Muhammadiyah Kembangkan Dakwah Islam Berkemajuan di Masyarakat Jawa
BANTUL – Ketika kita melakukan dakwah, tentunya kita juga berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya dan norma kuat di dalamnya, sehingga menjadi tradisi dari masyarakat tersebut. Maka, diperlukan metode dan cara tepat agar dakwah yang disampaikan bisa diterima oleh masyarakat dan tentunya tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Pengajian Ramadan 1444 H Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta pada Sabtu (1/4) di materi kedua membahas tentang Metode Dakwah Islam Berkemajuan di Masyarakat Jawa. Adapun, narasumber yang dihadirkan juga berasal dari budayawan, yaitu Drs. Ahmad Charis Zubair dan Dr. KRT Akhir Lusono, S.Sn., M.Hum.
Memasuki sesi materi, Ahmad Charis Zubair menegaskan kalau dakwah itu tidak boleh menghadapkan pendakwah dengan objek dakwah secara konfliktual. Apalagi, di masyarakat Jawa sebetulnya di satu sisi punya tradisi yang cukup kuat, begitu pula dengan nilai budaya, sistem norma, perilaku, hingga karya – karyanya juga kuat.
Tidak hanya itu, beliau menjelaskan ada banyak hal dari nilai – nilai yang terkandung dalam tradisi Jawa yang sebenarnya tidak bertentangan dengan Islam. Misalnya, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, harmoni dengan alam atau lingkungan dan diri sendiri maupun sesama, yang mana hal itu merupakan nilai – nilai yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
“Maka, tinggal kita sendiri yang mengisi norma – norma yang tidak bertentangan dengan akidah Islam. Tetapi tentu juga apa yang disebut dengan kebudayaan harus berjalan sesuai dengan apa yang sudah berlalu, seperti kebudayaan yang luhur juga sebetulnya tidak bertentangan dengan akidah,” tutur Charis.
Kemudian, istilah berkemajuan yang diusung oleh Muhammadiyah, menurutnya membangun satu kesadaran bahwa bagaimanapun seseorang akan bertemu dengan orang yang berbeda dan memiliki latar belakang sosio-kultural dan tradisi kehidupan dari proses yang cukup panjang. Sebab, dijelaskan pula bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal dan kemudian berlomba – lomba dalam kebaikan.
“Saya kira, apa yang disebut dakwah haruslah dialog, bukan merasa benar dan menganggap yang lain salah. Maka, Muhammadiyah dengan warga dan anggotanya harus membangun kesadaran bahwa setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda dan pastinya akan memiliki kesamaan prinsip yang tidak bertentangan dengan akidah,” ujar penulis buku Penjaga Api Sejarah tersebut.
Beranjak ke narasumber berikutnya, KRT Akhir Lusono memaparkan wujud ideal dari kebudayaan adalah berupa gagasan, ide-ide, nilai, norma yang bersifat abstrak dan terletak di pemikiran masyarakat. Budaya juga berwujud aktivitas atau tindakan dari masyarakat itu sendiri. Hal ini juga sering disebut sebagai sistem sosial.
Bicara tentang budaya Jawa, tentunya juga menyoal sistem religi, pengetahuan, bahasa, kesenian, hukum, moral, adat, pekerjaan, hingga kebiasaan masyarakat di Jawa itu sendiri yang sudah diterapkan lamanya dan menjadi identitas.
Kaitannya dengan dakwah Muhammadiyah, Akhir Lusono menjelaskan kalau persyarikatan sangat peduli dengan seni budaya dan juga bukan barang yang baru. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya sejumlah bentuk kesenian yang selalu saja menghiasi perhelatan Muktamar Muhammadiyah.
“Bahkan secara khusus, Majelis Tarjih juga sudah membahas masalah kebudayaan dan kesenian ini pada Muktamar ke – 43 Muhammadiyah di Aceh tahun 1995,” ucap Wakil Sekretaris Lembaga Seni Budaya (LSB) PP Muhammadiyah itu.
Di mana pada Muktamar itu, Tarjih menjelaskan bahwa menciptakan dan menikmati karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah dan mengakibatkan fasad (kerusakan), darar (bahaya), ‘isyan (kedurhakaan), dan ba’id ‘anillah (keterjauhan dari Allah) yang merupakan rambu proses penciptaan dan menikmatinya.
Pada kesempatan ini juga, Akhir Lusono menyampaikan metode dakwah Islam berkemajuan di masyarakat Jawa dengan 3 M + 1 No M. Terdiri dari memproduksi, menjual, membeli, dan tidak menentang.
Memproduksi berarti para seniman Muhammadiyah harus terus berkarya baik untuk pertunjukkan, kriya, rupa, dan sebagainya yang mengandung unsur kemajuan.
“Seniman Muhammadiyah harus terus menerusmenciptakan atau memproduksi karya seni budaya baik pertunjukan, kriya, rupa dan broadcasting perfilman yang memuat kebaruan dan kemajuan, maka ciptakan terus seni budaya Muhammadiyah,” jelas Akhir Lusono.
Kemudian, seniman Muhammadiyah bisa menjual karya seninya ke pihak internal maupun eksternal jika sudah cukup banyak. Lalu, kalau ada karya seni dari para seniman Muhammadiyah, juga harus dan turut membeli untuk mengapresiasi karya tersebut.
“Yang terpenting, tidak usah menentang dan mempertentangkan, tidak menari atas dendang pihak lain jika di situ diyakini tidak sesuai dengan ajaran Islam,” terang Akhir Lusono. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow