Timnas U-23 Gagal Kalahkan Irak, Haedar Nashir: Masih Ada Asa
YOGYA - Timnas U-23 Indonesia kembali menelan kekalahan di Piala Asia U-23. Pada babak perebutan juara ke-3, Kamis (2/5), tim Garuda harus mengakui keunggulan dari Irak dengan skor 1-2.
Kekalahan ini membuat Timnas U-23 harus kembali menunda kelolosannya ke Olimpiade 2024 tertunda. Indonesia harus melakoni babak play-off antar benua melawan wakil dari Afrika, yaitu Guinea pada Kamis (9/5), dan jika bisa menang, maka tiket Olimpiade berhak untuk diperoleh.
Meskipun kalah dari Irak, perjuangan dari para pemain Timnas U-23 tetap diapresiasi oleh seluruh kalangan, salah satunya Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
"Hal yang pasti, Rizky (Ridho) dan kawan-kawan telah bermain hebat hingga kalah tipis lawan Irak di extra-time. Luar biasa. Kita bangga menontonnya," tulis Haedar dalam media sosialnya.
Tambahnya, asa untuk bisa tampil di pentas dunia seperti Olimpiade masih ada. Sehingga, ia berharap Timnas U-23 bisa bangkit dan mampu memenangkan pertandingan play-off nanti.
"Semoga menang, sehingga kekecewaan beruntun di Qatar ini dapat terobati," harapnya.
Kalaupun kontra Guinea akhirnya kalah, Haedar meminta para pemain dan penggemar untuk jangan terlalu kecewa. Menurutnya, itulah perjuangan sepakbola sebagaimana berjuang dalam dinamika hidup lainnya.
Dalam pandangannya, menang dan kalah adalah bagian dari kontestasi. Jadi, jangan larut meratapi kekalahan, sebaliknya jangan jumawa kala menang. Sikapi semua dengan tengahan, disertai semangat berjuang memperbaiki diri secara optimal disertai ikhtiar plus tawakal.
Haedar mengatakan bahwa negara-negara yang paling jago dalam sepak bola pun juga pernah mengalami kekalahan menyakitkan di kejuaraan dunia. Seperti yang dialami Belanda yang bertaburan bintang seperti Johan Cruyff, Johan Neeskens, dan lainnya sampai dua kali gagal di final Piala Dunia di Jerman tahun 1974 serta di Argentina tahun 1978. Bahkan, di era Ruud Gullit, Van Basten, dan Frank Rijkaard, Belanda tetap saja gagal juara dunia.
Begitu juga Italia, sang juara dunia empat kali bahkan mengalami nasib tragis. Tim Azzurri yang bertabur bintang itu pernah gagal tiga kali melaju ke Piala Dunia. Pada edisi 2018 di Rusia, Italia gagal lolos setelah kalah oleh Swedia. Tahun 2022 bahkan gagal mengenaskan setelah dikalahkan negara kecil Makedonia Utara 1-0 di semi-final play-off Path C zona Eropa. Jauh sebelumnya, tahun 1958 ketika Brasil juara dunia di Swedia, Italia juga gagal lolos dikalahkan Irlandia Utara kala itu.
Bahkan, Brazil yang merupakan negara hebat hingga juara dunia lima kali, kini berada di ujung tanduk, terancam nasibnya melaju ke Piala Dunia 2026. Posisi sementara negeri Samba itu di urutan ketujuh kualifikasi zona CONMEBOL.
Meskipun masih ada pertandingan lain dan kans-nya masih terbuka. Tapi, kesebelasan terhebat di dunia itu justru nasibnya tertatih-tatih. Sementara, rival abadinya Argentina nyaman kedinginan di puncak klasemen.
Dari pengalaman kekalahan tersebut, Haedar meminta agar semua pihak untuk menyikapi sebuah hasil dengan tidak berlebihan. Apapun hasilnya, tetap berjuang dan jangan patah harapan untuk menuju tujuan yang diinginkan.
"Itulah dunia sepakbola. Sebagaimana ruang kehidupan pada umumnya, penuh warna dan dinamika. Kalah dan menang biasa, sikapi dengan kesungguhan tapi wajar dan tengahan. Tidak usah berlebihan. Tetaplah berjuang gigih. Jangan patah arang dan harapan. Ayo Garuda Muda, masih ada asa di Paris!" tegas Haedar. (*)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow