Revisi UU KPK: Duka Ganda Bangsa Indonesia

Revisi UU KPK: Duka Ganda Bangsa Indonesia

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Bangsa dan rakyat Indonesia saat ini dirundung duka ganda. Duka pertama, Presiden ke-3 BJ Habibie — peletak dasar demokrasi di era transisi — meninggalkan  bangsa dan rakyat untuk selama-lamanya. 

Duka kedua, yang ironis, penerus BJ Habibie yakni Presiden Joko Widodo, sepakat melakukan pembahasan revisi UU KPK bersama DPR, yang akan membawa kerja pemberantasan korupsi ke tiang gantungan!

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Dan tepat di hari wafatnya Presiden ke-3 RI  Bacharuddin Jusuf Habibie,  Presiden Joko Widodo  resmi meneken Surat  Presiden (Supres)  nomor R-42/Pres/09/2019 yang menyetujui revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini berarti bahwa Pemerintah dan DPR RI sepakat melakukan pembahasan revisi yang akan melemahkan kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.

Berkaitan hal itu, Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari Pemuda Muhammadiyah  (PM), Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), lkatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM),  dan lkatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pada Kamis (12/9/2019) menolak revisi UU KPK.

“Karena perumusannya terlalu dipaksakan dan dilakukan tidak dengan transparan,” ungkap Muhammad Hasnan Nahar, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah IMM DIY, didampingi Ahmad Hawari Jundullah (Ketua Umum Pimpinan Wilayah IPM DIY), Anton Nugroho (Ketua Umum Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah  DIY) dan Nunung Damayanti (Ketua Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah DIY).

Dalam sumber resminya, KPK menilai ada sembilan persoalan dalam draf RUU KPK yang akan berdampak pada pelumpuhan kerja  KPK. 

Adapun sembilan hal tersebut adalah: independensi KPK yang terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan dewan pengawas yang dipilih DPR, pembatasan sumber penyidik dan penyelidik, koordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan perkara   korupsi, perkara yang mendapat perhatian  masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di tahap penuntutan dipangkas, kewenangan strategis dihilangkan, dan kewenangan untuk mengelola pelaporan dan pemerikasaan LHKPN dipangkas.

Menurut Ahmad Hawari Jundullah, Ketua Umum Pimpinan Wilayah IPM DIY, Supres yang berisi mandat Presiden kepada Menkumham dan Menpan RB untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan revisi itu merupakan bentuk pengkhianatan kepada rakyat.

“Dalam dua periode, dua kali presiden berjanji memperkuat KPK,” kata Ahmad Hawari Jundullah, sambil mengutip Koran Tempo bahwa janji tersebut salah satunya diucapkan pada tahun 2014 tentang penguatan anggaran KPK.

Berdasarkan semua keterangan di atas, AMM DIY menolak pelantikan anggota DPR RI yang mendukung revisi UU KPK. “Karena telah mengkhianati rakyat yang diwakilinya,” tandas Anton Nugroho, Ketua Umum Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah DIY, yang diiyakan Nunung Damayanti (Ketua Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah DIY). “Pada saat bersamaan, kami menuntut Presiden Joko Widodo mengutamakan kepentingan rakyat daripada melayani kepentingan segelintir kelompok saja,” papar Nunung Damayanti, Ketua Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah DIY, yang menambahkan hal itu dengan cara tidak tebang pilih mengambil kebijakan dalam hal pemberantasan korupsi. (*/)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
MediaMu Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow