Jihad Pagi AMM Imogiri: Peran Islam Jangan Dilihat Parsial

Jihad Pagi AMM Imogiri: Peran Islam Jangan Dilihat Parsial

Smallest Font
Largest Font

BANTUL – Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Imogiri, Bantul, kembali mengadakan kajian rutin daring “Jihad Pagi AMM Imogiri”, Ahad (15/8). Kali ini tema yang diangkat adalah “Refleksi HUT 76 RI: Islam dan Perjuangan Kemerdekaan RI”.

Sebagai pembicara Ustadz Ghifari Yuristiadhi, S.S., M.A., M.M., dosen Bisnis Perjalanan Wisata di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sejak pukul 06.15 WIB, ruang teleconference sudah dimasuki beberapa peserta dan disambut lagu Senandung Perjuangan. Beberapa saat setelah pembicara hadir, kegiatan pun dimulai.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Yuris, sapaan akrab pembicara yang juga Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) membidangi Seni dan Olahraga, membuka materi dengan menyampaikan, “Sejarah itu ibarat spion, kita harus melihat ke belakang untuk berjalan ke depan”. Begitu pentingnya sejarah, hingga orang tidak pernah berhenti menuliskan hingga hari ini.

Di awal, Yuris sempat memberikan disclaimer bahwa materi ini tidak dalam rangka menafikan peran umat agama lain yang juga punya kontribusi dalam kemerdekaan RI. Namun tidak bisa dipungkiri, umat Islam memiliki peran sangat besar dalam kemerdekaan RI sehingga patut disimak dan direfleksikan kembali.

Ia menarik mundur lebih jauh menuju masa awal datangnya Islam ke bumi Nusantara yang dulunya sama sekali tidak mengenal Islam. Ketika dikenalkan para pelancong Arab dan Gujarat, agama ini ternyata disambut dan diterima baik. Setidaknya ada beberapa faktor, yakni Islam dibawakan secara ramah dan mudah, serta adaptif dengan budaya lokal.

Setelah cukup berkembang, Islam kemudian menjelma sebagi agama-politik dimana banyak kerajaan Islam bermunculan, seperti Samudra Pasai, Mataram, dan sebagainya. Kemapanannya kemudian terusik oleh datangnya Portugis dan VOC (Belanda) lewat adanya perebutan kekuasaan, monopoli perdagangan, dan politik pecah belah.

Islam kemudian merespon dengan berbagai macam perlawanan. Kehadirannya yang dulu didorong semangat berdakwah, kini juga dibumbui kepentingan ekonomi. Karakter yang muncul dalam perjuangan melawan kolonialisme antara lain adalah keterlenaan pada feodalisme, semangat jihad melawan kafir (penjajah), pemimpin yang umumnya ialah sultan merangkap ulama.

Perjuangan umat Islam waktu itu banyak menuai kekalahan karena adanya tipu muslihat, ketidakberadaan pemimpin sebab meninggal atau diasingkan, dan berbagai kondisi lain. Jauh setelah itu, muncul pula kebijakan politik etis dari Belanda yang berbentuk bantuan pendidikan, irigasi, dan migrasi untuk Nusantara. Namun, di balik itu rupanya terdapat kepentingan ekonomi dan agama.

Hal ini kemudian direspon umat Islam dengan perlawanan terhadap diskriminasi dan ketidakadilan. Saat itu bantuan serta akses pendidikan yang diberikan Belanda lebih banyak menjangkau para bangsawan, bukan masyarakat luas. Cara perlawanan pun lebih terkesan modern dengan dimulainya pendirian lembaga sosial sendiri (contohnya ialah Sarekat Islam dan pendirian PKO oleh Muhammadiyah).

Setelahnya, Islam juga diuji bazaar ideologi. Organisasi Sarekat Islam (SI) yang dulunya mewadahi semangat kaum muslimin mulai diwarnai paham komunisme hingga akhirnya menyebabkan munculnya SI merah yang menjadi benih Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain itu, Muhammadiyah juga mulai berhadapan dengan kristenisasi dan Ahmadiyah, sehingga tercetuslah pengadaan Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Mendekati masa kemerdekaan serta setelah proklamasi kemerdekaan, terdapat banyak kontribusi dari tokoh-tokoh Islam baik melalui politik (adanya partai Masyumi), melalui militer (adanya Angkatan Perang Sabil yang membantu saat Agresi Militer Belanda), serta nonmiliter melalui perjuangan diplomasi dan birokrasi (Moch. Roem dalam perudingan, Ki Bagus Hadikusumo dalam BPUPKI, dan Kasman Singodimejo yang menjadi Jaksa Agung).

Menutup materinya, Yuris menyampaikan, “Kontribusi Islam jangan dilihat secara parsial.” Perjuangan memperoleh kemerdekaan adalah perjalanan panjang bahkan sebelum Pangeran Diponegoro dan teman-teman. Perjuangan ini menuntut solidaritas bersama menghadapi musuh (saat itu penjajahan).

Pada konteks saat ini, salah satu contoh musuh adalah pandemi Covid-19 yang harus dihadapi dan dicari solusi bersama. Melalui peran dan kontribusi di ranah masing-masing, kita turut melanjutkan perjuangan para pendahulu dengan tetap menjaga persatuan dan mendorong bangsa ini ke  arah yang lebih baik. (*)

Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow