Musyda 13 Muhammadiyah Kota Jogja Soroti Isu Pendidikan dan Ideologi
YOGYA – Musyawarah Daerah (Musyda) Ke-13 Muhammadiyah Kota Yogyakarta resmi digelar. Hajatan terbesar Muhammadiyah Kota Yogyakarta itu dihelat di Grha As-Sakinah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, mulai hari Sabtu (13/5) sore sampai Ahad (14/5). Pada edisi ke-13 kali ini, Musyda mengusung tema “Membumikan Risalah Islam Berkemajuan untuk Jogja Berkemajuan.”
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta, Drs. H. Akhid Widi Rahmanto sangat mengapresiasi setinggi-tingginya atas diselenggarakan Musyda tersebut. Setelah menjalani amanah selama 5 tahun dan diperpanjang 2 tahun dikarenakan wabah pandemi Covid-19 berkepanjangan, akhirnya perjalanan Akhid beserta segenap pimpinan menemui puncaknya di Musyda 13 yang mampu digelar dengan kehadiran seluruh peserta yang bergembira.
“Alhamdulillah, PDM Kota Yogyakarta hari ini punya hajatan terbesar lima tahunan, meskipun yang kali ini menjadi tujuh tahun karena diperpanjang ketika ada Covid-19, pembukaannya berjalan lancar dan sukses,” kata Akhid dalam sambutannya.
Seperti permusyawaratan di persyarikatan pada umumnya, agenda dalam Musyda 13 ini mencakup tiga hal, yaitu laporan pertanggungjawaban, program lima tahun ke depan, dan pemilihan pimpinan.
Khusus untuk pemilihan, Musyda 13 Muhammadiyah Kota Yogyakarta menggunakan sistem pemilihan elektronik atau E-Voting, baik saat pemilihan maupun perhitungan suara. Sebelumnya, proses pemilihan pimpinan ini sudah dilakukan sejak lama saat dilakukan pengusulan nama bakal calon PDM oleh cabang dan daerah.
“Penjaringan dan pengusulan dari tingkat cabang dan daerah digodok, mana yang sesuai persyaratan. Kemudian mengerucut menjadi 59 orang. Dari 59 itu, peserta akan memilih sebanyak 13 orang. Pemilihan pimpinan ini menggunakan E-Voting, dimana menggunakan kecanggihan IT yang itu mempermudah, mempercepat, dan hasilnya insyaallah akurat,” jelasnya.
Pada kesempatan ini pula, Akhid menyampaikan dua isu yang menjadi bahasan pada Musyda kali ini. Pertama, soal pendidikan, dimana ia menilai pendidikan di era kontemporer atau masa kini belum optimal untuk bisa berjalan sesuai harapan.
Menurutnya, masih banyak problematika yang terjadi di sekolah-sekolah, khususnya sekolah Muhammadiyah. Seperti kegagapan mengaplikasikan kurikulum, banyaknya guru Muhammadiyah yang ditarik ke sekolah negeri sebagai konsekuensi dari diterimanya guru sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang membuatnya harus meninggalkan sekolah Muhammadiyah, serta berbagai masalah pelik dunia pendidikan lainnya.
“Pendidikan ini menjadi isu yang akan kita bahas dan disahkan. Hal itu bertujuan bagaimana Muhammadiyah memberikan kontribusi pemerintah bagaimana mengelola pendidikan, utamanya pendidikan di Muhammadiyah. Ini menjadi masalah yang kita harus bertanggung jawab semua,” ujar Akhid.
Kemudian, isu kedua berkaitan dengan pengembangan ideologi. Tentu ini bukan berarti bahwa ideologi warga Muhammadiyah telah bergeser, tetapi lebih kepada kondisi persyarikatan saat ini yang diserang, baik dari luar maupun dalam organisasi ini sendiri.
“Karena itu, (pengembangan) ideologi bermuhammadiyah harus di-upgrade dan ditumbuhkan, terutama untuk pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan organisasi,” tandas Akhid yang juga Guru Geografi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Bantul. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow