Hati Membutuhkan Asupan Kabar Terverifikasi

Hati Membutuhkan Asupan Kabar Terverifikasi

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA —  Seiring berkembangnya teknologi, berbagai persoalan yang menyangkut hajat hidup masyarakat mulai bermunculan. Bahkan, umat Islam kerap terjebak dalam kompleksitas masalah dan dampak negatif perkembangan teknologi informasi.

Merespons hal itu, Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (MPI PWM DIY) Robby H Abror bersama beberapa pengurus pimpinan pusat Muhammadiyah lainnya menyusun fikih informasi (fiqhul i’lam).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Jadi, fikih informasi ini dirumuskan sebagai langkah implementasi program Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020 untuk mengoptimalkan peran kelembagaan,ujar Robby.

Dengan terus berkembangnya teknologi informasi, kini masyarakat juga banyak yang menggunakan media sosial (medsos). Berbagai masalah pun mengiringi kemunculannya. Karena itu, Robby juga menggagas akhlak bermedsos.

Wartawan Republika, Muhyiddin, belum lama ini berkesempatan melakukan wawancara dengan Ketua Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga tersebut. Berikut petikan perbincangannya terkait dengan fikih informasi dan akhlak bermedsos:

Apa itu fikih informasi?

Sebelum membahas tentang fikih informasi, kita coba mengerti dulu apa itu fikih agar diperoleh pengetahuan dasar yang lebih terang. Fikih ini artinya ilmu atau paham. Dalam bahasa Arab disebut al-fahmuyang secara sederhana dimengerti sebagai ilmu untuk memahami hukum syariat berdasarkan sumber dan dalil syariat.

Dulu, kita mengenal kitab Fikih Akbar karya Imam Abu Hanifah, yakni salah satu kitab akidah yang tergolong paling tua dalam sejarah peradaban Islam. Kemudian, di kenal karena kekhasannya dalam mengu rai dan menegakkan pandangan akidah ahlus sunnah wal jama’ah.

Sebagaimana kitab itu dan lahirnya gagasan tentang fikih lingkungan, fikih kebencanaan, fikih anak, fikih minoritas atau aqalliyyah, dan fikih mayoritas atau aghlabiyyah, fikih Informasi atau fiqhul i’lambisa juga diterjemahkan sebagai fiqhun naba’. Ini adalah sumbangsih intelektual atau upaya ijtihad dalam pemikiran Islam yang dibangun atas prinsip-prinsip umum, berdasarkan nilai-nilai dasar dan pandangan Islam, khususnya yang berkaitan dengan informasi.

Jadi, fikih informasi ini dirumuskan sebagai langkah implementasi program Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2020. Tujuannya, untuk mengoptimalkan peran kelembaga an dan pusat-pusat kajian bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam. Juga, serta meningkatkan peran strategis bidang keagamaan di tengah dinamika kehidupan kontem porer. Formulasi ini termaktub dalam Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke47 tahun 2015.

Pendek kata, formula fikih informasi menjawab kebutuhan keumatan, kebangsaan, dan tantangan globalisasi di era teknologi informasi. Buku Fikih Informasi ini se benarnya telah dirilis pada Tanwir Muham madiyah di Bengkulu pada 15-17 Februari 2019 lalu. Ketua Umum PP Muham madiyah, Pak Haedar Nashir mendukung dan terus mendorong pentingnya literasi pencerahan dalam bermedsos.

Apa urgensi fikih informasi?

Seperti kita ketahui bahwa saat ini setiap orang telah terhubung dengan media sosial dan internet. Dengannya, mengalir de ras tsunami informasi. Ada berita yang be nar dan dusta. Ada kajian keislaman, politik, filsafat, sampai dengan selera kuliner lengkap dengan komentar netizen. Kita merasa berada dalam era big data. Revolusi informasi memiliki banyak manfaat kemudahan bagi kita untuk beraktivi tas, berselancar, dan berbagai kesenangan disuguhkan dan dimanjakan oleh dunia maya.

Namun, jangan lupa, realitas itu juga punya akibat yang lumayan kompleks, yaitu munculnya masalah baru bagi kehi dupan manusia di hampir semua ranah baik dimensi sosial, budaya, ekonomi, politik, dan agama sendiri. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan pentingnya penyampaian informasi yang benar, pentingnya klarifikasi atau tabayun dalam menerima atau meneliti sua tu berita. Fikih informasi menjadi ke pedulian atas persoalan aktual bagi kepen tingan umat Islam.

Apa dampak perkembangan digital saat ini?

Realitas perkembangan informasi ini pelan, tapi pasti dapat membentuk budaya di gital-virtual yang beririsan dengan urusan kemanusiaan universal. Orang yang cakap dan menguasai informasi dapat mengubah big datamenjadi smart data.

Tetapi, tidak cukup sampai di situ, seeorang juga perlu melandasi aktivitas bermedia dengan moralitas atau akhlak yang baik, sehingga benar-benar mendapatkan kualitas informasi dan memilah informasi bermutu rendah yang dapat menimbulkan kesalahpahaman. Kadang kala, sarat penyim pangan dan pendangkalan makna sebagai akibat dari proses transmisi yang buruk, tanpa verifikasi, dan juga penyebaran info yang memang diniatkan untuk menebar fitnah.

Rasa ingin tahu kita jadi tak terbendung kapan saja dan di mana saja. Kebutuhan atas informasi sudah menjadi menu keseharian dan makanan rohani. Hati membutuhkan asupan kabar terverifikasi. Membiarkan informasi yang salah seperti memberi tempat bagi penyakit ganas untuk menggerogoti akal sehat dan akhlak kita karena itu akan sangat merusak.

Socrates, seorang filosof Yunani, mengajukan pertanyaan dialektik tentang tiga kategori, yaitu seputar kebaikan, kebenaran, dan nilai manfaat kebenaran. Kepada sahabatnya, ia bertanya, Apakah yang An da katakan itu benar, baik dan bermanfaat? Kata Socrates, Jika tidak, buat apa disampaikan.

Falsafah apa yang menjadi dasar fikih informasi?

Sebenarnya, di era virtual ini, kita telah me masuki revolusi industri 4.0 atau era dis rupsi. Saat ini, disadari atau tidak kita te lah berhadapan, bersama dan diliputi oleh kecanggihan teknologi dengan kemampuan olah data yang luar biasa maju.

Dengan kemajuan dan kecanggihan hasil teknologi itu, lalu lahir kecerdasan buatan atau artificial intelligenceberupa benda-benda virtual dan alat-alat canggih yang meringankan, membantu, bahkan menggantikan pekerjaan kita. Jika meresep si realitas virtual dengan segala kecanggihan yang dihasilkannya, tanpa sikap kri tis, kita akan terlena dan tercerabut da ri akar historis.

Kebiasaan kita mengakses ta yangan, berita, dan bacaan dari internet pas ti terekam oleh internet dalam sistem big data. Sehingga, pilihan dan ke senangan atas sesuatu di media sosial akan dipenuhi oleh internet dengan penawaran yang sesuai dengan kesukaan. Rumus pola algoritma sebenarnya menyandera kita dalam apa yang disebut filter bubble. Bahwa kita diselimuti oleh gelembung informasi yang itu-itu saja. Kita merasa paling benar, sebab informasi yang kita dapatkan sudah sesuai dengan kecenderungan kita.

Tapi, justru itulah, kita tak sadar ji ka sedang dipenjara dalam ruang gema atau echo chamberyang memang bertugas menyeleksi dan menjebak netizendalam preferensi ekstrem, seolah-olah semua berita yang dibaca adalah yang paling benar dan sudah me rasa kaya akan informasi dan pengetahuan. Padahal, sebetulnya itu tidak lain hanyalah saringan kecenderung annya sendiri dalam berselancar di dunia maya atau cyber space. Sehingga, tanpa sikap kritis, realitas itu akan membutakan hatinya dan me lahirkan prasangka buruk dan sikap benci terhadap orang lain yang tidak sama visi dan emosinya. Tidak heran jika kebohongan yang diyakini benar itu pada akhirnya benar-benar akan menjadi kebenaran. Kita sebenar nya telah masuk pada era pascakebenaran atau post truth, masa di mana tidak ada lagi kebenaran. Yang ada hanyalah perasaan benar atas keyakinannya sendiri.

Apa betul Muhammadiyah punya kode etik Netizmu?

Ya, jadi sebelum buku fikih informasi ini dirilis, Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah telah lebih dulu menggagas perlunya kode etik Netizmu dalam bermedia sosial yang pada saat kita diskusikan di acara temu Netizmu di UMY Yogyakarta, disepakati dengan istilah yang agak gaul dan selera milenial gitulah, yaitu Akhlaqul Sosmediyah Warga Muhammadiyah.

Jadi, ini semacam panduan yang sangat ringkas dan telah didesain sedemikian rupa agar dapat diviralkan kepada warga persyarikatan. Dalam ber medsos, diingatkan agar selalu melandasinya dengan Alquran dan hadis dan menjadikannya sebagai sarana dakwah amar makruf nahi munkar dengan hikmah dan mauidzoh hasanah. Menjaga nama baik persyarikatan dan Netizmu menjauhi beberapa larangan, seperti larangan berghibah, fitnah, namimahdan permusuhan, bullying, ujaran kebencian, menyebar hoaks. Bersikap bijak dan terbuka untuk menerima masukan yang membangun demi kebaikan bersama. Prinsipnya, mengajak Netizmu menjadi bagian dari solusi atas setiap masalah dan dakwah bil kitabah, yakni menjadi produsen konten kreatif dan kontributif.


Sumber: https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/pqcw4w313/hati-membutuhkan-asupan-kabar-terverifikasi-part4

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow