Belajar dari Kiai Dahlan: Melepas Cinta Harta Benda
SLEMAN – Ahad (5/9) pukul 06.00 WIB, Pengajian Jihadi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Godean, Sleman, dan Pengajian Embun Pagi dibuka. Dilaksanakan secara daring diikuti oleh kurang lebih 70 peserta dan disiarkan live di YouTube. Kegiatan yang sudah berlangsung ke-62 kalinya ini mengangkat tema “Falsafah Hidup Kiai Haji Ahmad Dahlan”.
Ustadz Miftahul Haq, S.H.I., M.S.I., anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dihadirkan sebagai pembicara. Sebelum masuk ke materi, Drs. Robingun (Ketua PCM Godean) menyampaikan bahwa persyarikatan Muhammadiyah mustahil dipisahkan dari tokoh pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan. Oleh karena itu, memahami falsafah hidup Mbah Dahlan menjadi begitu penting.
Sedangkan Miftahul Haq mengambil referensi dari buku “Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan” karangan K.R.H. Hadjid, murid dan teman Kiai Ahmad Dahlan. Penulis ini bergabung ke Muhammadiyah sejak berusia 19 tahun atau sekitar tahun 1916.
Pelajaran-pelajaran yang didapatinya dari K.H. Ahmad Dahlan kemudian dirangkum dalam materi yang ia sebut sebagai “7 Falsafah Hidup & 17 Kelompok Ayat Al Qur’an”. Inilah yang diangkat sebagai judul isi kajian Miftahul Haq.
Pada kesempatan pagi itu, pembicara menyampaikan dua kelompok ayat yakni kelompok ayat ke-2 (QS Al Fajar ayat 17-23) dan ke-3 (QS Al Ma’un). Kelompok ayat ke-2 ini diberi judul “Menggempur Hawa Nafsu, Mencintai Harta Benda”.
Miftahul Haq menyebutkan, biasanya Kiai Dahlan mengajarkan ayat dengan membaca lafadznya terlebih dahulu. Kemudian meminta salah satu orang membacakan artinya, dan mengajak jama’ah untuk mentadaburi isinya.
Hal menarik dari K.H. Ahmad Dahlan adalah selalu mendorong para penyimaknya untuk berdiskusi bersama merumuskan perwujudan amalan dari ayat Al Qur’an yang dipelajari.
Kiai Dahlan pernah mengemukakan, “Janganlah kamu berteriak-teriak sanggup membela agama, meskipun harus menyumbangkan jiwamu sekalipun. Jiwamu tak usah kamu tawarkan. Kalau Tuhan menghendakinya, entah dengan jalan sakit atau tidak, tentu akan mati sendiri. Tetapi beranikah kamu menawarkan harta bendamu untuk kepentingan agama? Itulah yang paling diperlukan untuk waktu sekarang ini.”
Ahmad Dahlan memiliki semangat juang tinggi yang tidak tergoyahkan pada harta dunia. Nasihat-nasihat seperti itulah yang kerap membuat sosok Hadjid merasa malu dan kadang segan. Sebab Hadjid merasa belum sepenuhnya mampu menjalankan perintah Islam sebagaimana yang sering dinasihatkan gurunya.
Pernah K.R.H. Hadjid bertanya kepada pendiri Muhammadiyah itu, “Apakah dengan shalat syahadat belum juga diakui sebagai orang menjalankan agama?” Kiai Dahlan menjawab, “Cobalah kau pikirkan dengan sungguh-sungguh surat Al Ma’un.” Inilai kelompok ayat ke-3 yang diberi judul “Orang yang Mendustakan Agama”. Seketika timbul pertanyaan pada diri Hadjid, “Apakah kita ini mengaku sebagai orang beragama? Sudahkah kita ingat kepada Allah dan mengerjakan shalat?”
Sekilas pertanyaan itu gampang terjawab. Tapi Ahmad Dahlan menyampaikan bahwa seseorang dikatakan belum beriman, bahkan dianggap mendustakan agama, apabila masih mencintai harta benda, tidak memperhatikan nasib anak yatim, serta tidak menganjurkan memberikan makan orang miskin.
“Shalat yang tidak timbul karena Allah, karenanya tidak menimbulkan kesucian hati yang mendorong kehendak menolong orang miskin dan anak yatim,” tambahnya.
Bahkan, sering kali panggilan ibadah atau bersedekah cenderung didorong oleh keinginan untuk mendapatkan lipatan rezeki dari Allah SWT. Banyak orang terpanggil untuk bersedekah supaya dilancarkan rezekinya atau mau membantu anak yatim supaya dimudahkan urusannya. Sebenarnya itu tidak salah, karena Allah SWT memang menjanjikan hal itu. Namun patut disayangkan kalau itu dianggap semacam “jimat” ketika seseorang mengalami masalah dunia.
K.H. Ahmad Dahlan, kata Miftahul, mengingatkan bahwa ibadah dan sedekah berfungsi untuk melepaskan diri dari harta dunia, bukan malah dilakukan untuk mengejar-ngejarnya.
Miftahul Haq menyampaikan salah satu kutipan tokoh Sang Pencerah itu, “Betulkah kita sebagai orang Islam berani menyerahkan harta dan jiwa raganya di bawah hukum Allah?” Diulangi kalimat itu sebanyak dua kali untuk memberi penegasan. (*)
Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow