Suara Akar Rumput tentang Perpanjangan PPKM
YOGYA – Langit Yogya Senin (26/7) terasa terik sejak pagi saat dimulainya perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 di Pulau Jawa dan Bali hingga 2 Agustus. Kurang lebih pukul 10.00 WIB, beberapa toko dan pedagang kecil di Jalan Nyai Ahmad Dahlan mulai tampak dagangannya. Mestinya pagi itu gerobak es buah Pak Lantip juga sudah mulai bersiap-siap menyambut ramainya pesanan.
Tetapi Sulastri (58 tahun), istri almarhum Pak Lantip, tidak terlihat di tempat biasanya karena sedang pulang ke desa. “Selama PPKM tutup dulu,” jelasnya melalui sambungan telepon. Hari itu, ia dan beberapa orang warga yang tinggal di kawasan Kraton Yogyakarta bersedia berbagi cerita mengenai usaha mereka selama pandemi dan pendapatnya mengenai perpanjangan PPKM.
Beda dengan Sulastri, Muryani (55 tahun), Gino (40 tahun), serta Purwanto (49 tahun) dapat ditemui langsung di tempat mereka biasa mencari nafkah. Ketiganya masing-masing adalah pemilik toko dos yang juga ecoprinter, pemilik angkringan, serta seorang pemilik bengkel kecil. “Ya ngomong-ngomong aja ya, ini suara akar rumput,” kata Purwanto mengawali perbincangan.
Perbedaan sebelum dan selama pandemi Covid-19
Sulastri yang sejak tahun 1984 bersama suaminya menjalankan usaha es buah di area Gerjen, Jalan Nyai Ahmad Dahlan, mengaku betul-betul merasakan dampak pandemi terhadap usahanya. Penjualan es buah “legendaris”-nya yang kerap diliput para youtuber dan food hunter ini rupanya cukup menurun drastis.
“Sekarang stok yang dibawa seperempat dari biasanya. Seperempatnya aja nggak mesti habis,”
tutur Sulastri. Ini mirip kondisi Gino ketika menceritakan gula pasir yang digunakan untuk membuat minuman. Biasanya menyediakan dua kilogram gula saat membuka angkringan dan habis hari itu juga. Saat pandemi? “Satu kilo nggak mesti habis,” jelasnya.
Purwanto yang usaha bengkelnya tidak jauh dari angkringan Gino juga mengeluhkan keadaan usahanya yang sepi. Selain mengurus tambal ban dan semacamnya, ia mengatur kendaraan-kendaraan roda empat yang parkir di Jalan Ngasem sekitar bengkelnya. Namun itu pun sepi karena kendaraan yang beroperasi juga berkurang.
Tidak jauh berbeda, Toko Doos Mekar B milik Muryani yang menjajakan kardus snack dan plastik menempatkan seuntai rafia di depan tokonya. Ini menjadi pembatas untuk pembeli supaya tidak masuk ke bagian dalam toko dan dilayani dari luar. Mengenai usaha tokonya, Muryani menjelaskan, “Biasanya dapat segini, sekarang berkurang. Ya, bertahan dengan itu. Dicukup-cukupkan.”
Sedangkan kain ecoprint yang dikerjakannya lebih banyak ia fokuskan sebagai hobi dan bisnis sampingan. Menurutnya, orang-orang di masa pandemi juga tidak banyak yang tertarik karena fokusnya adalah pada kesehatan dan barang-barang kebutuhan pokok. “Sedangkan ini lebih ke fashion, jadi pas pandemi ya dinomorsekiankan,” tambahnya. Selain itu, pasar ecoprint lebih banyak orang-orang dengan ekonomi menengah ke atas.
Tanggapan mengenai perpanjangan PPKM Level 4
Melihat kasus corona yang belum mereda dan masih tinggi, Muryani mendukung dijalankannya PPKM dan mendorong ditegakkannya protokol kesehatan di masyarakat. Tapi penegakan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan.
Selaras dengan yang dituturkan Gino, tidak masalah adanya perpanjangan ini asalkan ada dua catatan. Yakni bantuan yang merata bagi masyarakat tedampak serta penegakan kedisiplinan dengan cara sopan. “Kita kan orang timur yang ke tamu aja kulo nuwun permisi, ngingetin ini mestinya juga baik-baik,” harapnya.
Sedangkan Purwanto dan Sulastri mengaku keberatan dengan perpanjangan PPKM. Keduanya mengaku kebijakan ini berpengaruh sekali kepada usaha mereka. “Ya PPKM gapapa, bahkan lockdown gapapa. Asalkan listrik gratis, pajak dan utang diputihkan,” tegas Purwanto. Ia keberatan karena pemasukan harian saat ini terbatas baru bisa memenuhi kebutuhan satu hari, belum biaya lain.
Sulastri merasa keberatan karena dengan usaha es buah ia harus menghidupi kurang lebih 10 anggota keluarga dan karyawannya. Sebetulnya salah seorang putranya juga menjalankan usaha berjualan bakmi Jawa, namun PPKM yang membatasi aktivitas malam hari sampai pukul 20.00 berpengaruh ke anaknya. “Pernah dia buka jam empat dan tutup jam 8, cuma bisa jualin satu bungkus,” akunya. Mie Jawa umumnya dijual pada malam hari.
Harapan kepada pemerintah
“Sulit e.” Purwanto sempat ragu menyebut harapan kepada pemerintah, tapi kemudian menyebut dengan lancar. Selain tetap menginginkan terselesaikannya usaha pemutusan mata rantai Covid-19 sebagaimana diharapkan Muryani, Purwanto berharap pemerintah dapat memikirkan cara untuk menyokong ekonomi masyarakat sehari-hari. “Lama-lama kalau rakyat lapar, nanti bisa rusuh, berbuat jahat,” ia mengungkap kekhawatirannya.
Gino yang masih membiayai mertua, istri, dan anaknya mengharapkan hal serupa. Ia menegaskan supaya bantuan-bantuan pemerintah dapat terbagi secara merata untuk masyarakat terdampak. Lebih sederhana, Sulastri mengimpikan ia dan para pedagang lainnya bisa kembali berjualan seperti sedia kala. “Pokoknya orang jualan bisa laku, buat makan,” harapnya. (*)
Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow