News

News

MediaMU.COM

May 15, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking
Nur Ahmad Ghojali Sayangkan Orang Muhammadiyah Sekolahkan Anaknya di Luar Muhammadiyah PC IMM Djazman Al Kindi Yogya dan BEM UAD Gelar Simposium Pemikiran Islam, Hadirkan Pendiri IMM PCM Ngampilan Adakan Silaturahmi Sekaligus Pelepasan Calon Jamaah Haji Mie Lezatmu dan Mocaf Jadi Bukti Inovasi Cabang-Ranting Muhammadiyah dalam Dakwah Ekonomi PSHW UMY Amankan Tiket Menuju Babak 32 Besar Liga 3 Nasional Gelar Workshop Nasional, LPCRPM PP Siapkan Penguatan Cabang, Ranting, dan Masjid Mahasiswa UAD Tuntut Palestina Merdeka, Presiden BEM UAD: Negara Arab Jangan Cuma Peduli Minyak Saja! Ikut Aksi Bela Palestina, Rektor UAD: Anak Kecil Juga Pedih dengan Penderitaan Palestina Serukan Dukungan Palestina Merdeka, Dosen UAD: Pro Israel Hukumnya Haram Mughallazah Aksi Bela Palestina Menggema di Seluruh Kampus Muhammadiyah dan Aisyiyah Nasyiatul Aisyiyah gelar ToT Fasilitator Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak untuk Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat 1000 Cahaya: Muhammadiyah Gerakkan Ranting Hingga Sekolah untuk Cegah Krisis Iklim Keluarga Alumni UAD Hadiri Syawalan: Taburkan Maaf, Sucikan Hati, Eratkan Tali Persaudaraan Perguruan Tinggi Muhammadiyah - Aisyiyah Bakal Gelar Aksi Serentak Bela Palestina Perkuat Dakwah, Warga Muhammadiyah Bantul Hadiri Syawalan dan Pelepasan Ratusan Jamaah Haji K.H. Harun Abdi Manaf: Banggalah Menjadi Warga Muhammadiyah dan Pegawai AUM Gelar Syawalan dan Silatnas, IPM Luncurkan Inovasi dan Rencana Masa Depan Menjanjikan Syawalan PCM Kalasan Bahas Diplomasi Makanan Sebagai Upaya Melenturkan Dakwah Berkemajuan Pentas Dakwah Seni Budaya Meriahkan Syawalan PCM Gamping Dalam Syawalan dan Family Gathering, IMM UGM Bersatu dan Bersilaturahmi

IMM Sleman Diskusikan Fenomena Childfree di Indonesia

Diskusi AsikPC IMM Sleman. Foto: Afifa/mediamu.com

SLEMAN – Childfree merupakan suatu pilihan untuk tidak memiliki keturunan secara biologis. Fenomena ini salah satunya dilatarbelakangi faktor subjektivitas seseorang, yakni ada suatu kekhawatiran ketika anak lahir tidak dapat mensejahterakan, merawat, serta mendidik, sehingga anak kurang sejahtera dan merasa tertekan.

Untuk menjawab fenomena ini, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Sleman menyelenggarakan Diskusi Asik dengan tema “Menjawab Childfree dan Over Populasi dari Perspektif Sosial, Politik, dan Gender”, Ahad (29/8).

Pada kesempatan ini Muhammad Umar Al-Farouq (Kabid Riset dan Pengembangan Keilmuan) sebagai pemantik menggunakan perspektif sosial, dan Hilda Maulidiyah (Kabid Immawati) dengan perspektif gender. Materi dengan perspektif politik disampaikan Muhammad RM Fayasy Failaq (Kabid Hikmah).

Farouq mengatakan, istilah childfree muncul di masyarakat sejak abad 20 dan terdapat dalam paham maniisme yang mengatakan bahwa membuat anak bagian dari hal tidak bermoral. Salah seorang tokoh penganut paham maniisme ialah Agustin dan paham inilah yang kemudian membentuk paham childfree.

Dalam Surah Maryam ayat 2-6 Allah SWT berfirman terkait penjelasan kisah Nabi Zakaria dengan cobaan tidak memiliki anak. Kisah ini dijadikan dasar sebagai konsep childfree, yaitu involuntary childness dan voluntary childlessness.

Involuntary childness ialah kondisi dimana perempuan sudah menikah namun tidak/belum memiliki anak secara kodratnya, seperti kisah istri Nabi Zakariya yang pada mulanya belum dianugerahi anak oleh Allah SWT. Artinya kondisi ini termasuk pilihan tidak memiliki anak secara ketidaksengajaan.

Adapun voluntary childlessness ialah kondisi dimana perempuan sudah menikah namun memilih untuk tidak memiliki anak secara sengaja. Kini istilah involuntary childness menjadi childness, sedangakan voluntary childlessness menjadi childfree.

Menurut kacamata gender, Hilda menjelaskan fenomena childfree di Indonesia. Salah satu penyebab karena inner child yang terluka pada diri seseorang dan terbawa hingga dewasa dapat memberikan pengaruh berbahaya.

“Salah seorang perempuan memilih childfree karena trauma pada masa kecil. Ada pula alasan ingin menjaga bentuk tubuh, memiliki penyakit fisik atau psikologis, alasan ekonomi, ataupun tidak ingin melahirkan dalam kondisi bumi penuh bencana,” katanya.

Fayasy menekankan pentingnya kacamata politik dalam menghadapi childfree. Sebagai makhluk sosial manusia saling membutuhkan satu sama lain, karenanya muncul saling memiliki kepentingan di antara mereka.

Terkait childfree dan over populasi terdapat kepentingan perempuan.

Pertama, adanya kesulitan bagi perempuan ketika harus mengandung, menyusui, serta merawat seorang anak, serta adanya kepentingan suami-istri untuk merawat anak hingga dewasa.

Kedua, adanya kepentingan publik terkait over populasi. Fenomena ini membuat sebagian orang tua memutuskan tidak memelihara anak. Sehingga childfree dapat menjadi solusi untuk menurunkan kepadatan penduduk Indonesia.

Antusias peserta diskusi terlihat dari adanya beberapa pendapat pada sesi diskusi terbuka. Salah satu argument disampaikan Alfandi Ilham (Anggota Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan) terkait childfree dari sudut pandang agama.

Menurut tuntunan Majelis Tarjih Muhammadiyah, tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga sakinah. Kehadiran seorang anak dapat menjadi penunjang untuk kesakinahan keluarga. Namun, ketidaksengajaan untuk tidak memiliki anak merupakan problem rumit lainnya.

“Jika alasan childfree karena faktor ekonomi, maka secara aqidah hukumnya haram. Karena sama saja tidak yakin dengan Dzat Pemberi Rezeki. Kedua, jika childfree marak maka populasi akan berkurang, sedangkan apabila dikaitkan dengan maqashidusyariah maka tidak sesuai dengan hifdzunasl (memelihara keturunan),” jelasnya. (*)

Wartawan: Afifatur Rasyidah I.N.A.
Editor: Heru Prasetya

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here