Diskusi Aktual IPM DIY: Jangan Biarkan Geng Berkembang di Sekolah
YOGYA – Kejahatan di jalanan yang dilakukan kalangan remaja sekolah atau sering disebut dengan “klitih” di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menimbulkan keresahan bagi semua pihak. Tak jarang mengakibatkan korban luka, bahkan sampai meninggal dunia.
Sebagai bagian partisipasi angkatan muda, Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) DIY melakukan berbagai upaya, salah satunya mengadakan Diskusi Aktual “Yogya Tidak Aman, Sampai Kapan?”, Ahad (22/5) di Aula Gedung Dakwah PWM DIY.
Diskusi ini menghadirkan narasumber berbagai kalangan, yakni Kapolres Sleman, AKBP. Imam Rifai, Dosen Sosiologi UIN Sunan Kalijaga, B.J. Sujibto, S.Sos., M.A., Sekretaris Majelis Dikdasmen PWM DIY, Dr. Farid Setiawan, S.Pd., M.Pd., dan Wakil Ketua PWM DIY, Arif Jamali Muis, M.Pd.
Baca juga: Kapolres Sleman: Secara Umum, Yogya Aman dan Kondusif
Sujibto melihat. kelompok remaja yang melakukan kejahatan jalanan ini sebagai kelompok kecil. Namun ketika kelompok meluas, anak-anak di dalamnya semakin merdeka melakukan apa saja dan tidak lagi terikat dengan aturan manapun. Sangat mungkin terjadi kekerasan sporadis.
Beberapa kasus klitih yang terjadi belakangan ini, memperlihatkan para pelaku melibas orang yang melintas. Seperti tanpa sebab.
Menurutnya, kekerasan tersebut bersifat spiral, terjadi secara terus-menerus dan berulang-ulang. Artinya, orang yang mengalami kekerasan cenderung akan mempraktikkan kekerasan juga dan secara psikologis itu sudah terafirmasi akan terjadi.
“Orang yang memiliki pengalaman traumatik dengan kekerasan, dia akan mengekspresikan dengan kekerasan juga,” jelasnya.
Sujibto juga menyoroti fenomena bystander. Orang sekitar, baik itu masyarakat maupun lembaga, hanya menonton langsung tanpa ada keinginan menolong korban atau bahkan tidak peduli. Hal ini seolah-olah menormalisasi kekerasan di dalam masyarakat.
Di masa sekarang, bystander telah bermanifestasi dan berganti medan, salah satunya di dunia digital, dalam hal ini media sosial. Mereka dengan mudahnya mengompori suatu kejadian kekerasan supaya dapat menormalisasi kekerasan itu sendiri.
“Maka dari itu, aspek bystander dalam kekerasan ini juga perlu diperhatikan,” tegas Sujibto.
Sementara itu, Farid Setiawan menyinggung soal narasi penggunaan kata “klitih” dalam kasus kejahatan jalanan. Menurutnya, istilah klitih harus diganti karena mengandung makna peyoratif dan sangat merugikan semua pihak. Tak hanya personal, juga institusi, warga dan masyarakat DIY.
Ia menilai, penyebab kejahatan jalanan yang dilakukan para remaja disebabkan beberapa faktor. Mulai dari anak yang secara pribadi sedang frustasi, lingkungan sosial, dan keluarga. Bila suatu lingkungan keluarga dihadapkan dengan kekerasan maka akan menganggap hal tersebut sebagai biasa.
“Karena itu, peran sekolah dan keluarga itu penting untuk saling menyadari bagaimana pembentukan kepribadian anak perlu saling bersinergi,” ucapnya.
Farid menyambut positif diadakannya diskusi oleh PW IPM DIY mengangkat tema kejahatan jalanan seperti ini. Memang diperlukan usaha yang serius untuk mencari jalan keluar atau solusi terbaik. Apalagi hal ini berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, khususnya di DIY yang merupakan bagian dari “ibukota” Muhammadiyah.
“Kami dari Dikdasmen juga mendorong agar peningkatan partisipasi sekolah dan orangtua dengan mengusung isu berkaitan dengan pendidikan damai. Membuat sekolah sebagai satu institusi yang agung dan luhur yang benar-benar nyaman agar anak-anak bisa belajar dan menjadikan sekolah sebagai rumah kedua,” kata Farid.
Arif Jamali menyebutkan, sinergitas semua pihak sangat diperlukan dalam menyelesaikan kejahatan jalanan ini. Setidaknya, sinergi antara sekolah, orangtua, dan aparat pemerintah.
Pengajar di SMA Negeri 5 Yogyakarta itu mengatakan, karena berkaitan dengan remaja atau pelajar, maka IPM DIY harus bisa masuk ke dalamnya agar dapat menyebarkan virus perdamaian, antikekerasan, di seluruh sekolah.
“Kita berharap IPM bisa mulai masuk ke dalam sekolahan untuk mengantisipasi munculnya geng di sana. Karena, kejahatan jalanan ini awalnya dari geng itu sendiri, maka tidak boleh dibiarkan berkembang,” tegas Arif Jamali.
Ia juga mengimbau agar IPM selalu mengadakan kegiatan yang positif dan kreatif agar para remaja atau pelajar tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow