Angkatan Muda, Belajarlah dari Muhammadiyah
YOGYA – Sejak didirikan, Muhammadiyah hadir mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan gerakan Islam berkemajuannya. Bagaimana perjalanan Muhammadiyah melintasi berbagai dekade hingga saat ini?
Inilah yang menjadi topik Kajian Malam Sabtu (KAMASTU) edisi Jum’at (1 Shafar 1445 H bertepatan 18 Agustus 2023), bersama Wakil Ketua PWM DIY, Iwan Setiawan, M.S.I.
Bicara perjalanan Muhammadiyah, tak bisa dilepaskan dari KH. Ahmad Dahlan, sang pendiri dan perintis Persyarikatan Muhammadiyah. Sosoknya sangat tepat menjadi suri tauladan dan role model bagi seluruh kader dan warga Muhammadiyah.
Dalam perjalanannya, ia adalah orang yang mampu menerjemahkan ayat Al Qur’an menjadi aksi. Sehingga, oleh Kuntowijoyo, sosok Ahmad Dahlan dikenal sebagai man of action, bukan man of thought.
Muhammadiyah yang didirikan Kiai Dahlan adalah buah pemikiran yang didasarkan pada penafsiran tentang Al Quran, yakni surat Ali Imran ayat 104 dan 110, yang diterjemahkan dalam pemikiran dan perbuatan.
Apa yang masih menjadi wacana dan impian bagi umat Islam, kala itu Muhammadiyah sudah membangun infrastruktur sosial, politik, dan budaya. Hingga menjelang merdeka, amal usaha gerakan tersebar hampir di sepanjang Pantai Utara Jawa (Pekajangan, Rembang, Situbondo, Banyuwangi), Blitar, Malang, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lain.
“Sosoknya memberikan role model bagi kita. Meskipun Kiai Ahmad Dahlan bukan penulis, pemikiran-pemikirannya serta rumus gerakan Muhammadiyah, ditulis para murid dan penerusnya,” jelas Iwan.
Ada banyak warisan tulisan yang bisa kita baca, pelajari, dan pahami. Seperti buku berjudul “Tali Pengikat Hidup” yang merupakan transkrip pidato KH. Ahmad Dahlan saat Kongres tahun 1922 di Yogyakarta.
Lalu “7 Falsafah dan 17 Kelompok Ayat Al Qur’an” ditulis murid termudanya, KRH Hadjid. Di dalamnya memuat materi-materi pengajian Kiai Dahlan.
Serta buku “Akoid Doel Iman” yang ditulis sendiri oleh KH. Ahmad Dahlan. Isinya membahas banyak hal terkait kewajiban orang Islam, apa itu agama Islam, peranan agama dalam masyarakat, hukum-hukum dalam Islam seperti wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Selain ketiga buku tersebut, ada satu buku yang menurut Iwan sangat bagus dan harus dibaca, yaitu Cerita Tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan dari KH. Sudja’. Dalam buku itu, Kiai Sudja’ menuliskan perjalanan hidup Kiai Dahlan dari lahir, masa kanak-kanak dan remaja, proses belajar, naik haji, belajar di Makkah, menikah, mendirikan Muhammadiyah, hingga wafat. Juga ditulis kisah perjuangan Kiai Dahlan dan hal-hal menarik lain.
Berkembangnya Muhammadiyah di masa-masa awal tak bisa lepas dari kontribusi murid-muridnya. Terutama, anak-anak Haji Hasyim, yang menjadi motor penggerak persyarikatan.
Seperti Siti Djazimah (aktivis ‘Aisyiyah Pertama), Kiai Sudja’ (Pendiri dan Ketua PKO), Haji Fachrudin (Pendiri Suara Muhammadiyah), Ki Bagus Hadikusumo (Ketua Umum PP Muhammadiyah 1944-1953, Anggota BPUPKI dan PPKI), Haji Zaini, Siti Munjiyah (Ketua ‘Aisyiyah, Wakil Ketua Kongres Perempuan Pertama), dan Siti Bariyah (Ketua ‘Aisyiyah pertama).
“Mereka adalah para murid Kiai Dahlan generasi pertama. Dari sini kita bisa belajar perjuangan dan kisah hidup Kiai Dahlan beserta murid-muridnya,” lanjut Iwan.
Seiring berjalannya waktu, kontribusi Muhammadiyah turut membantu masyarakat dan bangsa. Selain dengan amal usaha yang berdiri di seluruh penjuru negeri, para tokohnya juga aktif dalam kontribusi bangsa dan negara. Terbukti, 23 tokoh Muhammadiyah menjadi Pahlawan Nasional, sangat besar jasa Muhammadiyah bagi NKRI.
Dari semua langkah perjalanan itu, lalu muncul pertanyaan, bagaimana dengan Muhammadiyah dekade ini dan selanjutnya?
Muhammadiyah dalam abad kedua ini memiliki tantangan besar, baik global, pemikiran kapitalisme, dan lain-lain. Sehingga Muhammadiyah perlu menjadi bagian dari alternatif pemikiran, kehidupan, yang tentu membawa nilai-nilai Islam yang menjadi kehidupan kita.
Oleh karena itu, produk pemikiran resmi dari Muhammadiyah, seperti Muqaddimah AD/ART sampai Risalah Islam Berkemajuan perlu diserap saripatinya, supaya menjadi role dan teladan suluh kita dalam mengarungi kehidupan ini.
Memang tidak mudah, tetapi ideologi dan pikiran Muhammadiyah juga bagian dari saripati pikiran Muhammadiyah di dalam menghadapi kompleksnya zaman.
“Untuk itu, anak-anak muda Muhammadiyah perlu mempelajarinya, sehingga bisa menjadi bekal mereka di dalam menjalani kehidupan ini,” tegas Iwan. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow