Pahamilah Hakikat Sakit dan Jangan Tinggalkan Sholat
YOGYAKARTA — Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PWM DIY menyelenggarakan webinar “Fiqh Kesehatan untuk Umum”, Sabtu (3/7) malam secara daring. Sebagai moderator Ratna Yunita dari MCCC PWM DIY dengan narasumber Dr. dr. Kusbaryanto, M.Kes, FISPH, FISCM. Materi yang disampaikan diambil dari buku karya Kusbaryanto “Kedokteran dan Kesehatan Islam” jilid satu.
Topik utama yang disampaikan Kusbaryanto adalah pertama upaya agar pasien (ibu hendak melahirkan) tidak meninggalkan sholat dan ibadah. Ia memberi pengantar dengan menjelaskan tentang pemahaman terhadap “sakit”.
Apa itu sakit?
- Pertama, sakit sebagai keadaan dari Allah SWT dan perlu diterima apa adanya.
- Kedua, sakit sebagai suatu peringatan. Hal ini sering dijumpai pada orang-orang yang yang menderita sakit karena perilakunya yang menyimpang dari petunjuk agama dan melakukan perbuatan tercela maupun melampaui batas.
- Ketiga, sakit sebagai adzab, yaitu bisa jadi wabah yang menimpa suatu masyarakat disebabkan karena terjadinya kedzaliman dan kesewenang-wenangan.
- Keempat, sakit sebagai penebus dosa, biasanya menimpa mukmin pada umumnya. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang muslim yang menderita atau terkena gangguan apapun, baik yang berupa duri atau lebih daripada itu, melainkan Allah menghapuskan sebagian dosanya, sebagaimana rontoknya daun dari pohonnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Kelima, sakit sebagai pengangkat derajat dalam ujian dan inilah yang terjadi pada para Nabi dan orang-orang shaleh.
“Dengan adanya pemahaman ini, para dokter diimbau, jika telah masuk waktu sholat, pasien covid-19 segera diajak agar melaksanakan sholat di awal waktu sesuai dengan keadaannya,” ujarnya.
Berikutnya, ibadah sholat jika terjadi pada seorang ibu yang hendak melahirkan, dalam hal ini hal perlu diketahui statusnya apakah suci atau tidak yang indikatornya dapat dilihat dari darah yang keluar beberapa saat sebelum melahirkan.
Kusbaryanto menyampaikan, jika keluarnya darah tersebut disertai dengan kontraksi karena pembukaan maka itu adalah adalah darah nifas. Jika keluarnya darah tidak disertai kontraksi maka darah itu bukan nifas, tetapi istihadah.
Pernyataan tersebut bersumber dari pendapat dari Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin yang menerangkan bahwa Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengataka bahwa darah yang dilihat wanita ketika mulai berkontraksi itu berstatus sebagai darah nifas. Yang dimaksud kontraksi adalah proses pembukaan yang merupakan tahapan proses melahirkan. “Jika tidak disertai kondisi semacam ini maka bukan nifas,” katanya.
Jika sudah masuk waktu sholat dan proses persalinan sudah mulai pembukaan, maka seorang tersebut tetap sholat sesuai dengan keadaannya, kecuali jika sudah keluar darah. Adapun jika sudah keluar darah, dan memang umumnya wanita hamil yang sudah pembukaan pasti akan keluar darah terutama jika sudah mendekati waktu melahirkan, maka ketika itu sudah terhitung nifas dan gugur kewajiban shalat baginya.
Pada kesempatan itu Kusbaryanto juga menjelaskan fiqh kesehatan untuk umum lainnya, yaitu penggunaan obat tetes, salep, spray untuk mata, melakukan injeksi kulit, muskuler dan intravena, infus saat berpuasa, dan terapi inhalasi. Juga, darah yang keluar dari rahim perempuan, darah nifas, vasektomi dan tubektomi, berbagai teknik konstrasepsi, air mani, madzi dan wadzi, pasien yang ada luka dan tidak boleh terkena air, transfusi darah di siang ketika berpuasa, vaksinasi atau imunisasi, pemakaian alkohol untuk campuran, dan penyakit kulit. (*)
Wartawan: Afifatur Rasyidah I.N.A
Editor: Sucipto
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow