Pengajian PCM Godean: Harusnya Negara Beradaptasi dengan Norma Baru

Pengajian PCM Godean: Harusnya Negara Beradaptasi dengan Norma Baru

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Sonjo (Sambatan Jogja) adalah gerakan kemanusiaan yang fokus pada upaya membantu masyarakat rentan dan berisiko terkena dampak penyebaran Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gerakan ini diinisiasi salah satu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada, Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., Ph.D.

Dalam Pengajian Jihadi dan Embun Pagi yang diadakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Godean, Ahad (1/8) pagi, Rimawan berbagi ilmu serta pengalaman tentang Sonjo dengan tema kajian “Menyikapi Pandemi Covid-19 dengan Kearifan Lokal dan Nilai-nilai Islam.”

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Ia mengawali materinya dengan sebuah refleksi atas keadaan kita saat ini. Ada suatu situasi, katanya, dalam pengambilan keputusan yang dinamakan nature, yaitu situasi/lingkungan dimana kita mengambil keputusan. Jika sebelum pandemi kerumununan dan mobilitas manusia adalah tulang punggung ekonomi, begitu ada pandemi menjadi tidak boleh.

Yang penting di masa pandemi bukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun kemampuan bertahan. Maka adaptasi dan inovasi sangatlah dibutuhkan.

Menurut Rimawan, covid ini adalah perang, bukan bencana. Perang melawan diri sendiri (ego, kedisiplinan, dan lain-lain) dan menjadi musuh bersama. Karena memang tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir.

“Kita menghadapi suatu kompleksitas, karena covid-19 ini berubah terus dan ketika itu berubah dampaknya terhadap ekonomi dan sebagainya itu berulang,” ujarnya.

Rimawan menegaskan bahwa sebenarnya yang perlu dipikirkan hanyalah satu, yaitu keselamatan. Untuk itu perlu adanya reaksi, yaitu adaptasi dan inovasi, serta Delta Sigma Delta (lakukan perubahan kecil tiap hari dan tidak pernah berhenti) atau gigih.

“Perlu reorientasi indikator pembangunan, yaitu dari pertumbuhan ke keselamatan. Yang kita lihat itu a clear and present danger, yaitu covid-19. Jadi prioritas utamanya adalah kemanusiaan (keselamatan). Aspek lain seperti politik, ekonomi, formalitas, mungkin harus kita sisihkan terlebih dahulu. Dengan catatan kita bisa survive yaitu cukup makan bukan keuntungan/profit. Lalu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengikuti sains,” terangnya.

Menurut dosen UGM tersebut, strategi bertahan di masa pandemi itu ada tiga.

Pertama, Expect the unexpected, mempertimbangkan dampak terburuk. Maksudnya yaitu memikirkan bagaimana situasi terburuk yang bisa kita alami.

Kedua, solusi inovatif, memikirkan solusi yang tidak terpikirkan sebelumnya atau orang sering mengatakan thinking the unthinkable.

Ketiga, mobilisasi sumber daya untuk dampak covid-19 di daerah/lingkungan kita. Sumber daya dalam hal ini bukan hanya uang.

Menurutnya, kesalahan yang perlu kita luruskan adalah pergeseran paradigma, karena seolah-olah meningkatkan kesejahteraan umum itu menjadi yang utama. Padahal dalam amanat Pembukaan UUD1945 ada tiga hal lain yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan peran aktif menjaga perdamaiaan dunia. Keempat hal itu harus sama rata untuk diprioritaskan.

“Pandemi adalah masalah bersama. Selama ini yang namanya masyarakat seolah-olah perannya hanya penerima. Misal ada kucuran dana oleh pemerintah maka tangan masyarakat itu di bawah (penerima). Di Sonjo kami balik, masyarakat itu yang tangannya berada di atas (pemberi),” katanya.

Cara berpikir Sonjo adalah bagaimana masyarakat bisa saling membantu melalui media digital WhatsApp. Sehingga misi Sonjo adalah membantu masyarakat rentan dan berisiko terhadap penyebaran Covid-19 di DIY.

Rimawan juga sangat menyayangkan terhadap realita kondisi bangsa kita saat ini di tengah Covid-19, di antaranya masih banyak warga negara yang mabuk politik, mabuk formalitas. Ia mencontohkan, penyaluran bantuan menunggu acara ceremonial dan administrasi yang rumit, gotong royong butuh landasan hukum, webinar dan rapat malah lomba sambutan pidato (sambutan terlalu banyak). Sekarang kita dalam keadaan genting, seharusnya negara bisa beradaptasi dengan norma baru. (*)

Wartawan: Nizam Zulfa
Editor: Robby H. Abror

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow