Kiai Dahlan Luruskan Kiblat Mushola SD Muhammadiyah Suronatan
YOGYA – Anak-anak berseragam merah putih lengan panjang berjalan melalui salah satu gang kecil di Kampung Suronatan, Yogyakarta. Mereka adalah siswa-siswi SD Muhammadiyah Suronatan yang baru saja pulang setelah mengikuti Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT).
Dibangun tahun 1918 dengan nama Standar School Muhammadiyah, sekolah ini merupakan sekolah pertama milik Muhammadiyah. Mula-mula hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Anak-anak perempuan bersekolah di SD Muhammdiyah Kauman yang dulu bernama Pawiyatan Wanita.
Bukti sejarah Standar School Muhammadiyah masih terlihat dari gerbang sekolah. Dua pilar besar di kanan-kiri dan bentuk kubah masjid di atasnya, masih dipertahankan hingga hari ini.
Tidak hanya itu, tempat imam di mushola sekolah yang sedikit condong ke arah barat laut juga telah menjadi cagar budaya. Ukurannya dulu kecil, namun sengaja diperlebar dengan tetap mempertahankan posisi dan arah kiblatnya, karena menyesuaikan kebutuhan penggunaan.
“Ini dulu termasuk dua tempat pertama yang diluruskan arah kiblatnya oleh K.H. Ahmad Dahlan, selain Langgar Kidul,” ungkap Rr. Djirzanatil Muchtaromah, guru PAI di sekolah itu yang juga cicit K.H. Sangidu, salah satu kerabat dekat Kiai Dahlan.
Pagi menjelang siang, Senin (7/2), Tim Museum Muhammadiyah Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengunjungi bangunan sekolah tersebut. Kepala SD Muhammadiyah Suronatan, H. Slamet Riyanto, S.Pd., M.Pd., menerima kunjungan itu.
Ia menceritakan, terdapat beberapa artefak yang ditemukan di SD Muhammadiyah Suronatan. Di antaranya adalah sebuah meja belajar, satu kursi guru, tiga almari, serta beberapa buku yang dari kondisinya diketahui bahwa usianya sudah cukup tua.
Kursi guru dan meja belajar memiliki bentuk unik, sulit ditemui di era sekarang. Ukuran kursi lebih tinggi dibandingkan kursi pada umumnya. Di bagian depan, terdapat papan pancikan, atau sesuatu yang dapat diinjak, sebagai tempat kaki berpijak.
Bagian leher menunjukkan ukiran sebuah simbol yang oleh Kurator Museum Muhammadiyah, Muhammad Ichsan Budi PR, S.S., M.Hum, dikatakan sebagai logo sederhana Muhammadiyah yang sering dipakai pada masa-masa awal. Bentuknya seperti kombinasi beberapa huruf.
Sedangkan, almari dan buku-buku diperkirakan merupakan sisa peninggalan forum pengajian Kulliyatul Mubalighin yang merupakan cikal bakal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). “Dulu kalau malem disini dipakai untuk Kulliyatul Muballighin,” ungkap Zannah.
Nantinya, benda-benda berupa meja, kursi, almari, dan buku-buku itu akan dihibahkan kepada Museum Muhammadiyah. Namun, pihak SD Muhammadiyah Suronatan mengharapkan agar sekolah tetap memiliki replika dari meja belajar dan kursi guru.
“Kami berencana memiliki semacam museum mini,” ungkap Slamet. Dua benda itu akan menjadi salah satu koleksi di sana. Kepala sekolah yang memiliki latar belakang disiplin ilmu sejarah tersebut melihat pentingnya sejarah Muhammadiyah untuk semakin dikenalkan kepada masyarakat.
Slamet menjelaskan, apabila terdapat wisatawan yang berkunjung untuk belajar soal Muhammadiyah dapat diarahkan ke sekolah tersebut. Lokasinya tidak terlalu berjarak dengan beberapa situs seperti makam Nyai Ahmad Dahlan dan Langgar Kidul. Saat ini ruang museum mini itu masih dalam proses pembangunan.
Pihak Museum Muhammadiyah yang diwakili oleh Ichsan menyambut baik rencana tersebut dan menyatakan siap apabila di kemudian hari diperlukan tukar menukar informasi yang akan saling menguatkan isi museum-museum tersebut. (*)
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow