Cerita Rakyat sebagai Edukasi Mitigasi Bencana
YOGYA – Cerita rakyat seperti Sangkuriang dan Ratu Kidul bukannya muncul begitu saja, tapi menyimpan pengetahuan mendalam yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Termasuk pengetahuan mengenai lingkungan.
Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PW IPM DIY) melalui Bidang Apresiasi Seni Budaya dan Olahraga (ASBO) dan Bidang Lingkungan Hidup (LH) menggelar diskusi “Cerita Rakyat untuk Menjaga Bumi Indonesia” dengan subjudul “Edukasi Kultural tentang Ekologi dan Mitigasi Bencana”, Ahad (9/1).
Kegiatan virtual ini dihadiri lebih dari 50 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia. Narasumber yang diundang adalah Ma’rufin Sudibyo, S.T., peneliti kebencanaan di Badan Pengelola Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong yang juga aktif di Dongeng Geologi.
Ma’rufin berbagi fakta penting bahwa gempa bumi dan tsunami adalah bencana paling mematikan dalam dua dasawarsa terakhir terhitung sejak 2000. Namun, bencana-bencana tersebut sudah sunatullah untuk terus terjadi selama lempeng-lempeng bumi bergerak.
Perulangan itu menunjukkan fenomena alam sebenarnya memiliki pola tertentu yang dapat dibaca dan dianalisis. Oleh karenanya, manusia perlu memahami dan menyesuaikan melalui upaya mitigasi sehingga risiko bencana alam dapat diminimalisasi.
Di Indonesia, kejadian bencana alam di masa silam kerap terekam dalam cerita tutur yang disampaikan dari generasi ke generasi. Cerita tersebut dapat menjadi salah satu modal melakukan mitigasi.
Ma’rufin menunjukkan bagaimana cerita legenda seperti Sangkuriang, Batu Klinting, dan juga Ratu Kidul berkemungkinan menjelaskan kondisi alam Indonesia. Detail dalam cerita Sangkuriang memiliki kesamaan dengan beberapa fenomena alam di Sesar Lembang, Bandung.
Interpretasi lain mengatakan bahwa cerita Sangkuriang diperkirakan mengandung penjelasan munculnya Tangkuban Perahu. Sedangkan, cerita Batu Klinting di Semarang menggambarkan fenomena alam sebelum munculnya Rawa Pening. Cerita lain seperti Ratu Kidul dapat menjelaskan gempa-gempa megatrust Jawa pada 400 tahun silam.
Cerita-cerita tadi di satu sisi bisa dianggap sebagai gugon tuhon, cerita yang mengada-ada, bahkan bagi sebagian orang dianggap sebagai syirik. Tapi di sisi lain, bisa jadi merupakan mekanisme dari nenek moyang kita untuk menyampaikan apa yang terjadi saat itu dengan bahasa mereka sendiri, dengan keterbatasan pengetahuan mereka.
Kegiatan diskusi itu bukan tanpa kelanjutan. Rencana, PW IPM DIY akan melanjutkan dengan penyusunan video dongeng yang melibatkan pelajar, sebagai upaya mendorong edukasi kepedulian lingkungan dan mitigasi bencana. (*)
Berita ini diolah mediamu.com dari rilis ASBO dan LH PW IPM DIY
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow