Dari Silaturahmi Kader ke Alumni: IPM Harus Akrab dengan Para Pelajar
BANTUL – Pelatihan Kader Purna Taruna Melati Utama (PKPTMU) merupakan jenjang pelatihan kader terakhir Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Tahun 2022, Pimpinan Pusat (PP) IPM berencana mengadakan PKPTMU atau biasa disingkat TMU, Rabu-Kamis (23-31/3).
Pada tahap seleksi yang dilaksanakan akhir Februari, seluruh pendaftar dari Pimpinan Wilayah (PW) IPM Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinyatakan lolos. Empat pendaftar lolos untuk mengikuti pelatihan pada tahun ini, empat lainnya pada tahun selanjutnya.
Keempat peserta yang akan mengikuti TMU tahun ini di Nusa Tenggara Barat adalah Mumtaz Fikri Danasti (Ketua Bidang Perkaderan), Muhammad Yasir Abdad (Ketua Bidang Advokasi), Ahimsa W. Swadeshi (Sekretaris Bidang ASBO), serta Ulima Nabila Adinta (Anggota Bidang PIP).
Sebelum mengikuti TMU, empat orang tersebut menemui beberapa tokoh alumni IPM di DIY. Ahad (13/3), berkunjung ke rumah Ketua PP IPM 1990-1993, Drs. H. M. Jamaluddin Ahmad, Psikolog dan Sekretaris Jenderal PP IPM 2000-2002, Arif Jamali Muis, M.Pd.
Di rumahnya daerah Piyungan, Bantul, Jamaluddin Ahmad begitu hangat dan akrab menyambut empat kader IPM tersebut. Ia berbagi cerita perjalanannya di IPM dan pandangannya terhadap IPM serta Muhammadiyah hari ini.
“Waktu itu saya jadi ketua usia 20 tahun,” ungkap Jamal.
Selesai menjalankan amanah di pimpinan daerah, Jamal langsung ditarik ke pimpinan pusat dan selanjutnya mendapat amanah sebagai ketua umum.
Ini tidak lepas dari keterlibatan Pak AR Fachruddin yang ketika itu menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah. Pak AR menegaskan agar pimpinan IPM diisi kader yang masih berkuliah semester awal. Menurut Jamal, hal itu agar tidak ada gap yang terlalu jauh dengan lahan garapnya, yaitu para pelajar.
Alumni IPM itu kemudian mengajak berefleksi, “Coba, mana programnya PP IPM sekarang yang benar-benar berdampak untuk pelajar?”
Menurutnya, salah satu tantangan pimpinan IPM adalah menekan hasrat untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan mengabaikan tugas besar IPM untuk menghidupi para pelajar.
Kunjungan kemudian dilanjutkan ke Kasihan, Bantul, kediaman Arif Jamali Muis dan istrinya, Nahar Miladi, yang sama-sama alumni IPM. Keduanya berbagi pengalaman selama berperan di organisasi Muhammadiyah sayap pelajar itu.
Awal abad 21 itu, menurut Arif Jamali yang akrab dengan panggilan Pak Ayip ini, IPM begitu kuat menyuarakan gerakan perdamaian dan antikekerasan. Ini dilatarbelakangi adanya konflik Ambon yang meletus sekitaran waktu itu. Respon IPM banyak muncul melalui bidang baru yang dimunculkannya yaitu Bidang Advokasi, saat itu dikomandani oleh Irfan Amalee, yang kini dikenal sebagai founder Peace Generation.
Ayip menjelaskan, saat itu bacaan-bacaan kader IPM cenderung kritis dan mengarahkan kepada harapan adanya tatanan sosial baru. Arah diskusi saat itu banyak diwarnai topik metode analisis sosial (ansos). Metode tersebut hingga saat ini masih sering digunakan pimpinan IPM.
Selaras dengan Jamal, Ayip menilai bahwa IPM hari ini cenderung diuji dengan munculnya kesan elitis pada level pimpinan. Kedekatan dan keakraban dengan para pelajar yang menjadi target gerakannya tidak begitu terlihat. Menurutnya, hal ini menjadi PR bagi IPM.
“Setiap zaman punya tantangan beda-beda,” katanya. Oleh karena itu, Ayip memberikan pesan kepada peserta TMU untuk menjawab tantangan yang akan dihadapi di IPM. (*)
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow