Siswa Mulai Jenuh Pembelajaran Daring, Apa yang Harus Dilakukan?

Siswa Mulai Jenuh Pembelajaran Daring, Apa yang Harus Dilakukan?

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Majelis Pendidikan Kader (MPK) PWM DIY mengadakan pengajian Ramadhan secara daring pada Kamis 7 Mei 2020 pukul 19.45 – 22.00 WIB. Acara bertema “Transformasi Pendidikan Menghadapi Disrupsi” itu menghadirkan tiga nara sumber, yaitu Hamid Muhammad, M.Sc., Ph.D. (Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah), Dr. Abdul Mu’ti (Sekum PP Muh, Ketua BSNP), dan Rusydi Umar S.T., M.T., Ph.D. (Wakil Rektor Bidang Akademik UAD). Juga dihadirkan seorang penanggap, Pariyatun, S.Pd., M.Pd (guru, pemerhati pendidikan).

Dengan dimoderatori Iman Sumarlan, S.I.P., M.H.I. (Direktur Pundi) acara ini diselenggarakan melalui fasilitas zoom meeting.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Berikut catatan mediamu.com dari pemikiran nara sumber dalam acara tersebut.

Rusydi Umar

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadilah: 11)

Peran manusia kini mulai digantikan oleh mesin, di antaranya ialah tidak lagi menggunakan uang kertas ketika membayar tol, melainkan menggunakan e-money, taksi konvensional beralih ke taksi online, rumah produksi semakin mudah dan bisa dilakukan dimana saja dengan menggunakan youtube, dan lain sebagainya. Ini merupakan gejala terjadinya transformasi sosial.

Impek dari hadirnya wabah Covid-19 ialah SDM yang tidak siap, mahasiswa dan khususnya mahasiswa asing berkurang, perguruan tinggi dalam dan luar negeri mulai menunjukkan gejala kesulitan (keuangan), perubahan struktur biaya perguruan tinggi, dan kerja sama dengan berbagai mitra berkurang.

Menggunakan pendidikan jarak jauh (PJJ) yang memanfaatkan e-learning dan LMS akan meningkat dan menjadi hal biasa, proporsi mahasiswa non-residen (off-kampus) meningkat, prosedur baru yang mengakomodasi protokol kesehatan akan menjadi hal lazim: jarak tempat duduk di kelas, auditorium, dan lain-lain akan menjadi renggang.

Cara penyampaian materi perkuliahan lebih banyak menggunakan daring atau pendidikan jarak jauh, mahasiswa bisa dengan mudah ikut kuliah PJJ di kampus lain, termasuk program kampus merdeka, perubahan cara menilai dan indikator perguruan tinggi untuk berbagai kepentingan, rekrutmen mahasiswa menggunakan cara online.

Penerimaan mahasiswa baru secara online, perkuliahan dilakukan secara online, ujian skripsi dan lainnya menggunakan media online, rapat-rapat dilakukan secara online, ke depan mungkin pendidikan akan dibuat dua versi: online dan offline.

Perubahan pendidikan tinggi yang fundamental dan massif ini menuntut cara berpikir dan solusi yang tidak biasa di semua pemangku kepentingan, serta siap tidak siap revolusi 4.0 menemukan momentum lebih awal. Pemanfaatan TIK di dalam operasional PT dan KBM akan menjadi standar baru.

Abdul Mu’ti

Covid-19 menjadi realitas baru yang menuntut kita untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi pembelajaran. Hal ini memang tidak mudah karena selama ini model pengelolahan pendidikan kita sangat struktural. Pendidikan yang saya sebut serba berbasis regulasi ini memang tidak mudah karena banyak hal yang berkaitan dengan pendidikan juga menyangkut administrasi. Penyelenggaraan pendidikan diukur dari pemenuhan aturan-aturan dan kadang-kadang capaiannya juga administratif.

Sehingga kadang-kadang kita kemudian menyelenggarakan pendidikan sangat terpaku kepada hal-hal yang sifatnya formal dan kemudian pendidikan itu menjadi formalitas. Ini bukanlah suatu perkara yang mudah karena salah satu ciri dari orang Indonesia adalah melaksanakan sesuatu berbasis aturan. Hal tersebut juga berlaku di Muhammadiyah, ketika hendak mengambil kebijakan atau inovasi akan bertanya terlebih dahulu apakah ada pedoman dan kaidahnya atau tidak.

Di satu sisi hal tersebut merupakan sesuatu yang bagus, artinya menunjukkan konsistensi kita di dalam berorganisasi sehingga memastikan bahwa langkah yang dilakukan itu tidak bertentangan dengan garis besar gerakan. Tetapi pada hal yang bersifat praksis, terutama menyangkut penyelesaian persoalan yang sangat mendesak regulasi itu tidak bisa menjadi andalan, bahkan bisa menjadi hambatan karena setiap persoalan menuntut penyelesaian tersendiri.

Setiap masalah memiliki latar yang berbeda, sehingga penyelesaiannya pun tidak harus selalu sama. Saya kira ketika berbicara tentang teori problem solving, tidak ada teori yang khusus untuk menyelesaikan masalah. Ada satu teori namanya “Teori Aha”, teori ini dikembangkan para ahli karena tidak ada teori baku menyelesaikan masalah. Orang terus saja menyelesaikan masalah sehingga ketika menemukan ide baru orang mengucapkan “aha” jadilah nama teori.

Kreativitas dan inovasi menjadi penting, tetapi memang ini adalah sesuatu yang baru dan tidak pernah disiapkan sebelumnya maka terjadi kegagapan dan kegugupan. Namun tidak perlu khawatir yang gugup tidak hanya para guru, pemerintah lebih gugup lagi bahkan kadang-kadang tidak sekadar gugup melainkan tidak guyub. Misalnya orang menemukan kebijakan yang tidak solutif, antara menteri satu dengan yang lainnya memiliki kebijakan berbeda.

Dalam konteks pendidikan, kita memiliki keanekaragaman yang sangat beragam dan di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga tercermin dalam penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Saya sering bercanda, di Muhammadiyah itu karena begitu timpangnya kualitas pendidikan, ada sekolah atau madrasah menolak siswa tetapi juga ada sekolah madrasah yang ditolak siswa. Dalam era Covid-19 ini potret mutu dan kualitas pendidikan bisa terlihat secara kasat mata. Bisa dilihat bagaiman berbagai kebijakan baru yang memang tidak selalu mudah bisa diikuti lembaga pendidikan Muhammadiyah, sehingga sebenarnya disrupsi ini adalah sesuatu yang harus disikapi dengan kreativitas. Dalam konteks ini, dalam rangka menyelesaikan masalah, menurut saya tidak perlu menunggu arahan, tidak perlu menunggu petunjuk, langsung saja berupaya menyelesaikan masalah yang ada.

Dalam konteks yang berkaitan dengan inovasi dan kreativitas, meminta maaf itu lebih baik dari pada meminta izin. Artinya, melangkah dulu, kalau nanti ada salah diperbaiki di kemudian hari, dari pada tidak melangkah karena menunggu izin atau arahan. Orang kreatif sering kali disimpulkan sebagai orang yang berani keluar dari kotak itu, itu saya kira saat ini yang sedang terjadi. Banyak sekolah Muhammadiyah maju dan punya keunggulan karena punya keberanian keluar dari kotak yang membatasi ruang gerak.

Selanjutnya, pemahaman masyarakat tentang pendidikan jarak jauh dimaknai semua serba online, padahal tidak selalu seperti itu. Sehingga kejenuhan yang terjadi itu tidak hanya dialami peserta didik, dosen pun jenuh. Kejenuhan paling tinggi ialah pembelajaran berbasis daring dari pada pembelajaran langsung. Tetapi kita tidak bisa pungkiri bahwa pembelajaran daring merupakan solusi alternatif di tengah Covid-19. Namun pembelajaran seperti ini hanya terfokus pada tatanan kognitif, semata-mata proses transfer of konwledge sementara transfer of value hampir tidak bisa atau sangat sulit dilakukan. Atau mungkin transfer of skill pada bidang-bidang tertentu juga tidak bisa dilakukan.

Karena itu menjadi penting kita mengarahkan apa yang dilakukan anak-anak di rumah sebagai proses dari pendidikan, misalnya bagaimana memasak, atau membuat resensi film yang ditonton, menanam, ataupun yang lainnya. Tapi juga menjadi sebuah keberatan bagi guru untuk melakukan bimbingan maupun penilaian.

Hamid Muhammad

Sudah hampir dua bulan kita belajar dari rumah. Dalam waktu ini kemendikbud melakukan semacam survey di lapangan apa yang terjadi sebenarnya di sekolah-sekolah kita. Ada tiga hal yang dapat disimpulkan.

Pertama,  pembelajaran daring yang diekomendasikan ternyata mengalami banyak hambatan dan hambatan utamanya adalah berkaitan dengan infrastruktur ber-TIK, akses internet yang tidak merata di semua daerah, tidak semuanya memiliki pendukung TIK baik guru maupun siswa sehingga yang kami dapatkan, guru melakukan pembelajaran secara daring dan iteraktif hanya 18% dari jumlah sekolah sekitar 220.000 di Indonesia. Artinya, hanya sekitar 38.000 yang menggunakan daring.

Sementara yang lain masih gabungan menggunakan teknologi dan juga manual. Kemendikbud mengalami kendala mencari data siswa yang belajar tanpa akses internet, tanpa ada bantuan dari televisi, maupun yang tidak punya aliran listrik. Ada beberapa laporan dari daerah bahwa guru bekerja secara manual dengan cara mendatangi rumah siswa.

Kedua, baik guru maupun siswa yang tidak familiar dengan alat TIK, tidak optimal melakukan pembelajaran berbasis daring. Guru pada umumnya kesulitan menyusun konten yang bervariasi, agar siswa tidak mengalami kejenuhan selama proses pembelajaran dari rumah.

Ketiga, ini merupakan tantangan yang sekarang ramai diperdebatkan. Ternyata siswa-siswa saat ini sudah masuk ke dalam kondisi titik jenuh, sudah mulai bosan, sudah mulai berkurang motivasinya untuk belajar di rumah. Alasannya karena guru membimbing siswa tidak interaktif, hanya memberikan tugas bertumpuk-tumpuk terutama SMP, SMA, SMK.

Maka dari itu guru harus lebih kreatif dalam melakukan proses pembelajaran. Guru harus betul-betul memilih materi yang sesuai dengan anak didik. Dari kemendikbud, pada masa Covid-19 ini guru harus menuntaskan seratus persen kurikulum. Yang paling penting, siswa diberikan pelajaran sesuai dengan kondisi rumahnya, kondisi lingkungan. Persoalannya tidak semua lingkungan ataupun rumah mendukung pembelajaran dari rumah dengan berbagai latar belakang. Tapi itu yang harus kita lalui bersama. (hr)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow