Hamim Ilyas: Akidah dalam Muhammadiyah untuk mewujudkan kesejahteraan untuk semua
BANTUL – Islam sesuai untuk seluruh waktu dan seluruh tempat, bukan disesuaikan, tetapi memang sesuai. Adaptif dan berkemajuan dalam Muhammadiyah itu tidak merasakan keresahan dalam dunia maupun akhirat.
“Apabila masih ada keresahan terhadap dunia dan akhirat itu tidak termasuk dalam Islam Rahmatan Lil'alamin,” kata Dr. Hamim Ilyas, M.Ag., Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat mengisi materi “Fiqih Adaptif Berkemajuan” di PM3NAS IMM, Jumat (11/10).
Contohnya seperti pemilihan partai politik. Di zaman sekarang yang berbeda dengan zaman orde baru lebih baik ketimbang masa orde baru yang saat itu masih dipenuhi dengan keresahan sulitnya melanjutkan profesi jika tidak mendukung partai tertentu.
Ukuran kesejahteraan hidup itu dinilai dari materiil dan spiritual. Jika kondisi materiil nya tercukupi namun spiritualnya kurang, maka sebanyak apapun materi yang dimiliki akan terus merasa kurang sejahtera, begitupun sebaliknya. “Muhammadiyah berusaha membantu menyediakan bantuan di bidang pendidikan maupun kesehatan. Agar bangsa bisa mendapatkan kesejahteraan,” ujar Hamim.
Matan keyakinan hidup Muhammadiyah itu berasal dari makna shalat yang dipahami oleh masyarakat. Diawali dengan takbiratul ihram yang maknanya adalah memuja dan tunduk kepada Allah SWT.
“Kesejahteraan itu artinya damai dan bahagia, misalnya Anda sudah bekerja dan mendapatkan gaji, gaji tersebut membuat Anda damai namun Anda mentransfer kepada keluarga maka Anda akan bahagia,” lanjutnya.
Sayangnya, hanya Muhammadiyah yang sudah jelas dengan definisi agamanya. Muhammadiyah juga bertauhid murni sesuai yang tercantum dalam Matan Keyakinan Muhammadiyah, yaitu tauhid yang bersih, murni, dan tidak khurafat. Muhammadiyah menjunjung tinggi toleransi. Di dalam Muhammadiyah itu ada mental kaya sehingga Muhammadiyah memiliki mental memberi.
“Sayangnya bangsa kita belum memiliki mental kaya tetapi mental fakir. Akhirnya mereka tidak memiliki mental memberi namun meminta kepada negara,” ucap Hamim dengan nada prihatin.
Selain mental kaya dan mental memberi juga orang yang beriman itu harus menjadi orang yang jujur. Jika belum seperti itu maka belum memahami Islam yang authentic. Kita sekarang harus menghidupkan iman yang bisa membuat orang itu menjadi jujur dan menjadi bertanggungjawab.
Umar bin Khattab pernah berkata: "Sungguh saya khawatir jika nanti saya dimintai pertanggungjawaban, ada keledai lewat di jalan khalifahnya jatuh terperosok"
Terlebih, umat Islam itu dikenal sebagai umat yang eksklusif. Muhammadiyah menolong dan membantu siapapun, contohnya seperti orang China yang berobat di RS Muhammadiyah tetap dilayani dengan baik. Berbeda dengan situasi dimana memberi dan membantu harus ditanyakan terlebih dahulu seperti Islam apa? Muhammadiyah atau apa? Timbul pertanyaan lain lain sehingga hilangnya waktu untuk memberikan pertolongan.
Al-Qur'an itu membebaskan dari kejahiliyahan atau kebodohan. Keberkahan itu adalah kebaikan dalam sesuatu, seperti halnya terkandung dalam Surat Maryam yang didalamnya terdapat kesucian. Ketika Indonesia memiliki perkembangan teknologi dan kemajuan lainnya, Indonesia tetap mempunyai kesucian. Kesucian itu dalam Islam adalah nilai yang mutlak.
Fiqih adaptif itu membangkitkan peradaban Islam kembali yang mana peradaban Islam lebih baik daripada peradaban barat. Walaupun Barat memiliki kemajuan di bidang tertentu, tetapi dalam segi kesucian peradaban Islam jauh lebih baik.
Sebagai contoh, kasus yang saat ini terus berlangsung yaitu perseteruan Israel dengan Palestina. Banyaknya negara barat yang membantu Israel itu menunjukkan Islam lebih baik dan tidak membenarkan hal hal seperti penghancuran. Meskipun umat Islam sering dianggap lemah karena kurang berkontribusi secara langsung memenangkan Palestina.
Hukum dalam Ushul Fiqih itu baik dan hukum dalam Islam di dalamnya ada yang namanya Istisna. Istisna itu adalah hukum akad dalam Islam. Akad Istishna itu menjunjung tinggi yang namanya prinsip keadilan karena kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban yang jelas. Pertama produk tarjih itu ada yang putusan, fatwa, wacana dan taujihat.
Putusan itu mengikat seluruh warga Muhammadiyah contohnya kalender Muhammadiyah meskipun berbeda dengan negara. Terkait haramnya rokok itu merupakan fatwa, yang menerima haramnya rokok itu muhammadiyah yang menerima fatwa. “Fatwa itu bukan merupakan putusan yang mengikat. Fatwa itu menyesuaikan dengan hati nurani masyarakat muhammadiyah itu sendiri,” jelasnya.
Kalau wacana itu menggambarkan bahwa Muhammadiyah memiliki wawasan kedepannya. Jika Majelis Tarjih memberikan wacana itu agar warga Muhammadiyah memiliki wawasan. Produk yang terakhir yaitu Taujihat, baru sekali keluar saat Munas di Sulawesi.
Kedua tentang tahlil yang mana merupakan tradisi di masyarakat Indonesia. Menghilangkan itu merupakan hal yang sulit, maka diperlukan kebijakan. Dalam Majelis Tarjih itu menghimbau untuk jangan melarang masyarakat melakukan tahlil atau semacamnya karena hanya akan menimbulkan perseteruan.
“Kalaupun hilang, biarlah hilang dengan sendirinya. Muhammadiyah jangan menghilangkan tradisi tersebut hingga memang hilang dengan sendirinya,” tandasnya.
Menurutnya, Muhammadiyah harus mengupayakan keharmonisan dan keutuhan di lingkungan masyarakat. Akidah dalam Muhammadiyah itu adalah sistem kepercayaan yang etis, yang mewujudkan kesejahteraan untuk semua, tidak hanya untuk golongan tertentu. (*)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow