Hikmah Tiga Kisah Pemuda dalam Al-Qur’an
SLEMAN – Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Depok, Sleman, mengadakan AMM Depok Mengaji pertama di tahun 2022. Acara ini rutin diadakan setiap bulan dari masjid ke masjid di wilayah Depok. Pada Kamis (20/1), diadakan di Masjid Al Qomar, Gowok, Caturtunggal, Depok.
AMM Depok Mengaji edisi Januari ini mengangkat tema “Pemuda Al-Qur’an: Mencetak Intelektual Muda yang Qur’ani”, menghadirkan Drs. H. Sri Purnomo (Bupati Sleman 2010-2021), M.Si. sebagai pembicara. Acara ini juga dihadiri Ketua PCM Depok, Drs. H. M. Jumiran, M.Pd.I., Panewu Depok, Wawan Widiantoro, S.IP., M.P.A., serta para senior PCM Depok, AMM Depok, dan tamu undangan lain.
Sri Purnomo menjelaskan, dalam Al-Qur’an, kata pemuda disebut dengan “fataa” dan “fatayat” di beberapa surat, salah satunya Al-Anbiya ayat 60. Surat tersebut mengisahkan seorang pemuda yang menghancurkan patung berhala dan pemuda tersebut bernama Ibrahim yang kelak akan menjadi Nabi.
Di masa kecilnya, kaum Nabi Ibrahim adalah penyembah berhala, bahkan ayahnya yang bernama Azhar bekerja sebagai pembuat patung berhala.
Nabi Ibrahim saat itu mengingatkan ayahnya untuk tidak lagi menyembah dan membuat patung berhala. Setelah itu terjadi perdebatan panjang antara dia dengan ayahnya. Beranjak remaja, Nabi Ibrahim berinisiatif menghancurkan semua patung berhala yang dimiliki kaumnya hingga menyisakan satu patung berhala yang besar.
Raja Namrud yang memerintah saat itu menjatuhkan hukuman kepada Nabi Ibrahim yaitu dibakar hidup-hidup. Namun, atas kuasa Allah api tersebut menjadi dingin bagi Nabi Ibrahim.
Dari kisah tersebut, bisa diambil hikmah kepemudaan. Bahwa Nabi Ibrahim merupakan sosok pemuda dalam Al-Qur’an sebagai suri tauladan. Ia berani menegakkan kebenaran di wilayahnya yang banyak kemunkaran.
“Itulah mereka pemuda yang berpendirian kuat karena dibimbing langsung oleh Allah sehingga berani menyampaikan kebenaran untuk amar makruf nahi munkar,” jelas Sri Purnomo.
Kemudian, pemuda lain yang disebut dalam Al-Quran adalah Nabi Musa. Di masa kecilnya, ia hidup di bawah asuhan Raja Fir’aun setelah sebelumnya istri raja, yaitu Asiyah, menemukan Musa di Sungai Nil. Kala itu, terdapat aturan dimana setiap bayi laki-laki yang lahir harus dibunuh. Fir’aun diberi ramalan bahwa akan ada bayi laki-laki yang saat dewasa akan memusuhinya
Setelah Nabi Musa beranjak dewasa, terjadi sebuah insiden perkelahian antara seorang pemuda Bani Israil dengan Bangsa Mesir. Pemuda Bani Israil itu meminta pertolongannya dan tanpa pikir panjang Nabi Musa meninju pemuda Mesir. Pemuda Mesir itu mati hanya dengan sekali tinju. Kisah ini tertuang dalam Al-Quran Surat Al-Qashash ayat 15.
Peristiwa pembunuhan pemuda Mesir tersebut sampai ke telinga Fir’aun dan membuatnya marah. Ia kemudian memburu Nabi Musa. Seorang pemuda dari Bani Israil memberi tahu Nabi Musa tentang Fir’aun yang mengejar dia, Nabi Musa yang saat itu diliputi penyesalan karena sudah membunuh kemudian berlari menghindari Fir’aun dari Mesir hingga sampai ke Negeri Madyan.
Sesampainya di Madyan, Nabi Musa menjumpai dua orang gadis perempuan yang juga membawa ternaknya menunggu untuk meminumkan ternaknya. Diliputi rasa penasaran, Nabi Musa mendekati keduanya dan bertanya mengapa kedua gadis itu meminumkan ternaknya di tempat yang dikerumuni banyak penggembala lelaki.
Salah seorang dari mereka menjelaskan kalau mereka tidak mungkin bisa memberi minum ternaknya sampai para penggembala tersebut pulang, sehingga sumber air tersebut kosong barulah keduanya bisa meminumkan ternaknya. Kedua gadis itu tak punya saudara laki-laki yang bisa bekerja untuk meminumkan ternaknya, sementara ayahnya sudah tua renta.
Nabi Musa melihatnya sebagai sebuah ketidakadilan. Lantas, ia menyingkirkan para penggembala laki-laki dan kedua gadis tersebut dipersilakan memberi minum ternaknya.
“Dari kisah ini, terdapat hikmah pemuda yang kedua, yaitu mampu melihat ketidakadilan dan berinisiatif untuk memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, dilakukan dengan sebaik – baiknya,” papar Sri Purnomo.
Kisah pemuda ketiga, yakni Ashabul Kahfi. Dalam surat Al-Kahfi, mereka diceritakan sebagai kumpulan pemuda yang beriman kepada Allah SWT di tengah-tengah kaum dan penguasa sangat jahiliyah. Mereka dipaksa menyembah berhala. Karena itulah, para pemuda yang beriman tersebut meninggalkan kaumnya dan saat perjalanan beristirahat di sebuah gua.
Menurut beberapa tafsir, mereka beristirahat di dalam gua dalam keadaan ditidurkan sementara oleh Allah selama 300 tahun. Padahal para pemuda itu merasa tertidur hanya semalam. Ketika mereka bangun dan keluar dari gua, kehidupan di kotanya sudah berubah drastis.
“Di sinilah hikmah pemuda yang ketiga, bahwa mereka para ashabul kahfi adalah golongan pemuda yang berani untuk tidak patuh kepada penguasa yang jahat dengan memaksa menyembah berhala. Mereka tahu kalau itu tidak benar dan tetap percaya pada Allah SWT Sehingga berani untuk hijrah meninggalkan kaum itu,” jelasnya.
Selain berpesan untuk meneladani kisah pemuda dalam Al-Qur’an tersebut, Sri Purnomo juga berpesan kepada para jamaah terlebih AMM Depok untuk tidak meninggalkan shalat, terutama shalat jamaah serta senantiasa memakmurkan masjid.
“Sebaik-baik perbuatan adalah melaksanakan shalat tepat pada waktunya, lebih baik lagi dengan berjamaah. Alangkah indahnya ketika para pemuda pemudi bisa shalat berjamaah di masjid, khususnya di waktu Shubuh. Aktivis AMM harus punya prinsip shalat harus berjamaah di masjid,” tegasnya. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah Atha Ridhai
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow