Dunia Digital Bisa Melahirkan Ketidakjujuran Baru. Apa Itu?
YOGYA – Manusia terdorong mempersepsikan dunia lewat internet, sebaliknya internet tidak merepresentasikan realitas. Dari internet manusia memperoleh akselerasi reproduksi digital, sehingga semuanya serba cepat dan instan. Semua yang diperoleh tersebut, dalam hal ini informasi, jika tidak digunakan hati-hati akan mereduksi pengalaman perseptual.
Pendapat tersebut disampaikan Dr. Robby Habiba Abror, M.Hum., Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PWM DIY yang juga Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Jum’at (12/11).
Ia bersama Prof. Zainuddin Maliki, M.Si., Anggota Komisi X DPR RI, dan Prof. Dr. Masri Mansoer, Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menjadi pembicara dalam Stadium General Darul Arqam Dasar Pimpinan Komisariat (PK) IMM Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta. Dimoderatori Toni Febi Saputra, Ketua Bidang RPK PK IMM Ushuluddin Cabang Ciputat, acara berlangsung secara online.
Lebih lanjut Robby mengatakan, kita akan mengalami pendangkalan pengalaman diakibatkan dari penyalahgunaan informasi dari internet ini. Selain itu, di dalam dunia digital juga bisa melahirkan ketidakjujuran baru, dimana aktivitas yang tampak di dunia digital bisa berlawanan dengan kenyataan.
Lalu, mengapa fenomena seperti ghosting atau semacamnya bisa terjadi? Fenomena tersebut, katanya, difasilitasi piranti digital dan semua berawal dari akselerasi reproduksi yang mengakibatkan pendangkalan persepsi.
“Maka, bisa saya sebutkan bahwa dunia digital adalah dunia tanpa dunia atau dunia yang melahirkan dunia baru atau sejenisnya,” tandasnya.
Agar dapat mengatasi isu-isu yang terjadi dalam dunia digital itu, Kader IMM dan Muhammadiyah perlu melek digital. Kriteria kader melek digital, antara lain:
- Selalu belajar untuk berkomunikasi dengan baik.
- Menginisiasi terobosan baru.
- Berani menawarkan solusi terhadap suatu permasalahan.
“Karena dunia digital ini sudah menjadi bagian dari kehidupan, kita harus bisa mengatasi jebakan di balik semua kemudahan teknologi informasi ini,” tutur Robby.
Sementara itu, Zainuddin Maliki mengimbau kader IMM untuk menghimpun bekal di era digital. Bekal yang dimaksud berupa nilai-nilai intelektual profetik sebagaimana yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan. Ketika mendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan berpegang pada tiga kata, yakni iman, ilmu, dan amal.
“Iman tidak boleh berhenti tanpa dikawal ilmu pengetahuan, begitu pula dengan iman dan ilmu pengetahuan harus diwujudkan melalui amal nyata. Amal nyata pun harus didasari dengan ilmu pengetahuan dan iman yang kuat,” jelas Zainuddin.
Dalam hal strategi pengembangan intelektualitas Muhammadiyah, kader IMM tidak boleh memanfaatkannya untuk diri sendiri, tetapi untuk memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, nusa, dan bangsa. Seperti sudah dicontohkan Kiai Dahlan.
Dengan menggunakan strategi transformatif dari masyarakat bawah melalui Theologi Al Ma’un, yang mengajarkan pemihakan kepada anak-anak yatim dan orang-orang lemah lainnya, mereka diberdayakan dan ditransformasikan sehingga dapat tumbuh berkembang menjadi masyarakat berkemajuan. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah Atha Ridhai
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow