Kajian Jelang Buka RDK UAD: Ternyata Inilah Hadis-hadis Tentang Ilmu Pengetahuan 

Kajian Jelang Buka RDK UAD: Ternyata Inilah Hadis-hadis Tentang Ilmu Pengetahuan 

Smallest Font
Largest Font

YOGYA - Masjid islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) sebagai tempat penyelenggaraan berbagai rangkaian agenda kegiatan Ramadan di kampus selalu bisa mendatangkan antusiasme dari mahasiswa hingga masyarakat umum.

Agenda Ramadan di kampus berupa pembagian takjil dan kajian menjelang berbuka seolah menjadi agenda yang paling diminati. Melihat ramainya jamaah yang datang untuk berbuka dan mendengarkan kajian pada hari sebelumnya, yakni di hari pertama.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Pada hari Selasa (12/03), jamaah yang hadir sangat ramai dan bahkan lebih ramai dibandingkan hari sebelumnya hingga takjil sejumlah 3000 box habis terbagikan kepada jamaah.

Materi kajian menjelang berbuka puasa selalu mengangkat tema yang menarik. Tema kajian pada hari ini yaitu tentang hadis-hadis ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh Ustadz Miftah Khilmi Hidayatullah Lc., M.Hum.

Dia menyampaikan hadis itu segala apa-apa yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik itu masalah perkataan, masalah perbuatan, masalah ketetapannya atau terkait masalah sifat nabi SAW.

Itu semua merupakan hadis walaupun tetap dibedakan antara hadis qauli, hadis fi'li, hadis taqriri dan termasuk hadis itu ada yang berkaitan dengan kebiasaan pribadi Rasulullah SAW.

Dari tema kajian kali ini dapat diketahui bagaimana penetapan awal bulan Ramadhan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Diketahui pula Muhammadiyah menggunakan beberapa hadis dalam hal menentukan kapan awal bulan ramadhan ditetapkan.

Hadis-hadis tersebut sebagai landasan ilmu pengetahuan, pada konteks ini diaplikasikan dalam menentukan perhitungan waktu bulan ramadhan. 

Hadis yang disampaikan dan dibahas pada kajian hari ini yaitu hadis tentang menghitung hilal. Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

"Apabila kamu sekalian melihatnya hilal maka berpuasalah, apabila kalian itu melihatnya hilal tadi maka berbukalah, tetapi jika mendung maka kadarkanlah atau hitunglah."

Maksudnya yang pertama adalah puasa ramadhan dan kedua berbuka itu karena masuk syawal. Dari hadis tersebut kemudian dipahami Muhammadiyah dengan diartikan sebagai hal yang boleh untuk mengkadarkan jumlah hari dalam waktu satu bulan dengan melihat dan menghitung hilalnya. 

Hadis lain yang dibahas yaitu terkait kepandaian masyarakat islam sekarang dalam hal menulis dan berhitung.

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ. الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ، وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ.

"Sesungguhnya umatku ummiy, tidak dapat menulis dan juga berhitung. Adapun bulan ini (Sya’ban/Ramadan) seperti ini dan seperti itu, yakni terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari."

Sekarang masyarakat islam sudah tidak ummiy alias pandai menghitung dan pandai menulis. Miftah mengatakan bahwa kita bisa menentukan awal bulan itu dengan cara menghitung. Menghitung itu suatu hal yang boleh bukan wajib.  

"Dalam hadis itu ketika ada dalil kemudian dipahami itu bisa memunculkan kesimpulan. Terkadang ada kata perintah itu kesimpulannya dia wajib. Tapi ada juga kata perintah kesimpulannya tidak wajib bahkan tidak boleh.

Para tokoh-tokoh Muhammadiyah memusyawarahkan terkait melihat bulan untuk menentukan awal bulan ramadhan merupakan hal yang mubah, artinya boleh dengan menggunakan cara yang lain," terangnya.

Masih dalam konteks hadits-hadits ilmu pengetahuan, Miftah menambahkan tentang penyakit dan obat adalah hal yang berdampingan, seperti sabda Rasulullah SAW:

حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ، قَالَ حَدَّثَنِي عُتْبَةُ بْنُ مُسْلِمٍ، قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ، قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ، ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ، فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً ‏"‏‏.‏

"Apabila ada seekor lalat yang jatuh di minumman salah seorang diantara kalian maka tenggelamkan kemudian buang, karena salah satu sayapnya terdapat penyakit dan sayap lainnya terdapat penawarnya."

Dikatakan juga bahwa hadis ini sering disebut hadis-hadis ilmu pengetahuan. Dia mengatakan secara fiqih dari hadis ini, air yang kemasukan lalat itu tidak najis. Perintah menenggelamkan lalat adalah tidak wajib yang berarti boleh dilakukan atau tidak.

Dari hadis ini memunculkan semacam wawasan bahwasanya penyakit dan penawar atau obat itu berdampingan. Kemudian dicontohkan seperti halnya ular yang menggigit memiliki racun dari bisanya dan racun tersebut dapat disembuhkan dari empedu ular yang menjadi penawarnya atau obatnya. (*)

Wartawan: Dzikril Firmansyah

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow