jika hulu ke hilir diibaratkan sebuah sungai, maka bagaimana sungai itu dikelokan sekian banyak sehingga sentuhan - sentuhan dari perjalanan antara hulu ke hilir bisa dirasakan semua orang. Dengan launching beras JATAM DIY ini diharapkan menjadi kontribusi nyata dalam memberikan konsumsi halal dan thayyib kepada pejabat negeri ini.
Bahkan, bukan tidak mungkin para TNI, aparat hukum, artis, buruh, pekerja, hingga pelajar dan mahasiswa pada saatnya memilih hasil produksi pertanian JATAM sebagai suplai beras serta membeli produk hasil tani dari Muhammadiyah. Karena itu, Muhammadiyah harus siap untuk itu.
“Yang terpenting adalah memanfaatkan jejaring milik persyarikatan dari pusat sampai ranting untuk peduli terhadap produk - produk rakyat dan petani yang betul - betul dibina oleh Muhammadiyah. Semoga kolaborasi antara MPM, JATAM, dan pemerintah akan menghasilkan ide baru untuk memberdayakan petani dan hasil produksinya,” pungkas Ikhwan. (*)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow