Muhadjir: Identitas Tajdid Tak Jadikan Muhammadiyah Abai Tradisi dan Budaya
SIDOARJO - Secara umum warga Muhammadiyah memahami dua makna tajdid, yakni tajdid sebagai pembaharuan dalam muamalah duniawiyah dan tajdid sebagai pemurnian dalam akidah dan ibadah. Jatidiri tajdid ini masih melekat sebagai identitas Muhammadiyah hingga kini, namun begitu persyarikatan ini tidak mengabaikan tradisi dan budaya pendahulu.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhadjir Effendy, dalam acara Tabligh Akbar dan Resepsi Milad ke-111 Muhammadiyah yang diadakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo.
Dalam penyampaiannya, Muhadjir menguraikan bahwa gerakan Muhammadiyah selama ini tidak terlepas dari idealisme pendirinya. Oleh karena itu, pada peringatan ulang tahun ke-111 ini, Muhadjir mendorong untuk merenung kembali ajaran dari Kiai Dahlan.
“Jangan-jangan pembaruan Muhammadiyah 111 ini perlu dikembalikan, perlu ditimbang ulang dengan apa yang menjadi cita-cita dan kehendak pendiri Muhammadiyah awal,” ungkapnya pada hari Ahad (17/12) dilansir dari muhammadiyah.or.id.
Muhadjir menekankan pentingnya mengikuti ajaran Islam yang berasal dari pendiri awal, terutama dari panutan utama, yaitu Rasulullah SAW dan para Khulafaur Rasyidin yang memelihara keaslian ajaran Islam agar tidak menyimpang dari praktek Nabi.
Dalam konteks ini, Muhadjir menyoroti perlunya gerakan tajdid. Namun, tajdid yang dimaksudkan tidak hanya sebatas pembaharuan, melainkan juga pemurnian atau purifikasi, di mana purifikasi diartikan sebagai usaha untuk mengembalikan yang telah menyimpang.
Muhadjir menambahkan bahwa tema Milad ke-111 Muhammadiyah, "Ikhtiar Menyelamatkan Semesta," merujuk pada tiga hal: pandangan Muhammadiyah tentang gerakan Islam, peran Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan tajdid, serta keterlibatan Muhammadiyah dalam isu-isu multidimensional.
Wartawan: Fatan Asshidqi
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow