Inilah Cara Membangun Personal Branding untuk Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah 

Inilah Cara Membangun Personal Branding untuk Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah 

Smallest Font
Largest Font

BANTUL – Kalis Mardiasih, seorang influencer dan penulis, membagikan pengalamannya tentang perjalanan karir yang dimulai dari penulis koran hingga menjadi konten kreator di platform digital. Kalis menekankan bahwa ide dapat datang dari mana saja, dan seorang mubaligh harus mampu memanfaatkannya secara kreatif. 

“Dalam membangun personal branding, seseorang tidak bisa berambisi untuk dikenal oleh semua orang. Langkah awal yang penting adalah mendefinisikan diri dan menentukan pesan apa yang ingin disampaikan sebelum mengambil tindakan lebih lanjut dalam menyebarkan dakwah,” katanya dalam materi “Membangun Personal Branding Mubaligh dalam Dakwah”, Sabtu (12/10) di PM3NAS IMM.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Optimasi platform digital sangat penting dalam era sekarang. Kalis menjelaskan bahwa di dunia digital, kuantitas sering kali lebih penting daripada kualitas. Semakin sering seseorang memposting konten, semakin lancar algoritma media sosial bekerja untuk mendukung keterlibatan audiens. 

Hal ini seperti mesin kendaraan yang semakin sering digunakan akan semakin lancar kerjanya. Oleh karena itu, para mubaligh harus berani tampil dan membuat konten yang dapat mewakili banyak orang, dengan fokus pada engagement, bukan hanya estetika semata.

Kalis juga menceritakan tentang tantangan yang dihadapinya sebagai kreator. Ada momen-momen ketika Kalis merasa tidak layak untuk terus berkarya akibat komentar-komentar negatif yang menjatuhkan. Rasa tidak percaya diri ini, menurutnya, adalah hal yang umum di kalangan orang-orang berilmu. Namun, ia berhasil melewati masa sulit tersebut dengan terus belajar dan melakukan yang terbaik. Baginya, kritik dari netizen yang hanya berkomentar buruk tidak perlu dimasukkan ke dalam hati.

“Karena mereka bukanlah audiens yang pantas untuk mempengaruhi perjalanan kreatif seseorang,” ujarnya.

Sebagai seorang mubaligh, penting untuk menjadi pemengaruh, bukan orang yang dipengaruhi. Terkadang orang-orang berilmu justru merasa tidak cukup otoritatif, padahal peran mereka adalah menyampaikan gagasan yang dapat menginspirasi. Saat ini, tren di media sosial cenderung diwarnai oleh konten-konten yang nyeleneh, bahkan sering kali yang berbau seksual.

Selain itu, fenomena seperti childfree dan scary married juga menjadi populer. “Sebagai muballigh, kita harus berani melawan tren negatif ini dengan cara yang cerdas, bukan hanya diam,” tuturnya.

Salah satu tantangan terbesar di media sosial adalah banyaknya komentar negatif dari orang-orang yang tidak memahami topik yang dibahas. Kalis mencontohkan kritik yang diterima oleh Reza Rahadian ketika ia membuat konten agama, di mana ia dikritik karena dianggap sebagai mualaf baru. 

Kritik semacam ini menunjukkan bahwa terlalu banyak orang yang memberikan komentar di luar kompetensi mereka. Oleh karena itu, penting bagi para mubaligh untuk tetap membranding diri dengan kuat dan tidak terpengaruh oleh hal-hal semacam itu.

Dalam menghadapi fenomena negatif di media sosial, Kalis menyarankan untuk terus membuat konten yang positif. Jika perlu, lakukan stitch pada video-video yang dianggap menyimpang, sehingga konten dakwah tetap bisa menyebar secara efektif. 

Menurutnya, personal branding yang kuat tidak hanya terletak pada tampilan, tetapi juga pada konsistensi dan keaslian pesan yang disampaikan. “Mubaligh harus berani tampil, percaya diri, dan fokus pada nilai-nilai positif yang bisa diangkat dalam dakwah, terlepas dari berbagai kritik yang mungkin datang,” pungkasnya. (*)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow