Gerakan Literasi dan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Sekolah Muhammadiyah
Oleh : Eko Harianto*
Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan Prof. Imam Robandi dalam Suara Muhammadiyah (Edisi 14/102 21 Syawwal-7 Dzulqa’dah 1438 H) dengan judul “Gerakan Masif Olimpiade Sekolah-Sekolah Muhammadiyah”. Dalam tulisan tersebut menggambarkan gerakan sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam ajang Olimpiade, baik yang diadakan oleh Pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan maupun Persyarikatan Muhammadiyah.
Di sekolah-sekolah masih terlihat anak-anak memiliki kegiatan rutinitas pergi dan belajar. Selama di sekolah sebagian besar waktu siswa digunakan untuk mendengarkan ceramah guru dalam menyampaikan materi. Waktu luang dalam belajar seperti waktu sebelum masuk belajar dan waktu istirahat banyak dipergunakan siswa untuk bermain smartphone, gadget, update status medsos, ngobrol bersama teman-teman, dan lain sebagainya. Ada sisi penting yang terlupakan oleh dunia pendidikan khususnya warga sekolah yaitu budaya membaca.
Budaya membaca dapat menjadi kegiatan rutinitas kewajiban bagi civitas sekolah termasuk para siswa. Membaca merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, karena pengetahuan dalam hidup manusia berasal dari kemampuan membaca. Dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa membaca merupakan kunci segala-galanya, baik yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan mewujudkannya dalam karya tulis-menulis melalui “Gerakan Literasi Sekolah (GLS)”. GLS merupakan salah satu program yang dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud R.I.) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dalam permendikbud, kegiatan membaca buku non pelajaran merupakan sebuah kegiatan yang perlu dilakukan minimal 15 menit setiap hari. Materi baca berisi nilai-nilai agama, budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Melalui kegiatan literasi diharapkan kemampuan membaca dan menulis siswa Indonesia meningkat. Kemampuan membaca dan menulis akan meningkat ketika kegiatan membaca dan menulis menjadi budaya dalam lingkungan sekolah.
Literasi merupakan sebuah kata yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Kata literasi ramai diperbincangkan dalam kaitannya dengan banyak hal, seperti membaca, menulis, komputer, iptek, budaya, politik, teknologi, lingkungan, dll. Hal ini tidak lepas dari makna literasi itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Daring), literasi dapat dimaknai: 1) kemampuan menulis dan membaca; 2) pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu; dan 3) penggunaan huruf untuk mempresentasikan bunyi atau kata.
Rendahnya kemampuan membaca dan menulis tak lepas dari budaya masyarakat. Data UNESCO menunjukkan tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001 (Republika, 2015), artinya dari 1.000 orang hanya ada 1 orang yang berminat membaca. Sebuah angka yang menunjukkan rendahnya minat baca orang Indonesia. Hal ini selaras dengan fenomena di lapangan yang menunjukkan bahwa orang lebih menyukai menonton televisi, ngobrol, menggosip, atau bermain gadget ketimbang membaca atau menulis. Kegiatan literasi belum menjadi budaya.
Eksistensi Sekolah Muhammadiyah Dalam LKTI
Dalam tulisan Prof. Imam Robandi tersebut dinyatakan bahwa, “olimpiade adalah satu sarana yang sangat efektif untuk mengangkat sekolah-sekolah dalam memainkan peran dakwahnya menjadi yang selalu terdepan di setiap peran. Selain itu, olimpiade juga bukan sekedar mencari juara dan mencari siswa yang paling hebat. Akan tetapi, bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah olimpiade merupakan sebuah gerakan stategis untuk selalu mencari posisi baru dalam berdakwa.”
Sama halnya olimpiade, LKTI juga menjadi sarana efektif dalam melakukan dakwah bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah. Sekolah-sekolah Muhammadiyah dapat berbangga diri dalam mengikuti ajang olimpiade yang sering diadakan. Namun, bila melihat sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam lomba karya tulis ilmiah tentu kita masih harus melakukan pembinaan yang lebih baik lagi.
Ajang LKTI yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya oleh pemerintah baik melalui Kementerian maupun Lembaga Penelitian ialah: lomba penelitian siswa nasional (LPSN) tingkat SMP yang diadakan Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional; lomba karya ilmiah remaja (LKIR) dan national young inventors award (NYIA) yang diadakan oleh LIPI.
Selain itu, terdapat juga LKTI tingkat nasional yang diadakan oleh Muhammadiyah maupun perguruan tinggi, misalnya: Olympicad yang diadakan Muhammadiyah juga terdapat lomba karya tulis ilmiah untuk tingkat SMA/SMK/MA/Sederajat; Lomba Karya Ilmiah Remaja Tingkat Nasional dari HIMABIO Universitas Negeri Semarang untuk SMA/MA/SMK/Sederajat; Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional untuk SMA/MA/SMK/Sederajat yang diadakan Fakultas MIPA UII dengan nama lomba Chemical Analyst for Science and Technology Competition.
Dari berbagai macam lomba yang diselenggarakan tersebut tentu ada pertanyaan di dalam benak kita, “sampai dimana keikutsertaan sekolah-sekolah Muhammadiyah?”. Bagaimana gerakan literasi yang dilakukan sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam meraih minat karya tulis ilmiah dikalangan siswanya? Tentu tidak hanya pada karya tulis ilmiah, akan tetapi bagaimana memancing ide-ide kreatif yang dihasilkan dari gerakan literasi. Sehingga tidak hanya sekedar untuk mengikuti kebijakan yang diberlakukan dalam kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional saja.
Untuk mengasah kemampuan siswa dalam mewujudkan literasi dan berpartisipasi dalam lomba karya tulis ilmiah, sekolah-sekolah Muhammadiyah dapat mengikuti lomba tersebut tanpa mempermasalahkan siapa yang mengadakan penyelenggara lombanya. Karena sekolah-sekolah Muhammadiyah memiliki potensi besar yang dibutuhkan untuk mengasah dan bersilaturahmi secara rutin sebelum penerimaan peserta didik baru.
Mewujudkan Literasi Siswa Penuh Makna
Program literasi tidak hanya sekadar mendorong minat baca siswa meningkat. Program tersebut dapat dijadikan sebagai sarana untu mengakses, memahami serta menggunakan secara cerdas sumber literasi. Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam GLS menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut: pertama, perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.
Kedua, program literasi yang baik bersifat berimbang. Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja.
Ketiga, Program literasi terintegrasi dengan kurikulum. Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.
Keempat, Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun, misalnya: ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
Kelima, kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan. Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.
Keenam, kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman. Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman multikultural.
Saatnya sekolah-sekolah Muhammadiyah melakukan terobosan dengan mengadakan Lomba Karya Tulis Ilmiah dan Lomba Literasi Tingkat Nasional mulai tingkat SMP/MTs sampai dengan SMA/SMK/MA. Sehingga, kita dapat memacu dan mengetahui sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam melakukan pembinaan serta menyusun strategi GLS. Kegiatan tersebut dapat diikutkan dalam ajang NETS Universitas Muhammadiyah Purwokerto, OLYQ, OLYCON, OLYMPICAD, dan lain sebagainya.
Jangan sampai ada hambatan dan pembatasan pada ajang lomba yang akan diikuti oleh siswa. Karena disanalah bakat-bakat yang belum pernah terlihat akan muncul. Selain itu, kegiatan lomba juga sebagai ajang pembinaan mental siswa agar memiliki jiwa ksatria dan mental juara. Sudah bukan saatnya sekolah-sekolah Muhammadiyah berdiam diri dan hanya menjadi penonton menyaksikan sekolah-sekolah lainnya. Kreativitas dan inovasi harus segera ditampilkan kepada khalayak umum. Selamat berkarya dan berkompetisi.
*Konselor & Penulis
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow