Menyorot Hadirnya Perempuan dalam Tubuh KOKAM

Menyorot Hadirnya Perempuan dalam Tubuh KOKAM

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Sebagaimana latar belakang sejarahnya, Hari Ibu 22 Desember menjadi momen yang tepat untuk merenungkan peran perempuan di negeri ini. Bila selama ini perempuan identik dengan aktivitas domestik, mengulas peran perempuan di ruang publik terlebih di kegiatan semi militer menjadi hal menarik.

Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah atau biasa disebut KOKAM merupakan salah satu wadah program kerja organisasi otonom (ortom) Pemuda Muhammadiyah (PM). Organisasi bernuansa militer yang identik dengan laki-laki ini juga berkembang menjadi ruang dakwah bagi kader-kader perempuan Muhammadiyah.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Awal Kelahiran

KAMTO! KAMTI! alias Dadi KOKAM tekan tuwo! Dadi KOKAM tekan mati! Itu merupakan dua dari sekian banyak yel motivasi kader KOKAM. Organisasi yang kental semangat perjuangan ini lahir di masa genting tahun 1965 sebagai respon dari Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI).

Sekretaris Badan Pelaksana Operasional (BPO) KOKAM Nasional, Iwan Setiawan, M.Si, mengatakan, KOKAM didirikan dengan dua tujuan. Pertama, melindungi warga persyarikatan Muhammadiyah. Kedua, melindungi Repubik Indonesia dari pemberontakan G30S/PKI.

Tanggal 1 Oktober 1965 diperkirakan menjadi awal lahirnya kelompok ini. KOKAM tidak serta merta merupakan anak kandung ortom Pemuda Muhammadiyah. Mula-mula, Letnan Kolonel H.S. Prodjokoesoemo yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta membangun KOKAM Jaya.

Pada Oktober menuju November, KOKAM dibentuk secara nasional. “PP (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah ketuanya waktu itu Ahmad Badawi menginstruksikan untuk mendirikan KOKAM seluruh Indonesia,” jelas Iwan. Selanjutnya sekitar tahun 1980, KOKAM diberikan naungan di bawah Pemuda Muhammadiyah (PM).

Meskipun begitu, Iwan yang merupakan penulis buku KOKAM (Kesatuan Muhammadiyah di Zaman Bergerak) tidak bisa memastikan apakah sejak awal KOKAM dibentuk dan diperuntukkan untuk laki-laki.

Yang jelas, dokumentasi foto tahun 1966 menunjukkan beberapa perempuan dan sejumlah laki-laki menggunakan seragam bertuliskan KOKAM. Baru setelah dimasukkan ke PM, maka organisasi ini dalam AD ART menyatakan hanya diperuntukkan bagi laki-laki.

Kehadiran Perempuan

Athiyyah Nabilah Irfani Taufik adalah gadis berusia 20 tahun yang aktif berkegiatan di KOKAM Kota Yogyakarta. Perempuan yang akrab disapa Lala ini mengaku tertarik bergabung dengan KOKAM sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). “Lihat kakak kelas ada yang ikut KOKAM, kok kayaknya keren ya,” tuturnya.

Sayangnya, waktu itu belum banyak perempuan yang terlibat di dalamnya sehingga kakak kelas juga menilai bahwa KOKAM hanya untuk laki-laki. Namun, ketertarikan Lala tidak lantas pupus, Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Ngampilan pada suatu waktu menawarkan padanya untuk terlibat di kegiatan KOKAM.

Tahun 2016, di awal-awal keterlibatannya, Lala menyebutkan dirinya kerap diajak membantu kegiatan pengamanan mulai dari musyawarah cabang (musycab), musyawarah wilayah (musywil), juga kegiatan ortom lain seperti Hizbul Wathon (HW).

“Ngerasa cocok dan menjiwai. Satu sisi, karena suka hal-hal yang berbau lapangan,” ungkapnya.

Ia mengutarakan ketidaksetujuannya dengan pernyataan yang mengatakan bahwa perempuan harus menutup diri di rumah.

Malah, Lala menemukan beberapa alasan mengapa penting bagi perempuan untuk mengembangkan diri di luar rumah. Pertama, demi menuntut ilmu. Kedua, belajar survive. Selain itu, untuk menjadi agen perubahan dan memberikan manfaat secara lebih luas.

Lala mengaku bahwa terdapat sekitar 20 KOKAMwati terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan, khususnya di Kota Yogyakarta. Mereka tergabung sebagai anggota dan sering membantu kegiatan-kegiatan pengamanan, terutama untuk kegiatan ‘Aisyiyah atau yang menghadirkan tamu-tamu perempuan.

Fenomena KOKAMwati bukan hanya di Yogyakarta. Di luar Pulau Jawa, banyak perempuan tertarik bergabung. Iwan menyampaikan, di Kalimantan Barat, jumlah kader laki-laki dan perempuan yang bergabung dalam pendidikan dan latihan dasar (diklatsar) KOKAM seimbang. “Malah lebih banyak perempuan,” imbuhnya.

Kegiatan-kegiatan perkaderan KOKAM yang kaya akan tantangan dan aktivitas lapangan memang menjadi hal menarik bagi sebagian anak muda. Setiap kali open recruitment anggota, Iwan mengatakan, sering penuh yang mendaftar hingga 50-60 peserta.

Perkiraan Iwan, bukan berdasarkan hitungan statistik, jumlah KOKAMwati se-Indonesia kemungkinan mencapai angka 5% dari seluruh anggota KOKAM.

Secara Aturan, Boleh Tidak?

Meskipun punya semangat tinggi untuk aktif di KOKAM, Lala bercerita bukan hal jarang ia mendapati pertanyaan bernada tidak menyenangkan atas keterlibatannya di organisasi tersebut. Perempuan itu hanya menjawab enteng, “Ya kujawab aja, passion-nya disini, udah nyaman.”

Secara aturan, Menurut Iwan, KOKAM memang diharuskan laki-laki sebagaimana terdapat dalam panduan tahun 2003 dan 2020. Tahun 2010, muncul wacana dari para pimpinan PM saat itu soal diperbolehkannya perempuan bergabung di KOKAM sebagai anggota, bukan pengurus.

“Kalau sekiranya ada perempuan yang ikut di dalam KOKAM, tidak masalah,” terangnya. Mereka umumnya disebut KOKAMwati. Untuk pembinaan kader, apabila KOKAM secara umum dibina PM, KOKAMwati akan dibina melalui kegiatan-kegiatan di Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA).

Sebenarnya terdapat dua pendapat terkait fenomena KOKAMwati ini. Ada yang memegang prinsip bahwa seluruh anggota KOKAM harus laki-laki. Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa tidak masalah perempuan bergabung, namun menjadi anggota.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tidak semua daerah memiliki kader perempuan. “Itu jadi tafsiran per daerah,” tutur Iwan. Selama KOKAM dapat menjadi sarana dakwah, menurutnya, tidak masalah.

Melihat perkembangan KOKAMwati, ia meyakini bahwa ke depan tentu perjalanan KOKAM akan sangat dinamis. Ada banyak kemungkinan yang terjadi, sehingga tidak perlu saklek. Iwan menilai bagaimanapun KOKAM ke depan tetap sebaiknya berada dalam payung PM.

Ada banyak jalan untuk berjuang dan berdakwah. “KOKAM dan KOKAMwati hanyalah alat agar orang itu suka ber-Muhammadiyah, ber-PM, ber-NA. Sehingga mereka merasa nyaman,” katanya. (*)

Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow