Muhammadiyah with You PWM DIY Bahas Hoax dan Fakta Seputar Vaksinasi

Muhammadiyah with You PWM DIY Bahas Hoax dan Fakta Seputar Vaksinasi

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Pesantren Covid Muhammadiyah PWM DIY seri kajian “Muhammadiyah with You” #318 mengangkat tema ”Vaksinasi: Hoax atau Fakta.” Kajian ini diadakan Rabu (4/8) malam secara virtual dihadiri sekitar 60 partisipan termasuk mediamu.com.

Pemateri yang dihadirkan dr. Agus Widyatmoko, Sp.PD, M.Sc. (Dosen FKIK UMY, dokter RS PKU Muhammadiyah Gamping dan RS AMC Muhammadiyah Yogyakarta).  Sambutan disampaikan dr. Ekorini Listiowati, M.M.R. (MCCC PP Muhammadiyah).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Ekorini mengatakan, pemerintah saat ini sedang mempercepat vaksinasi, namun tantangannya adalah tidak seluruh masyarakat mudah diajak. Masih ada yang bertanya vaksin itu halal atau haram, bagaimana efektivitasnya, dan sebagainya.

Vaksinasi adalah ikhtiar kolektif (upaya bersama) untuk mencapai kekebalan komunitas. Minimal 80 persen warga negara sudah divaksin agar terhindar dari Covid-19 dan pandemi segera berlalu.

“Teman-teman penggerak vaksinasi bisa menjadikan materi mala mini sebagai dalil rujukan bahwa inilah yang benar,” lanjutnya.

Dokter Agus mengawali penjelasannya dengan informasi update tentang perkembangan Caovid-19 di tanah air. Sampai tanggal 2 Agustus 2021, dalam tujuh hari terakhir rata-rata ada kasus baru sekitar 31 ribu per hari. “Untuk itulah vaksinasi ini menjadi salah satu cara,” lanjutnya.  Dalam level dunia, secara umum kasus hariannya sekitar setengah juta per hari.

Vaksinasi di Indonesia saat ini menyasar ke sekitar 68 juta penduduk. Untuk dosis pertama kurang lebih 40 juta penduduk, dan yang sudah sampai dosis kedua sekitar 20 juta penduduk. Jadi masih sekitar 10 persen dari target 250 juta yang harus divaksinasi.

Di dunia total dosis pertama dan kedua mencapai 4,1 milyar penduduk yang sudah divaksin dari target kurang lebih 7,7 milyar penduduk. Sehingga masih kurang lebih 40 persen. Terjadi kesenjangan antarnegara yang memiliki kemampuan vaksinasi yang baik dengan negara yang tidak memiliki kemampuan.

“Ketimpangan-ketimpangan inilah yang sedang disorot oleh World Health Organization (WHO) untuk menyeimbangkan jumlah masyarakat yang divaksin. Tidak mungkin suatu negara memiliki herd immunity sendirian, dia harus didukung negara lain. Inilah yang disebut sebagai membentuk kekebalan komunal,” terangnya.

Tentang varian virus, Agus mengatakan bahwa akan selalu bermutasi seperti alfa, delta, gamma, dan lainnya. Karena memang sunnatullah, bahwa virus ini juga makhluk ciptaan Allah yang pasti ingin tetap hidup dan tidak ingin musnah.

Saat ini tidak ada obat antivirus atau vaksin khusus yang sudah benar-benar teruji. Kita betul-betul dalam fase sama-sama berjuang untuk mengalahkan virus ini. Pengembangan vaksin menjadi sangat penting untuk menekan dan mengakhiri pandemi serta mencegah timbulnya mutasi-mutasi baru.

“Kita harus bergandeng tangan agar antarilmuwan di seluruh dunia memberikan asupan tentang bagaimana mengembangkan vaksin ini,” tegasnya.

Agus memberikan ilustrasi bahwa vaksin adalah sekolah bagi tentara tubuh kita agar mempunyai kemampuan untuk menangkal lebih dini, sehingga kebal terhadap antigen, makhluk-makhluk yang tidak diinginkan, dan penyakit-penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Atau kalaupun sakit, hanya sakit ringan. Penyakit yang hendak masuk terlebih dahulu dikalahkan oleh lini pertahanan pertama (killer cell) yang menghasilkan antibodi melalui vaksin. Sehingga, lini pertahanan kedua tinggal membereskan sisa-sisanya yang tidak terlalu banyak.

Ia mengklarifikasi isu-isu tentang vaksin yang banyak beredar di masyarakat. Isu pertama adalah bahwa vaksin ini merupakan robot mikrochip. Hal itu tidak benar. Vaksin merupakan virus yang dinonaktifkan dan hanya antigen virus yang masuk ketika disuntikkan ke lengan kita, bukan badan virus.

Isu lain, mengapa setelah divaksin justru malah positif? Agus menjelaskan bahwa vaksinasi itu ada istilah zero konversi dan zero protektif. Zero konversi ibaratnya saat kita belajar baru mengenal pelajaran belum mendalami seluruh pelajaran tersebut. Artinya, baru paham ada virus corona. Ini sudah mulai ada antibody yang disusun, namun pemahaman belum dalam jumlah yang cukup. Sedangkan Zero Protektif ibarat sudah paham pelajaran tersebut. Level antibody mencapai tingkat untuk memberikan perlindungan bagi tubuh kita.

Terkait isu efektifitas vaksin, menurutnya, ada perbedaan antara vaksin pada orang yang sangat muda maupun sangat tua, orang-orang yang obesitas dan yang tidak obesitas. Jadi ada faktor-faktor yang bisa mempengaruhi efektifitas vaksin, seperti lingkungan, gaya hidup, penyakit bawaan, dan lain sebagainya.

Ibu-ibu hamil juga diharapkan divaksin, karena vaksin akan ditransfer ke dalam janin. Sehingga ketika janin lahir, sudah memiliki antibody terhadap Covid-19.

Apakah vaksin berbahaya? “Secara umum, vaksin apapun bahkan semua obat punya potensi efek samping. Efek samping merupakan respon kepada vaksin yang normal. Misal tangan tidak bisa digerakkan, hal itu merupakan respon tubuh sementara untuk membangun kekebalan,” terangnya.

Menurut Agus, tidak ada juga bukti vaksin mempengaruhi kesuburan menjadi mandul. Karena tidak ada studi yang menjelaskan tentang itu baik pada laki-laki maupun perempuan.

Vaksin, tegas Agus, merupakan usaha terbaik untuk menciptakan kekebalan komunal. Pro-kontra itu wajar, di semua obat juga ada pro dan kontra. (*)

Wartawan: Nizam Zulfa
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow