Ketahui Ini Sebelum Menyusun Konten Video Promosi

Ketahui Ini Sebelum Menyusun Konten Video Promosi

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) Morning Talk adalah sebuah forum yang mewadahi masyarakat khususnya warga Muhammadiyah untuk belajar berbagai hal baru, terutama pengembangan usaha dan pemasaran. Dilaksanakan tiap Rabu pagi pukul 06.00 WIB, kegiatan ini dapat diikuti melalui Zoom maupun live YouTube.

Irsyam nDeluweh adalah salah satu content creator yang cukup aktif memproduksi video, podcast, dan berbagai konten lain. Rabu (8/12), ia hadir sebagai narasumber JSM Morning Talk dan mengupas berbagai hal terkait penyusunan konten video promosi.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Mengapa Video?

Sebenarnya ketika akan melakukan sebuah promosi, terdapat banyak pilihan bentuk konten yang bisa diproduksi, seperti gambar, suara, video, dan sebagainya. Namun, Irsyam menilai bahwa video lebih banyak menjadi perhatian, seperti TikTok contohnya. “Sekarang zamannya orang suka dengan gambar bergerak,” terangnya.

Ia kerap menyusun dan berbagi vlog alias video blog yang mengupas berbagai kegiatan tur, wisata kuliner, dan berbagai hal lainnya. Begitu produktif, video-video tersebut diunggahnya di akun YouTube “Phidione ERAM”.

Membuat dengan Ponsel

Saat ini, pembuatan video dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk menggunakan ponsel. Selama ini, handphone lebih banyak dimanfaatkan untuk bermain media sosial. Padahal kalau difungsikan lebih baik, bisa sangat bermanfaat untuk promosi. “Handphone bisa jadi sekretaris kita,” tutur Irsyam.

Berbagai aplikasi dapat diunduh untuk mendukung proses penyusunan konten, contohnya YouCut, Kinemaster, Inshot, dan sebagainya. Aplikasi lain seperti PicsArt atau Canva dapat digunakan untuk mengedit foto. Irsyam mengaku lebih sering memakai Kinemaster dan PicsArt untuk menyusun konten-kontennya.

Menyusun video tampaknya mudah, tapi ketidaktahuan orang tentang menyusun video dapat membuat kualitas konten menjadi kurang memuaskan dan tidak sampai pada target konsumen. Salah satu hal yang sering diabaikan adalah pentingnya memerhatikan durasi video.

Konten video akan ditentukan menarik tidaknya oleh konsumen pada detik pertama hingga kelima. Setelah detik ke-15, apabila konten tersebut dirasa kurang menarik, penonton dapat teralihkan fokusnya. Sehingga, durasi video ideal yang pas untuk konsumen maksimal satu menit.

Tantangan setelah itu adalah bagaimana pada waktu yang pendek seorang penyusun konten dapat memasukkan pesannya. “Singkat tapi kena,” jelasnya. Banyak iklan singkat dan terus diulang-ulang, tetapi konsumen tidak bosan dan malah terus melekat ingatan akan konten tersebut.

Tidak hanya durasi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam menyusun video adalah pengambilan instrumen-instrumen untuk mempercantik video. Contohnya adalah penambahan lagu pengiring. Terkadang seseorang sering asal comot musik di internet, padahal ada istilah yang dinamakan copyright (hak cipta).

Pada beberapa platform seperti YouTube, ketika video kita terindikasi mengandung musik atau instrumen lain yang diambil tanpa persetujuan pemilik, video kita dapat di-banned oleh YouTube. Seramnya, kalau si pemegang hak cipta kemudian melaporkan dan menuntut haknya.

Irsyam mengingatkan mengenai penambahan musik ini perlu berhati-hati. Bila ingin menambahkan musik, pastikan bahwa musik tersebut oleh si pemilik sudah diberi keterangan “no copyright”. Artinya, instrumen tersebut dibolehkan untuk digunakan.

JSM pagi itu juga menyinggung berbagai perspektif tentang dunia bisnis. “Marketing itu penting, tapi jangan dilupakan loyal market,” kata Irsyam.

Kepercayaan pelanggan terhadap usaha kita sangatlah penting. Memberikan pelayanan terbaik bagi seorang pelanggan dapat memberikan kesan yang baik. Nantinya itu dapat menjadi jalan promosi secara tidak langsung melalui apa yang disebut oleh Irsyam sebagai “M to M” alias dari mulut ke mulut.

Dwiyono Iriyanto, Managing Director di HDI Management Centre yang juga tim JSM Morning Talk, turut berbagi pandangan. Bagi sebagian orang yang merasa usianya sudah terlalu tua untuk belajar, hal-hal yang berbau teknologi menjadi begitu asing dan anti untuk dipelajari.

Sehingga penting menumbuhkan growth mindset (cara berpikir yang bertumbuh). Cara pandang itu digambarkan oleh Iriyanto, “Sanajan aku wis tuwo, aku tak nyoba, aku tak sinau.” Meskipun secara usia sudah tua, namun orang-orang dengan growth mindset tidak akan menyerah untuk mencoba dan belajar. (*)

 Wartawan : Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow