Jihadi PCM Godean, Anies Baswedan: Tua Muda Bukan Soal Usia
SLEMAN – Menjelang peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021, Jihadi (Kajian Ahad Pagi) ke-68 mengangkat tema “Pemuda dan Masa Depan Bangsa”. Kajian ini dilaksanakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Godean, Ahad (24/10).
Pembicara utama hari itu Anies Rasyid Baswedan, S.E., M.P.P., Ph.D., Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Ia dibersamai pembicara selanjutnya yang merupakan kawan di masa kuliah, yaitu Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono, M.M., Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Berperan sebagai moderator, Dr. Arif Bintoro Johan, M.Pd. alias Ki Abeje, dengan peserta berjumlah 800 lebih. Pertama-tama, ia mempersilakan H. Gita Danupranata, S.E., M.M., Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Gita menyampaikan tentang kerapnya muncul kesalahpahaman antargenerasi. Orang tua sering berkomentar, “Cah saiki pada ra reti tata krama.” Sedangkan, anak muda cekikikan melihat kebiasaan orangtua yang mudah terjebak berita hoax di media sosial. Oleh karenanya, antargenerasi perlu saling memahami dan saling mengisi.
Keynote speech disampaikan Gubernur DKI Jakarta yang akrab disapa Anies Baswedan. Ia mengawali dengan mengatakan, “Biasanysa Sabtu dan Minggu itu untuk olahraga. Kalau di Yogya, olahraganya itu olah pikir. Seperti forum intelektual pada pagi ini.”
Berbicara soal pemuda, Anies menyebut dua hal yang tidak terlepas dari generasi itu. Pertama, kebaruan. “Anak muda keunikannya itu kebaruan,” jelasnya. “Kalau ada anak muda tidak membawa kebaruan, itu bukan lagi anak muda.” Muda dan tua memang bukan persoalan usia, melainkan bagaimana seseorang melihat masa depan.
Ia bercerita tentang seorang kenalannya di Kota Malang yang telah berusia 99 tahun. Meskipun secara usia dinilai tua, tapi cara berpikirnya sangat muda. Dalam setiap pertemuan, topik obrolannya selalu progresif. “Anies, bagaimana ini masa depan umat Islam, KPK kok dibekukan?” Kata Anies mencontohkan tuturan Muhammad, kenalannya tersebut.
Sifat kedua yang tidak lepas dari diri pemuda adalah dapat menjawab persoalan zamannya. Narasumber itu mengajak audiens kembali merefleksikan momen Sumpah Pemuda, dimana para pemuda di masa itu bersepakat tentang bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia, padahal mereka belum memiliki negara.
“Kita menganggap enteng soal bahasa, tapi itu merupakan terobosan luar biasa,” kata Anies. Jarang sekali negara punya kesepakatan hebat sebelum merdeka, tapi para pemuda melakukannya untuk memberikan solusi bagi masa depan.
Semangat Bhinneka Tunggal Ika, menurut Anies, terlihat jelas dalam momen itu. “Bhinneka” merupakan sunnatullah sehingga tidak perlu dibesar-besarkan, karena berasal dari Allah SWT. Hal yang perlu dirayakan ialah “tunggal”, merupakan usaha manusia untuk persatuan.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia itu melanjutkan bahwa terdapat dua tantangan di masa sekarang.
Pertama, ketimpangan di masyarakat baik antara yang terdidik dan tidak terdidik, di kota dan di desa, berpunya dan tidak berpunya, dan sebagainya. Padahal, sangat sulit sekali membangun persatuan dalam ketimpangan. Persatuan dibangun dalam kesetaraan.
Kedua, adanya kerusakan alam yang kini sering disebut-sebut dengan climate change. Tanda paling jelas terlihat pada cuaca yang terus berubah-ubah. Seperti hujan deras di musim kemarau dan bencana kekeringan di musim hujan.
Kalau tidak dijawab dengan langkah konkrit, menurut Anies, akan semakin parah. Tantangan-tantangan itulah yang mesti dijawab pemuda masa kini. Sekali lagi, pemuda bukan perkara usia, melainkan bagaimana memunculkan kebaruan dan memberikan solusi untuk zamannya.
Masih dengan antusiasme yang sama, peserta menyimak paparan narasumber selanjutnya yaitu Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono, M.M. Ia mengajar di beberapa kampus termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII).
Dalam paparannya, Prof. Heru menyampaikan beberapa refleksi ciri-ciri pemuda, di antaranya memiliki ciri fighter outside dan peaceful inside. Seorang pemuda dengan jiwa kepemimpinan perlu memiliki daya juang tinggi untuk terus bergerak memberi kebermanfaatan, tapi juga memiliki jiwa tenang dan empati dalam dirinya.
Ia juga menyampaikan bahwa pemuda perlu memiliki leading self yang kuat, energi positif, semangat rahmatan lil alamin, serta punya orientasi berusaha lebih baik dari waktu ke waktu. Indikator keberhasilannya, Heru menyebutkan, “Sebaik-baik kita yang paling bermanfaat dan berdampak bagi orang lain.”
Untuk itu, para pemuda membutuhkan kecerdasan-kecerdasan komprehensif, yaitu kecerdasan intelektual, emosional, kecerdasan eksekusi, kecerdasan resiliensi, dan kecerdasan spiritual. (*)
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow