Talkshow Ekonomi Berbasis Masjid MJE #3 Dorong Masjid Bangun Amal Usaha
YOGYA - Agenda Muhammadiyah Jogja Expo #3 berlanjut dengan diadakannya talkshow bertajuk Ekonomi Berbasis Masjid: “Sudah Saatnya Menutup Kotak Infaq dan Membuka Amal Usaha” hari Jumat (10 Jumadil Awal 1445 H bertepatan 24 November 2023) di Grha Pradipta Jogja Expo Center. Talkshow ini menghadirkan 3 Takmir Masjid, yaitu Ustadz Sasongkojati (Masjid Kapal Munzalan), Ir. Kusnadi Ikhwani (Masjid Al Falah Sragen), dan Haidar Muhammad Tilmitsani, S.Psi. (Masjid Jogokariyan).
Sebagaimana diketahui, kalau bicara tentang kemandirian masjid, tentunya tidak bisa lepas dari upaya pemberdayaan umat. Maka, butuh inovasi dari takmir masjid, terutama dari kalangan muda agar pemberdayaan dan kemandirian bisa berjalan.
Ustadz Sasongkojati melalui Masjid Kapal Munzalan telah merintisnya. Berpusat di Pontianak, Kalimantan Barat. tepatnya di kawasan 97 persen non - muslim, namun dari 3 persen umat muslim justru mampu mewarnai kehidupan masyarakat. Dengan setiap bulan support beras untuk warga, 2 pekan sekali kita bagikan buah, infrastruktur sekitar juga dari masjid yang bangun.
Saat ini, sudah ada cabang di 24 kota dengan berada di bawah manajemen dan pemberdayaan yang sama oleh 600 santri pemegang amanah dari masjid pusat. Dari masjid ini pula, mereka juga mensupport ratusan penghafal Qur’an dengan diberikan 800 ton beras setiap bulan.
Menurutnya, masjid bukan hanya untuk tempat sholat saja. Dari tadabbur surat At Taubah ayat 9, Sasongkojati memaparkan 4 pilar masjid. Pertama, baitullah atau sebagai tempat shalat. Kedua, baitul quran berarti wahana pendidikan. Ketiga, baitul mal artinya pengelola keuangan. Keempat, baitul muamalah, yakni amal usaha penopang masjid itu sendiri.
Ia juga setuju dengan tema talkshow ini, bahwa pemberdayaan masjid tidak cukup dengan kotak infaq saja. Justru Baitul Mal yang harus menjadi “kotak infaq raksasa” yang senantiasa siap menerima zakat, infaq, dan wakaf setiap waktu.
Sasongkojati pun menyampaikan kunci utama pemberdayaan masjid, yaitu tak boleh memisahkan aqimus sholah wa ‘atuz zakata. Artinya, kalau mau bangkit, maka setiap masjid harus mempunyai baitul mal dan dikelola secara profesional.
Pengembangan masjid ini juga tidak dilihat dari letaknya, baik di kota maupun desa/kampung. Seperti yang dilakukan Masjid Jogokariyan yang walaupun masjid kampung, namun apa yang dihasilkan benar - benar luar biasa dan mampu menjadi salah satu masjid percontohan nasional.
“Masjid manapun bisa menjadi maju, kalau mau dikelola serius. Meskipun, kadang-kadang dari takmir awalnya tidak yakin. Di Jogokariyan, kita melihat bagaimana para pendahulu mengusahakan agar masjid bisa dikelola dengan baik dan kalau mau berusaha, Allah akan kasih jalannya,” jelas Haidar yang merupakan Sekretaris Umum Takmir Masjid Jogokariyan
Terkadang, beberapa takmir masjid kalau ditanya kenapa tidak ada kegiatan, jawabannya karena tidak ada dana. Tetapi, kalau dipikir bisa jadi kebalikannya, tidak ada dana karena tidak ada kegiatan.
Tak hanya itu, kebiasaan buruk dari beberapa takmir masjid juga kerap terjadi, salah satunya menumpuk dana untuk dimasukkan ke saldo tetapi tidak dikelola. Padahal amanah seorang takmir masjid itu tidak hanya mengumpulkan dana, tetapi mengelola dana tersebut agar menjadi kebermanfaatan.
Masjid Jogokariyan memulai segala sesuatunya dengan langkah terkecil. Yaitu dengan, meningkatkan kesadaran berinfak untuk bisa membuat amal usaha. Maka, dibuatlah Gerakan Jamaah Mandiri yaitu gerakan untuk mengajak jamaah ikut memikirkan masjid, sehingga punya kesadaran berinfak.
“Dari situ, meningkat kesadaran jamaah berinfak dan hasilnya bisa menutupi kebutuhan sampai kemudian dikembangkan targetnya dari jamaah mandiri menjadi masjid mandiri,” kata Haidar
Masjid Jogokariyan mempunyai amal usaha, yaitu penginapan 11 kamar di lantai 3 Gedung Islamic Center. Hasilnya bisa menutupi kebutuhan operasional masjid (listrik, air, kebersihan, dan sebagainya), Sedangkan, hasil infak bisa digunakan untuk pelayanan jamaah, untuk bantuan dan program kemanusiaan.
“Sehingga, masjid ini bisa memakmurkan jamaah,” imbuh Alumni Psikologi Universitas Gadjah Mada itu.
Namun di satu sisi, mengurusi pemberdayaan dan ekonomi masjid tidak akan bisa dilakukan apabila dari takmirnya sendiri tidak serius dalam mengurusi masjid. Sebagaimana yang dilakukan Kusnadi Ikhwani, ia pernah meruwat Takmir Masjid se- Jateng di Masjid Raya Al Falah Sragen, dimana mereka melakukan semua aktivitasnya di sana, dengan spirit mengembalikan fungsi masjid seperti di era Rasulullah SAW.
Kusnadi yang juga anggota LPCRPM PP Muhammadiyah menganggap masjid adalah pusat peradaban. Terlebih, Muhammadiyah yang kini memiliki ribuan amal usaha juga berawal dari Langgar Kidul Kauman, Kota Yogyakarta.
Maka, pada Muktamar ke-48 di Surakarta bersepakat untuk melakukan penambahan di bidang pembinaan masjid yang disatukan dengan bidang pengembangan cabang ranting dan keputusan ini dilakukan karena melihat banyaknya aset masjid yang dimiliki persyarikatan.
“Maka, saatnya Muhammadiyah menghidupkan dan mengoptimalkan kembali masjid - masjid yang saat ini belum diurus dengan serius. Kalau bisa serius, amal usaha masjid akan hidup seperti amal usaha lainnya. Ada kurang lebih 13.000 masjid Muhammadiyah, insya Allah akan menjadi cikal bakal kebangkitan umat dari masjid,” tegas Penulis Buku Strategi Memakmurkan Masjid itu. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow