Pengajian Konsolidasi PWM DIY: Pengasuhan Anak Tidak Boleh Diskriminatif
YOGYA – Al Ma’un selalu menjadi spirit yang tidak terpisahkan dari perjuangan persyarikatan Muhammadiyah, salah satunya terwujud dalam perhatian terhadap anak-anak yatim. Majelis Pelayanan Sosial (MPS) berada di baris terdepan untuk memenuhi panggilan tersebut. Jum’at (24/9) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PWM DIY) mengadakan Pengajian Konsolidasi Organisasi bertema “Tajdid Pengasuhan Anak Yatim di Masa Pandemi”.
Diikuti sekitar 200 peserta melalui teleconference, kegiatan diawali pengantar dari H. Gita Danu Pranata, S.E., M.M., Ketua PWM DIY. Selanjutnya, materi disampaikan dua narasumber yakni Dr. Jasra Putra, SFil.I., M.Pd. (Komisioner KPAI/Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Wakil Ketua MPS PP Muhammadiyah) dan Ridwan Furqoni, S.Pd.I., M.P.I. (Ketua MPS PWM DIY).
Dalam kegiatan yang dilaksanakan untuk seluruh warga Muhammadiyah, ‘Aisyiyah, termasuk anggota organisasi-organisasi otonom se-DIY ini oleh Jasra Putra dijadikan forum mengupas “Pengasuhan Anak Yatim Piatu dalam Perspektif Negara dan Islam”. Ia mengawali materinya dengan menuturkan, “Anak adalah amanat Allah SWT yang harus dijaga sebaik mungkin.”
Sebanyak 84 juta populasi masyarakat Indonesia berada di usia anak (0-18 tahun). Banyaknya populasi anak tersebut menegaskan pentingnya negara untuk mendidik dan merawat mereka sebaik mungkin.
Usia anak terhitung dari nol karena janin di dalam kandungan telah dianggap sebagai diri bernyawa. “Sehingga kalau ada orang yang menggugurkan kandungan bisa dituntut secara pidana,” jelas Jasra.
Regulasi mengenai pengasuhan anak sebenarnya sudah sangat jelas dan kuat, yakni setiap anak berhak mendapatkan keamanan dalam kelangsungan hidupnya. Hal itu terwujud dalam prinsip-prinsip perlindungan anak yakni bahwa pengasuhan anak tidak boleh diskriminatif terhadap siapapun, fokus mementingkan kebutuhan anak, memastikan terpenuhinya hak hidup dan tumbuh kembang, serta mendorong partisipasi anak.
Hal penting lain menurut Jasra yang perlu diperhatikan adalah pemberian kasih sayang. “Kasih sayang yang ideal itu dari orang tua, selama 24 jam, tidak dapat tergantikan,” paparnya.
Namun tentu saja kondisi masyarakat begitu beranekaragam. Banyak situasi dimana anak-anak harus ditinggal orangtuanya pada usia muda sehingga tanggung jawab mengasuh dilimpahkan ke orang lain.
Sebenarnya di Indonesia, terdapat tradisi budaya di berbagai daerah yang dapat menjadi alternatif metode pengasuhan anak bilamana keluarga inti tidak dapat menjalankan fungsinya. Di sini, anak-anak akan dirawat oleh kerabat terdekatnya. Contohnya: mupon atau ngenger (Jawa), mata rumah (Maluku), ninik mamak (Minang), dan sebagainya. Tentu saja, ini mulai perlu didorong supaya tetap berjalan optimal dan tidak mengalami disorientasi.
Keberadaan keluarga sangatlah penting bagi pertumbuhan anak. Bersama keluarga, anak dapat mengembangkan ikatan kasih sayang yang sehat dan kuat. Walaupun ternyata keluarga inti tidak bisa menjalankan fungsi, ia berhak mendapatkan kasih sayang dari keluarga lain dan tetap memerlukan informasi tentang siapa keluarganya. Selain itu, keluarga menjadi penting karena ini adalah sekolah pertama bagi sang anak belajar dan bertumbuh.
Pengasuhan anak sebetulnya memiliki dua tujuan utama, yakni terpenuhinya pelayanan dasar dan kebutuhan tiap anak serta diperolehnya kepastian pengasuhan yang layak. Untuk itu, pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab dalam hal ini antara lain adalah negara, termasuk pemerintah pusat dan daerah; masyarakat; serta keluarga, yakni orang tua atau wali.
Tidak dapat dipungkiri pandemi ini menjadi tantangan tersendiri. “Situasi covid menyebabkan meningkatnya angka perceraian,” seru Jasra.
Pada situasi tersebut, anak berpotensi menjadi korban karena kerap ada perdebatan siapa yang akan mengasuh sang anak selanjutnya. KPAI, katanya, belakangan mendapatkan banyak permohonan mediasi untuk membahas soal hak asuh anak.
Di samping itu, situasi pandemi tidak lantas menyebabkan kasus kekerasan pada anak menjadi surut. Kasus-kasus paling tinggi yang menjadikan anak sebagai korban antara lain disebabkan adanya kekerasan fisik dan/atau psikis, kejahatan seksual, serta pornografi dan cybercrime.
Usai memaparkan perspektif negara melalui KPAI, Jasra menjelaskan bagaimana MPS berperan dalam hal pengasuhan anak ini. Berdasarkan hasil keputusan Tanwir di Ambon tahun 2017, MPS PP Muhammadiyah melalui program-program unggulannya berorientasi pada penguatan kapasitas pengasuhan keluarga melalui model santunan dan asuhan keluarga serta peningkatan kualitas layanan sosial berbasis masyarakat melalui model Balai Kesejahteraan Sosial.
Setelah Dr. Jasra menyelesaikan materinya, dilanjutkan dengan pembahasan dari Ridwan Furqoni yang kupasan materinya dapat diakses dalam berita terpisah mediamu.com. Kegiatan tersebut selanjutnya diikuti dengan sesi tanya jawab . (*)
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow