News

News

MediaMU.COM

Apr 27, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking
Timnas U-23 Indonesia Kalahkan Korsel di Piala Asia, PP Muhammadiyah Beri Apresiasi Menang Lewat Adu Penalti lawan Korsel, Indonesia Satu Kaki Menuju Olimpiade 2024 Babak I Perempat Final Piala Asia U-23: Indonesia Unggul 2-1 atas Korea Selatan Inilah Doa untuk Mengharap Kemenangan Timnas U-23 Indonesia di Piala Asia PP Muhammadiyah Apresiasi Sikap Kenegarawanan Anies dan Ganjar Haedar Nashir: Indonesia Harus Dibangun dengan Pemikiran Moderasi dan Multi Perspektif Pasca Putusan MK, Abdul Mu'ti Apresiasi Sikap Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud FLC PWM DIY dan SDN Karangsari Kolaborasi Tingkatkan Motivasi Belajar Anwar Abbas Harap Muhammadiyah-NU Bersatu Hadapi Peralihan Peradaban Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Minta Semua Pihak Hormati Putusan MK Inilah Makna Syawalan Bagi Cabang Ranting dan Masjid Berkemajuan Sukses di DPD RI, PWM DIY Siapkan Kader-kader Terbaiknya di Pilkada Serentak 300 Warga Muhammadiyah Ngaglik Hadiri Syawalan, Siap Bangun SMP Muhammadiyah yang Pertama Timnas U-23 Menang Lawan Australia Berkat Mahasiswa Muhammadiyah, Inilah Komentar Syauqi Soeratno Dukung Timnas U-23 di Piala Asia, PP Muhammadiyah Gelar Nonton Bareng Ragam Cerita Posko Mudikmu Tempel: Insiden Minibus dan Evakuasi Pemudik Terlantar Haedar Nashir: Puasa Ramadan Memberikan Nilai Tengahan Bagi Umat Muslim Alumni Sekolah Muhammadiyah Harus Punya Nilai Lebih Dan Beda Video Pendeta Gilbert Viral dan Tuai Polemik, Ini Respons Sekum PP Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman: RS Muhammadiyah Berazaskan Kasih Sayang, Berpihak Pada Dhuafa

Makan Burger Kok Menyebut Kemandirian Pangan, Itu Palsu

YOGYAKARTA — Hati-hati dengan kemandirian palsu? Contohnya sangat sederhana, ketika ada orang mengatakan sudah berhasil dalam hal kemandirian pangan tetapi ia justru mengonsumsi roti, itulah kemandirian pangan palsu. Mengapa? Karena bahan baku roti adalah gandum impor.

“Belum lama ini saya ketemu seseorang. Ia dengan bangga mengatakan tentang kemandirian pangan. Lalu saya tanya, kamu makan apa? Ia menjawab burger. Saya katakan padanya itu kemandirian palsu, semu, karena gandumnya pasti impor,” ungkap Prof. Dr. Ir. Susamto Somowiyarjo, M.Sc., Guru Besar Fakultas Pertanian UGM dan anggota Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah.

Kalimat tegas tapi pelan itu disampaikan pada webinar “Ketahanan Pangan di Masa Pandemi Covid-19”. Acara daring ini diselenggarakan Forum Unisa (For-U) bekerja sama dengan Prodi Bioteknologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Sabtu 1 Mei 2021.

Kalau mau mandiri, menurut Prof. Samto, harus betul-betul mengonsumsi makanan lokal dan berbahan baku dari lokal. “Tapi kalau burger, spaghetti, itu namanya kemandirian palsu,” tandasnya sambil tersenyum.

Agar bisa sampai kepada kemandirian pangan harus dimulai dari hal kecil dan lingkup paling kecil yaitu keluarga. Ia menyebut beberapa makanan lokal yang sebenarnya bisa menggantikan makanan impor, misalnya growol dan getuk.

“Kalau tetap tergantung makanan berbahan baku impor itu namanya secara pangan belum berdaulat. Masih suka disetir macam-macam kepentingan. Jika keadaannya seperti itu, kemudian diberlakukan stop impor gandum, bisa gonjang-ganjing,” katanya.

Keragaman jenis makanan juga menjadi perhatian serius Profesor Samto pada acara tersebut, apalagi Indonesia adalah negara yang diberi kakayaan alam berlimpah ruah. Ironisnya, sampai sekarang masih ada yang berpendapat “makan itu ya nasi. Meskipun sudah kenyang tapi belum makan nasi ya masih harus makan.”

“Hal itu didukung adanya pendapat bahwa sega (nasi) adalah singkatan dari mak seg terus lega. Jika dipaksanakan nasi sebagai makanan pokok kan repot bagi daerah-daerah yang tidak bisa menanam padi. Jika kemudian dipaksakan tanam padi justru merusak lingkungan,” jelasnya.

Prof. Samto juga menyampaikan masalah keamanan pangan, yang menurut penilaiannya masih rendah dan menyedihkan. Contoh konkrit, masih dikonsumsinya buah meski sudah busuk. Alasannya mubadzir. Kemudian dihilangkan busuk terus dijus. Itu namanya menyebarluaskan penyakit.

Juga roti basi, berjamur, tapi tetap saja ada yang mengonsumsi setelah bagian berjamur dihilangkan. “Ini persoalan serius. Makan makanan yang salah, tidak sehat. Tugas kita bersama untuk menyehatkan generasi kita,” kata Prof. Samto yang mengaku sudah lima tahun tidak membuang sampah, karena langsung diolah sendiri.

Masa pandemi ini berdampak besar pada ketersediaan pangan, karena pasokan terganggu dan infrastruktur terbengkelai. Untungnya, lanjut Prof. Samto, Yogya sudah memiliki pengalaman menghadapi hal serupa ketika terjadi gempa bumi tahun 2006 lalu.

“Dampaknya kan hampir sama, yaitu pasokan terganggu dan infrastruktur juga kacau. Selokan banyak yang tidak terawatt. Sekarang ini terjadi, malah tidak hanya di Yogya, juga di daerah-daerah lain,” ungkapnya.

Ia mengutip kata-kata Ir. Soekarno, presiden pertama Indonesia, “Tidak ada gunanya bicara politik bebas aktif kalau pangan masih bermasalah.” Karena itulah, menurutnya, masalah ketersediaan dan keamanan pangan harus sesegera mungkin diatasi. Untuk menuju hal itu pengusaan bioteknologi pangan menjadi prioritas diselesaikan.

Muhammadiyah, menurutnya, memiliki aset dan kemampuan untuk mengatasi hal itu. “Ini masalah serius dan Muhammadiyah kalau sudah terjun selalu serius,” tandasnya. (hr)

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here