Ikhwan Ahada: Muhammadiyah itu Dahlaniyah
SLEMAN - Sosok dari K.H. Ahmad Dahlan, sang Pendiri Muhammadiyah, memang tak pernah bosan untuk dibahas. Terutama mengenai gagasan dan pemikirannya mengenai ajaran Islam yang di masanya sangatlah unik dan anti-mainstream dibandingkan para Kyai saat itu.
Dengan pemikiran dan caranya yang berbeda itu, maka Kyai Dahlan disebut distingtif dan distractor. Hal itu karena caranya dalam mengimplementasikan iman Islam dalam sosial dan kemanusiaan, tampaknya menjadi pembeda dengan Kiai saat itu.
“Kyai Dahlan memiliki ide besar untuk menerjemahkan agama dalam sebuah amal sholih yang sifatnya pribadi atau jama’i (sosial),” kata Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, Dr. M. Ikhwan Ahada, M.A. dalam acara Milad ke-2 Rumah Singgah Pasien Muhammadiyah, hari Sabtu (2/11).
Dengan landasan iman yang kuat dalam sosial kemanusiaan itu, Kyai Dahlan turut memikirkan bagaimana kesehatan, kebutuhan pokok, dan pendidikan dari warga bangsa yang bermula dari Kauman dan sekitarnya saat itu. Artinya, dalam mewujudkan iman dan amal sholih yang sifatnya jama’i, beliau mengajak rekan-rekannya untuk memikirkan orang lain.
Inilah yang menjadi pembeda dengan para kyai dan guru mengaji saat itu dan konsekuensinya tidak mudah serta resikonya juga berat. Sampai pada titik tertentu, Kyai Dahlan hampir saja meninggalkan Kota Yogyakarta, tetapi dibujuk oleh adiknya sehingga beliau kembali mendampingi warga Kauman.
Kyai Dahlan telah mewariskan cara pandang dan pikir Islam seperti yang sampai saat ini kita warisi. Maka, kata Ikhwan, tidak salah jika Muhammadiyah itu sesungguhnya boleh dikatakan Dahlaniyah. Dalam hal cara berpikir dan menerjemahkan pola bagaimana membuat Islam itu hadir di tengah masyarakat.
Ternyata, Kyai Dahlan dalam memahami Islam yang kemudian melembaga seperti saat ini, oleh Hamzah F. (2016) dalam disertasinya, melihat pola dan cara Kyai Dahlan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu rasionalitas, pragmatis, dan vernakularisasi.
Dari rasionalitas, Kyai Dahlan adalah orang yang cara berpikirnya dipacu oleh lingkungan untuk betul - betul mewujudkan sesuatu yang sifatnya teori menjadi realistis dan Itu memang riil. Maka kalau melacak dokumen pemikirannya, tentu tidak banyak. Tetapi, tinggalannya berupa amal - amal usahanya dan cara berpikirnya itu bisa dirasakan hingga saat ini.
Sementara dari sisi pragmatis, cara berpikir Kyai Dahlan adalah menjadikan Islam ini sebagai agama yang solutif, tetapi cara menghadirkannya dengan ijtihadiyah dan tajdidiyah. Artinya, bersungguh - sungguh, tidak sembarangan, dan berdiskusinya lebih lama daripada membangunnya.
“Wajar kalau di Muhammadiyah, mau mendirikan masjid rapatnya bisa 1 periode. Karena caranya Muhammadiyah menunjukkan kesungguhan, lalu diwujudkan dengan konsolidasi, berkoordinasi, rapat, memikirkan dampaknya, dan keberlanjutan itu sudah terpikirkan,” jelas Ikhwan.
Lalu dalam vernakularisasi, Kyai Dahlan punya pemikiran untuk mengkontekstualisasi sekaligus aktualisasi ajaran Islam, seperti yang dibutuhkan pada zamannya. Model dan cara berpikir itu terwujud dengan Kyai Dahlan menghadirkan Islam sesuai dengan zamannya. Dimana beliau menginginkan bahwa warga pribumi itu menjadi setara, setidaknya mendapatkan kesempatan hak dengan orang - orang priyayi dan Hindia Belanda.
Kyai Dahlan menghilangkan sekat itu dalam kehidupan nyata, dengan warga pribumi disekolahkan, mendapatkan akses kesehatan, dan lain sebagainya. Inilah cara berpikir beliau yang ingin menunjukkan Islam itu ad-din al hadharah atau agama yang hadir menjadi solusi dan pemecah persoalan. Itulah yang kemudian melembaga menjadi amal pendidikan, kesehatan, dan sosial kemanusiaan.
“Inilah yang saya berani katakan bahwa Muhammadiyah itu Dahlaniyah, setidaknya dalam cara berpikir. Seperti aktualisasi dan kontekstualisasi agama ke dalam kehidupan bermasyarakat ternyata menjadi pola mendasar dari Kyai Dahlan,” tegas Ikhwan.
Dari pola dan cara berpikirnya ini telah menjadi sesuatu amat sangat nyata dan riil yang kemudian menjadi solusi atas persoalan bangsa. Oleh karenanya, kita tidak boleh menjadi orang yang minder ketika bermuhammadiyah. Karena Muhammadiyah tentu akar sejarah dan tradisi besarnya sudah terbukti nyata dalam peran - peran kebangsaan.
Mulai dari tokoh- tokohnya yang mencetak kurang lebih 20 Pahlawan Nasional dari warga persyarikatan, hingga peran - peran strategis kebangsaan Muhammadiyah hadir menjadi garda terdepan. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow